Pengertian Hutan Kota
Hutan kota merupakan bagian dari program ruang terbuka hijau, yang merupakan ruang- ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur dimana penggunanya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Pelaksanaan program pengembangan ruang terbuka hijau dilakukan dengan pengisian hijau tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya seperti pertanian, pertamanan, perkebunan, dan sebagainya. Menurut Fakuara (1987) hutan kota (urban forest) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar- besarnya dalam kegunaan proteksi, estetika, rekreasi, dan kegunaan khusus lainnya. Irwan (1998) menyatakan hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitarnya, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk), struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa liar dan menimbulkan lingkungan sehat, suasana nyaman, sejuk, dan estetis. Lebih lanjut Fandeli, Kaharuddin, dan Mukhlison (2004) menyatakan pengertian hutan kota, yaitu kumpulan pohon- pohon dalam kota dengan luas dan kerapatan tertentu yang mampu menciptakan iklim mikro yang berbeda di luarnya. Peraturan Pemerintah RI No.63 Thn 2002 Tentang Hutan Kota menyatakan bahwa Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah untuk kelestarian, keserasian dan, keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial, dan budaya.
Bentuk dan Struktur Hutan Kota
Bentuk hutan kota tergantung kepada bentuk lahan yang tersedia untuk hutan kota. Bentuk hutan kota (PP RI No.63 Thn 2002 Tentang Hutan Kota) terdiri atas: a. jalur; b. mengelompok; dan c. menyebar. Bentuk hutan kota juga bisa dikelompokkan atas dasar penyebaran vegetasinya, seperti yang dikemukakan oleh Irwan (2007) bentuk hutan kota dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu a. bergerombol atau menumpuk adalah hutan kota dengan komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan; b. menyebar, yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas vegetasinya tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam betuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil. c. Berbentuk jalur, yaitu komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran, dan lainnya.
Struktur hutan kota ditentukan oleh keanekaragaman vegetasi yang ditanam, sehingga terbangun hutan kota yang berlapis- lapis dan berstrata baik secara vertikal maupun horizontal yang meniru hutan alam. Struktur hutan kota, yaitu komunitas tumbuhan yang menyusun hutan kota. Irwan (2004) mengklasifikasikan hutan kota berdasarkan strukturnya sebagai berikut: a. berstrata dua, yaitu komunitas tumbuh- tumbuhan hutan kota hanya terdiri atas pepohonan dan rumput atau penutup tanah; b. Berstrata banyak, yaitu komunitas tumbuhan- tumbuhan hutan kota selain terdiri atas pepohonan dan rumput juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan, dengan strata dan komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh- tumbuhan hutan alam
Fungsi Hutan Kota
Fungsi hutan kota sangat tergantung kepada komposisi dan keanekaragaman jenis dari komunitas vegetasi yang menyusunnya dan kepada tujuan perancangannya. Menurut PP RI No.63 Thn 2002 Tentang Hutan Kota, fungsi hutan kota adalah untuk: a. memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika; b. meresapkan air; c. menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dan e. mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
Tipe Hutan Kota
Tipe hutan kota sangat bergantung kepada tata guna lahan tempat hutan kota itu dibangun. Tipe hutan kota sebagaimana (PP RI No.63 Thn 2002 Tentang Hutan Kota) terdiri atas: a. tipe kawasan permukiman; b. tipe kawasan industri; c. tipe rekreasi; d. tipe pelestarian plasma nutfah; e. tipe perlindungan; dan f. tipe pengamanan
Saturday, December 26, 2009
Sunday, November 22, 2009
Museum sebagai Sumber Belajar
Pada tanggal 19 November 2009 kemaren, Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru melaksanakan sebuah seminar dengan tajuk Teknologi Imformasi dalam Pengelolaan Musem. Dalam seminar yang menampilkan pembicara dari luar Kota Banjarbaru tersebut, terungkap beberapa permasalahan yang saat ini dihadapi Museum Lambung Mangkurat, khususnya dalam penggunaan teknologi informasi dalam manajemen museum. Yang sangat ironis, sampai saat ini ternyata Museum Lambung Mangkurat tidak memiliki website (situs) sebagai sarana publikasi di dunia maya. Ini tentunya sangat menggelikan untuk sebuah lembaga dengan level regional dan merupakan institusi yang harus publikatif.
Wacana ini ditanggapi langsung oleh pimpinan museum, yang mengatakan bahwa sebenarnya pihak manajemen sudah membuat sebuah website, namun belum di launching karena masih dalam tahap pembuatan. Untuk sementara, kata beliau sudah ada staf museum yang menulis dalam sebuah blog. Yah lumayan mungkin, daripada tidak ada sama sekali.
Menurut penulis, masih banyak masyarakat atau siswa yang belum pernah menginjakkan kainya di Museum Lambung Mangkurat. Ini tercermin dari minimnya pengetahuan masyarakat (siswa) tentang benda-benda yang dikoleksi oleh Museum Lambung Mangkurat. Ini tentunya sangat memprihatinkan bagi dunia pendidikan, karena semua sumber ilmu tentang kebudayaan lokal Kalimantan Selatan telah tersedia di museum ini. Akibatnya hampir sebagian besar siswa tidak memahami dan mengetahui kebudayaan Banjar, sebagai kebudayaan lokal di Kalimantan Selatan. Musem sebagai lembaga yang bertugas untuk mengoleksi dan menyimpan benda-benda yang dianggap seni (budaya) dan bernilai sejarah, memiliki potensi yang besar untuk dijadikan obyek pendidikan dan penelitian. Bagi dunia pendidikan, museum merupakan salah satu sumber belajar. Karena hakikat sumber belajar adalah sesuatu hal, bisa benda atau orang, yang dapat menghasilkan informasi untuk dipelajari. Namun selama ini, penggunaan museum sebagai sumber belajar masih belum optimal, disebabkan beberapa hal, seperti faktor kesesuaian dengan silabus, metode pembelajaran, SDM guru, faktor waktu, faktor jarak, dan faktor lainnya.
Pada kesempatan seminar kemaren, penulis sempatkan juga untuk memberikan usulan agar pihak museum dan pihak terkait dapat melakukan sinergi (kerja sama) dalam mengoptimalkan museum sebagai sumber belajar bagi siswa. Diantaranya agar dapat disusun sebuah silabus yang berkenaan dalam pembelajaran di museum, silabus tersebut dapat dijadikan sebagai muatan lokal yang dapat disisipkan pada beberapa mata pelajaran. Selain itu, perlu diadakan pengayaan materi budaya dan sejarah lokal bagi guru-guru, yang dapat dilakukan dengan diklat atau penataran pendalaman mata pelajaran. Nampaknya usulan ini dapat diterima oleh pihak manajemen museum, dan akan disusun sebuah rencana (program kerja) yang menggandeng pihak-pihak terkait seperti Dinas Pendidikan dan sekolah-sekolah.
Dengan teknologi informasi yang akan digunakan dalam pengelolaan museum, diharapkan museum bukan lagi menjadi gedung yang terkesan angker, gelap dan membosankan. Masalah waktu dan tempat bukan lagi halangan bagi pengunjung yang akan melihat-lihat isi museum. Dengan hanya membuka website sebuah museum, maka pengunjung dapat mengeksplor isi museum, melihat foto benda-benda bersejarah, membaca keterangan yang menjelaskan perihal benda tersebut, bahkan dapat mendengar atau melihat video yang disuguhkan dalam galeri website. Selain itu, pengunjung dapat berinteraktif dengan manajemen museum untuk bertanya, mengusulkan, atau menanggapi tentang hal-hal permuseuman. Bagi siswa tentunya juga akan mempermudah dalam upaya mendapatkan lebih banyak informasi, tanpa harus datang langsung ke museum. Cukup dengan mengakses website museum dari sekolah atau rumah, siswa dapat menggali informasi dalam rangka pemahaman materi atau pengayaan.
Namun menurut pemakalah dari Arkeologi UGM Yogyakarta, menyatakan bahwa fasilitas website hanyalah merupakan sebuah ajang promosi. Selebihnya jika pengunjung ingin mengetahui lebih banyak, maka diharapkan agar datang langsung ke museum. Memang kelemahan website adalah pada display benda-benda museum, benda-benda hanya dapat ditampilkan dalam bentuk dua dimensi, atau mungkin dapat dibuat animasi tiga dimensi, namun pengunjung situs tidak dapat menyentuh benda secara langsung. Karena menurut pemakalah, touch akan memberikan cita rasa tersendiri dibanding hanya melihat fotonya.
Menurut hemat penulis, teknologi informasi yang diterapkan pada museum akan memberikan sumbangan yang besar dalam publisitas museum tersebut. Untuk hal-hal yang memerlukan pengamatan secara langsung, memang harus dilakukan dengan mengunjungi museum, namun paling tidak ada gambaran yang lengkap tentang isi museum pada website. Pengalaman penulis ketika ingin membaca Buku Perang Banjar, ternyata buku tersebut hanya ada di perpustakaan online luar negeri. Ini tentunya hal yang memprihatinkan bagi kita, masyarakat lokal Kalimantan Selatan. Walaupun versi cetaknya ada di Museum Lambung Mangkurat, namun karena saat sekarang era digitalisasi, tentunya versi e-book-nya akan dicari.
Terlepas dari hal tersebut, penulis memberikan penilaian sangat bagus untuk manajemen Museum Lambung Mangkurat yang memiliki keinginan kuat unruk menerapkan teknologi informasi dalam pengelolaannya. Jika dibandingkan dengan museum regional lainnya, Musem Lambung Mangkurat sudah selangkah lebih maju. Mudahan lebih maju lagi. !!!
Wednesday, November 18, 2009
Mengharap Median Jalan Lebih Hijau Lagi
Kalau anda warga Kota Banjarbaru atau pengguna jalan di Kota Banjarbaru, maka anda akan melihat bahwa dalam sebulan terakhir ini median jalan A. Yani sedang dilakukan perbaikan. Tepatnya mulai bundaran simpang empat Banjarbaru sampai ke arah Pasar Minggu Raya. Perbaikan yang dilakukan kelihatannya “hanya” mengganti siring median dan tiang listrik yang ada di median tersebut. Selebihnya mungkin ada penambahan asesoris untuk mempercantik median tersebut.
Median jalan memiliki potensi untuk dibangun sebagai ruang terbuka hijau kota (RTHK). Median jalan jika ditanami dengan tumbuhan (vegetasi) merupakan salah satu bentuk RTH yang memanjang/menjalur. Sebagai salah satu media ruang terbuka hijau (RTH), median jalan akan lebih efektif jika dilakukan pelebaran. Artinya semakin lebar median jalan, maka semakin luas potensi RTH dapat dibangun, dan tentunya diharapkan akan lebih optimal fungsi RTH kota. Namun penulis memaklumi tidak dilakukannya pelebaran median, dengan alasan menyempitnya jalan akibat pelebaran median tentunya menjadi persoalan utama dalam mengatasi aksesbilitas pengguna jalan.
Median jalan dapat dioptimalkan sebagai lahan RTH dengan melakukan penanaman vegetasi di semua lahan median jalan. Median jalan yang diperkeras dengan elemen non tanaman tidak akan memberikan sumbangan terhadap optimalisasi ruang terbuka hijau kota (RTHK), malah akan menyumbang kenaikan suhu udara terhadap lingkungan sekitar.
Minimal tanaman jenis rumput-rumputan akan memberikan pandangan landsekap yang nyaman dan hijau. Apalagi jika vegetasi yang ditanam ditata, baik dari segi jenis, corak tajuk, warna serta bentuk vegetasi. Menurut penulis, penanaman vegetasi yang memiliki corak dan warna selain hijau malah memberikan view yang “menyilaukan” mata. Ini terlihat dari beberapa jenis tanaman yang ada di median jalan Kota Banjarbaru seperti tanaman Bayam Merah yang memiliki warna merah menyala. Alih-alih untuk memperindah kota, bahkan nampak kelam dalam pandangan pengguna jalan. Disarankan untuk vegetasi yang digunakan pada median jalan bersifat tahan terhadap tanah dan udara tercemar. Selain itu juga bersifat tahan terhadap kerusakan (luka) akibat gesekan atau akibat tangan jahil manusia.
Banyak manfaat dapat dirasakan oleh warga kota jika pada median jalan menjadi lebih hijau. Ruang terbuka hijau kota (RTHK) saat ini merupakan salah satu kebutuhan warga kota. Jadi bukan hanya sebagai pelengkap (asesoris) kota untuk keindahan atau seni. Warga Kota Banjarbaru yang merupakan kota terbesar kedua di propinsi ini tentunya ingin merasakan jalanan yang segar tanpa polusi udara, lingkungan yang asri serta suasana alam yang betul-betul fresh.
Secara ekologis, adanya vegetasi akan menciptakan iklim mikro yang akan mengurangi kenaikan suhu udara, kelembaban udara serta menghasilkan udara bersih yang sangat diperlukan dalam meningkatkan kualitas hidup warga kota. Selain itu, beberapa jenis vegetasi dapat menyerap zat-zat pencemar udara dan meredam kebisingan suara. Secara estetika, median jalan yang hijau memberikan view yang nyaman dinikmati. Namun juga harus diperhatikan aturan-aturan tata jalan agar median jalan tidak menghalangi pandangan pengguna jalan. Secara psikologis, pengguna jalan akan merasa nyaman dan rileks selama di jalan. Selain pandangan, kadang-kadang aroma tanaman akan menciptakan kesan nyaman dan fresh, bahkan mungkin dapat menurunkan kadar tekanan stres yang dirasakan akibat rutinitas.
Terlepas dari semuanya, median jalan di Kota Banjarbaru diharapkan akan menjadi lebih hijau dan lebih asri. Tentunya ini sudah disesuaikan dengan rencana tata kota yang telah ditetapkan.
Friday, November 13, 2009
Wisata Hati : Makam Sunan Drajat
Perjalanan kami lanjutkan ke Kabupaten Lamongan, yaitu menuju Makam Sunan Drajat yang ada di Kecamatan Paciran. Dari Tuban, kami menumpang sebuah angkutan umum berupa minibus yang menuju ke arah Paciran, Lamongan. Perjalanan dilakukan dengan menyusuri pantai utara daerah Tuban, rata-rata perkampungan yang kami lalui adalah perkampungan nelayan dan mungkin hampir mayoritas penduduknya adalah beragama Islam, ini dilihat dari banyaknya masjid dan mushalla yang kami lalui. Menurut sejarah, daerah pantai utara memang merupakan derah pertama yang didatangi para pendakwah Islam. Sehingga suasana agamis terasa sekali disepanjang perjalanan kami menuju Paciran.
Ketika sampai dipertigaan Kecamatan Paciran, ternyata lokasi Makam Sunan Drajat berada di arah selatan sekitar satu kilometer dari pantai. Menurut petunjuk sopir, kami harus berjalan kaki ke lokasi makam, karena tidak ada angkutan umum yang masuk ke sana. Namun dengan kebaikan hati sopir, kami diantar sampai pintu gerbang lokasi makam. Suasana makam sangat ramai oleh pengunjung, mungkin karena waktu sudah hampir sore dan para peziarah bersiap-siap untuk pulang.
Melihat waktu yang sudah sore, kami bergegas untuk melakukan doa dan tahlil di makam Sunan Drajat. Seperti lokasi makam-makam yang lainnya, disekitar lokasi makam, banyak para pedagang menjual berbagai macam souvenir dan makanan. Namun para pedagang lebih banyak berjualan di lokasi pintu keluar makam, sedangkan di pintu masuk cukup sepi, sehingga para pengunjung tidak terlalu berjejal.
Pada lokasi makam Sunan Drajat, juga terdapat ratusan makam lainnya, namun hanya makam Sunan Drajat yang diberi bangunan kubah atau cungkup. Kubah Makam Sunan Drajat hampir sama seperti kubah Sunan Giri, berbentuk segi empat dengan atap yang sangat rendah. Penulis tidak sempat untuk masuk ke dalam kubah, karena banyaknya peziarah yang sudah duduk mengelilingi kubah.
Lokasi makam Sunan Drajat berada di perbukitan yang tinggi, di dalam lokasi juga terdapat sebuah masjid yang sederhana dan tidak begitu besar. Selain itu, juga terdapat museum yang menyimpang beberapa peninggalan Sunan Drajat dan benda-benda yang di pakai masa itu. Diantaranya adalah bedug yang masih bagus, beberapa sisa serpihan bangunan masjid, beberapa alat dakwah Sunan Drajat seperti gamelan, alat-alat yang dipakai sehari-hari seperti lampu, kursi, dan lain-lain. Melihat-lihat isi musium ternyata cukup mengasyikkan, karena disertai dengan ilustrasi pada barang-barang tersebut.
Tanpa terasa waktu tenyata berlalu begitu cepat, kami pun harus cepat-cepat keluar dari musium Sunan Drajat. Setelah bertanya sana-sini, akhirnya kami hanya dapat berjalan kaki ke arah utara menuju pertigaan Paciran, karena tidak ada angkutan umum yang menuju ke arah yang sama. Sesampainya di pertigaan Paciran, kami harus menunggu angkutan menuju Surabaya, yang menurut informasi setempat ada bis yang melayani Paciran-Bungurasih. Setelah menunggu lumayan lama, akhirnya sebuah bis kecil datang untuk membawa kami menuju Surabaya. Sambil melepas lelah di bis, penulis merenungkan perjalanan dua hari yang cukup melelahkan, namun hati telah terpuaskan dengan telah berziarah ke makam-makam para Wali Allah, yang jarang-jarang bisa dilakukan oleh orang-orang khususnya penulis yang berasal dari Kalimantan. Mudahan di lain waktu dapat datang kembali, ataupun menyambung ziarah ke Jawa Tengah dan Jawa Barat. Mudah-mudahan.
Al Qur’an ini dibuat pada zaman Sunan Drajat sekitar abad ke-16, yang ditulis dengan tulisan tangan, terbuat dari kulit domba dan serat tumbuh-tumbuhan.
Jadhug atau Cuplik atau lampu yang dipakai untuk mengaji Sunan Drajat.
Kitab Layang Ambiya, yaitu kitab yang berisi sejarah dan hikayat 25 rasul dan nabi. Terbuat dari kulit dan daun lontar.
Sisa-sisa perangkat Gamelan Singo Mengkok yang dipakai Sunan Drajat dalam berdakwah, yaitu melalui tembang-tembang pangkur yang diciptakan oleh beliau.
Wednesday, November 11, 2009
Kisi-Kisi Ujian Nasional Mata Pelajaran Kimia SMA/MA Tahun Pelajaran 2009/2010
Lampiran Permendiknas No. 75 Tahun 2009
1. Menganalisis struktur atom, sistem periodik unsur dan ikatan kimia untuk menentukan sifat-sifat unsur dan senyawa.
a. Mendeskripsikan notasi unsur dan kaitannya dengan konfigurasi elektron serta jenis ikatan kimia yang dapat dihasilkannya
b. Memprediksi letak unsur dalam tabel periodik
c. Memprediksi jenis ikatan kimia/jenis interaksi molekuler
2. Menerapkan hukum-hukum dasar kimia untuk memecahkan masalah dalam perhitungan kimia.
a. Menyelesaikan perhitungan kimia yang berkaitan dengan hukum dasar kimia
b. Menganalisis persamaan reaksi kimia
3. Menjelaskan sifat-sifat larutan, metode pengukuran dan terapannya.
a. Menganalisis data daya hantar listrik beberapa larutan
b. Mendeskripsikan konsep pH larutan
c. Menghitung konsentrasi asam/basa pada proses titrasi asam basa
d. Menganalisis sifat larutan penyangga
e. Menghitung pH larutan garam yang terhidrolisis
f. Menyimpulkan terbentuknya endapan/larutan dari data Ksp
g. Menyimpulkan sifat koligatif larutan berdasarkan data
h. Menganalisis diagram PT yang berkaitan dengan sifat koligatif larutan
i. Menyimpulkan penerapan sifat koloid di dalam kehidupan sehari-hari
4. Memahami senyawa organik, gugus fungsi dan reaksinya, benzena dan turunannya, makromolekul serta lemak.
a. Menyimpulkan penerapan konsep minyak bumi yang berkaitan dengan efisiensi BBM
b. Mendeskripsikan senyawa turunan alkana
c. Mengidentifikasi senyawa benzena dan turunannya
d. Menganalisa data yang berhubungan dengan polimer
e. Mendeskripsikan makromolekul
5. Menentukan perubahan energi dalam reaksi kimia, cara pengukuran dan perhitungannya.
a. Menyimpulkan peristiwa eksoterm/endoterm pada peristiwa termokimia
b. Menentukan kalor reaksi
6. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang memengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri.
a. Menghitung laju reaksi berdasarkan data eksperimen
b. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
c. Menganalisis pergeseran kesetimbangan
d. Menghitung harga Kc/Kp
7. Memahami reaksi oksidasi-reduksi dan sel elektrokimia serta penerapannya dalam teknologi dan kehidupan sehari-hari.
a. Mendeskripsikan persamaan reaksi redoks
b. Mendeskripsikan diagram sel volta
c. Menerapkan hukum Faraday
d. Mendeskripsikan fenomena korosi
8. Memahami karakteristik unsur-unsur penting, terdapatnya di alam, pembuatan dan kegunaanya
a. Mendeskripsikan mineral suatu unsur
b. Mendeskripsikan sifat unsur golongan tertentu
c. Mendeskripsikan cara memperoleh unsur dan kegunaannya
1. Menganalisis struktur atom, sistem periodik unsur dan ikatan kimia untuk menentukan sifat-sifat unsur dan senyawa.
a. Mendeskripsikan notasi unsur dan kaitannya dengan konfigurasi elektron serta jenis ikatan kimia yang dapat dihasilkannya
b. Memprediksi letak unsur dalam tabel periodik
c. Memprediksi jenis ikatan kimia/jenis interaksi molekuler
2. Menerapkan hukum-hukum dasar kimia untuk memecahkan masalah dalam perhitungan kimia.
a. Menyelesaikan perhitungan kimia yang berkaitan dengan hukum dasar kimia
b. Menganalisis persamaan reaksi kimia
3. Menjelaskan sifat-sifat larutan, metode pengukuran dan terapannya.
a. Menganalisis data daya hantar listrik beberapa larutan
b. Mendeskripsikan konsep pH larutan
c. Menghitung konsentrasi asam/basa pada proses titrasi asam basa
d. Menganalisis sifat larutan penyangga
e. Menghitung pH larutan garam yang terhidrolisis
f. Menyimpulkan terbentuknya endapan/larutan dari data Ksp
g. Menyimpulkan sifat koligatif larutan berdasarkan data
h. Menganalisis diagram PT yang berkaitan dengan sifat koligatif larutan
i. Menyimpulkan penerapan sifat koloid di dalam kehidupan sehari-hari
4. Memahami senyawa organik, gugus fungsi dan reaksinya, benzena dan turunannya, makromolekul serta lemak.
a. Menyimpulkan penerapan konsep minyak bumi yang berkaitan dengan efisiensi BBM
b. Mendeskripsikan senyawa turunan alkana
c. Mengidentifikasi senyawa benzena dan turunannya
d. Menganalisa data yang berhubungan dengan polimer
e. Mendeskripsikan makromolekul
5. Menentukan perubahan energi dalam reaksi kimia, cara pengukuran dan perhitungannya.
a. Menyimpulkan peristiwa eksoterm/endoterm pada peristiwa termokimia
b. Menentukan kalor reaksi
6. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang memengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri.
a. Menghitung laju reaksi berdasarkan data eksperimen
b. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
c. Menganalisis pergeseran kesetimbangan
d. Menghitung harga Kc/Kp
7. Memahami reaksi oksidasi-reduksi dan sel elektrokimia serta penerapannya dalam teknologi dan kehidupan sehari-hari.
a. Mendeskripsikan persamaan reaksi redoks
b. Mendeskripsikan diagram sel volta
c. Menerapkan hukum Faraday
d. Mendeskripsikan fenomena korosi
8. Memahami karakteristik unsur-unsur penting, terdapatnya di alam, pembuatan dan kegunaanya
a. Mendeskripsikan mineral suatu unsur
b. Mendeskripsikan sifat unsur golongan tertentu
c. Mendeskripsikan cara memperoleh unsur dan kegunaannya
Friday, November 6, 2009
PERSEPSI SISWA DAN GURU SMA TERHADAP PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA PEMBELAJARAN IPA DI KOTA BANJARBARU
Ilham Alfian Nor
Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, 2009
Abstrak
Ruang terbuka hijau (RTH) sekolah merupakan salah satu komponen fisik pada sekolah yang dapat berfungsi sebagai sumber belajar. Dalam proses pembelajaran mata pelajaran IPA (fisika, biologi, kimia) diperlukan sumber belajar yang dapat memberikan pengalaman nyata dalam penguasaan kompetensi. RTH sekolah memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber belajar pada pembelajaran IPA. Dalam proses pembelajaran, persepsi guru dan siswa berperan penting untuk memakai dan menggunakan sumber belajar sebagai salah satu komponen pembelajaran.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa dan guru terhadap penggunaan RTH sekolah sebagai sumber belajar, dan mengetahui tingkat kepuasan siswa dan guru dalam penggunaan RTH sekolah sebagai sumber belajar, serta menganalisisnya untuk mengetahui strategi pengembangan RTH sekolah yang dapat diterapkan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif untuk mengetahui persepsi siswa dan guru, metode evaluatif dengan IPA (Important and Performance Analysis) untuk mengetahui tingkat kepuasan siswa dan guru dalam penggunaan RTH sekolah sebagai sumber belajar, serta analisis pengembangan dengan AHP (Analytic Hierachy Process) untuk menyusun strategi pengembangan dalam peningkatan fungsi RTH sekolah sebagai sumber belajar.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa persepsi siswa dan guru terhadap kompetensi dan kreativitas guru tergolong positif dengan nilai mean berturut-turut 3,422 dan 3,762. Persepsi siswa dan guru tentang minat dan motivasi siswa, juga tergolong positif dengan nilai mean berturut-turut 3,375 dan 3,574. Persepsi siswa tentang karakteristik RTH sekolah tergolong positif dengan nilai mean sebesar 3,432, sedangkan guru mempersepsikannya negatif dengan nilai mean 3,400. Persepsi siswa dan guru tentang program sekolah tergolong negatif dengan nilai mean berturut-turut 3,207 dan 3,244, dan persepsi siswa dan guru tentang proses pembelajaran di RTH tergolong negatif dengan mean berturut-turut 3,129 dan 3,286. Dari analisis tingkat kepuasan dan harapan (IPA), menurut siswa variabel komponen RTH, sarana RTH, minat dan motivasi siswa, pembelajaran kontekstual, kenyamanan RTH, dan daya serap siswa, sudah memberikan kepuasan namun perlu ditingkatkan lagi. Sedangkan menurut guru, variabel motivasi dan kreativitas guru merupakan variabel yang penting namun masih belum memuaskan, sehingga perlu diprioritaskan untk ditingkatkan. Dari hasil analisis AHP dihasilkan prioritas strategi pengembangan RTH sekolah sebagai sumber belajar yaitu 1) penataan komponen RTH; 2) meningkatkan kenyamanan RTH; 3) membangun sarana RTH; 4) meningkatkan motivasi dan kreativitas guru; 5) mengembangkan silabus; 6) meningkatkan minat dan motivasi siswa; 7) mengupayakan bantuan pihak luar.
Kata kunci : persepsi siswa dan guru, ruang terbuka hijau, sumber belajar
Wednesday, November 4, 2009
Monday, October 26, 2009
Hutan Kota Banjarbaru
Hutan kota yang dimaksud dalam studi ini adalah Hutan Mentaos 1 yang memiliki luas 22.111 m2 (2,2111 hektar) dan Hutan Mentaos 2 dengan luas 231.473 m2 (23,1473 hektar). Luas ini sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tentang Hutan Kota yang menyatakan luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar. Berdasarkan proses terbentuknya Hutan Mentaos 1 dan Hutan Mentaos 2 merupakan hutan buatan, hal ini ditandai dengan dominasi pohon pinus yang memiliki umur yang sama. Hutan kota buatan biasanya memiliki umur dan jenis yang sama (Fandelli dk, 2004). Berdasarkan bentuk yang dikaitkan dengan luas lahan Hutan Mentaos 1 dan Hutan Mentaos 2 adalah hutan kota berbentuk tegakan hutan kompak yang ditandai dengan luas lahan pada kategori sedang hingga luas. Tipe hutan kota bergantung pada tata guna lahan tempat hutan kota berada. Berkaitan dengan tataguna lahannya hutan dalam studi ini adalah tipe rekreasi . Berdasarkan strukturnya Hutan Mentaos 1 dan Hutan Mentaos 2 masuk dalam klasifikasi hutan kota berstruktur banyak, hal ini ditandai selain terdiri atas pepohonan dan rumput juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan, dengan strata dan komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh- tumbuhan hutan alam. (Irwan, 1998). Berdasarkan asal pohon yang mendominasi hutan kota dalam studi ini termasuk dalam klasifikasi exote, yaitu pohon didatangkan dari luar. Pohon pinus merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah subtropis. Pada mulanya Hutan Mentaos 1 maupun Hutan Mentaos 2 merupakan tanah negara yang digunakan untuk Kwerkery (persemaian). Berdasarkan komposisi jenis pohon pada mulanya hanya tersusun oleh satu jenis pohon saja, yaitu pinus. Pada perkembangannya jenis tanaman bertambah, menurut penuturan warga setempat hal ini akibat persebaran tanaman dari luar hutan kota yang dibawa oleh berbagai binatang melata semisal musang dan burung dan juga terbawa oleh manusia melalui pembuangan sampah dan pananaman dengan sengaja oleh dinas kehutanan. Terdapat flora yang merupakan tumbuhan asli daerah dan merupakan tumbuhan obat yang populer, yaitu pasak bumi. Dengan demikian hutan kota dalam studi ini dapat dipergunakan sebagai suatu langkah dalam upaya konservasi flora (ex situ conversation). Sampai dengan studi ini dilakukan terdapat lebih dari 119 jenis tanaman ada di dalam Hutan Mentaos I dan Hutan Mentaos 2.
Semakin beragamnya jenis tanaman dan bertambah rimbunnya pepohonan menyebabkan datangnya berbagai binatang baik untuk mencari makan, berlindung, maupun untuk berkembangbiak. Tercatat lebih dari 33 binatang yang berada di Hutan Mentaos 1 maupun Hutan Mentaos 2.
Penulis : Imam Almadi, 2009
Guru SMAN 1 Banjarbaru
Semakin beragamnya jenis tanaman dan bertambah rimbunnya pepohonan menyebabkan datangnya berbagai binatang baik untuk mencari makan, berlindung, maupun untuk berkembangbiak. Tercatat lebih dari 33 binatang yang berada di Hutan Mentaos 1 maupun Hutan Mentaos 2.
Penulis : Imam Almadi, 2009
Guru SMAN 1 Banjarbaru
Sunday, August 30, 2009
Wisata Hati (4) : Makam Sunan Bonang
Perjalanan berikutnya yaitu dengan tujuan makam Sunan Bonang yang ada di Tuban, kemudian nanti dilanjutkan ke makam Sunan Drajat yang ada di Lamongan.
Setelah beristirahat satu malam di Sidoarjo, kami melanjutkan perjalanan dengan start di Terminal Purabaya Bungurasih, Surabaya. Karena perjalanan menuju Tuban cukup jauh, lebih dari 100 km, kami memutuskan untuk menggunakan bis PATAS yang cukup nyaman. Dan memamg betul, ketika masuk ke bis PATAS suasana nyaman memang terasa, dengan kursi empuk yang bisa di gerakkan sandarannya, udara panas di terminal pun langsung terasa dingin ketika masuk bis, karena full AC, belum lagi ada fasilitas kamar kecil di bagian belakang bis. Pokoknya mirip di pesawat, hanya tentunya tidak bisa terbang.
Perjalanan menuju Tuban dilalui dengan semangat baru, stamina segar dan udara yang cerah. Di sepanjang jalan selepas dari Surabaya, kami disuguhi pemandangan pedesaan yang sangat alami, dengan hamparan sawah dan tambak masyarakat di daerah Lamongan. Sesekali nampak lahan pembuatan garam yang bagi penulis merupakan hal pertama yang pernah melihat lahan pembautan garam. Air laut dipompa menggunakan kincir angin untuk dimasukkan ke lahan (termasuk penggunaan energi tanpa BBM), kemudian dialirkan ke petak-petak lahan yang kemungkinan selanjutnya diuapkan dengan sinar matahari. Terlihat beberapa petani menggunakan alat yang mirip penggerus yang didorong, mungkin alat pengumpul kristal garam hasil sisa pengauapan air laut. Namun yang sempat penulis pikirkan, bagaimana petani tersebut mengumpulkan garam tanpa mengikis tanah yang ada dibagian bawahnya. Perlu keahlian tersendiri mungkin untuk hanya mengumpulkan garam tanpa mengikis tanah.
Selain lahan pembuatan garam, hampir di sepanjang jalan, terdapat kolam-kolam tambak masyarakat yang rata-rata sangat luas. Menurut penumpang bis yang mengetahui, tambak-tambak tersebut merupakan peternakan bandeng yang sangat terkenal di Lamongan.
Memasuki daerah Tuban, ada hal yang menarik yaitu banyaknya tumbuhan yang mirip dengan tanaman palem atau bahkan mirip tanaman korma. Kira-kira tanaman ini berjenis monokotil, dengan akar serabut, batang lurus, daunnya menjari, dan buahnya bersabut. Rata-rata sangat tinggi seperti pohon kelapa yang sudah belasan tahun. Penulis mendapat informasi, tanaman tersebut tenyata yang disebut dengan lontar. Padahal sejak kecil, penulis beranggapan tanaman lontar itu seperti tanaman jati yang daunnya lebar-lebar.
Memasuki kota Tuban, banyak di pinggir jalan dijual buah lontar yang di daerah tersebut dinamakan biuah Siwalan. Besarnya seperti mangga bewarna coklat kehijauan dan bersabut. Sedangkan daging di dalam bewarna putih, sayang penuling tidak sempat mencicipi buah tersebut. Ternyata tangkain buah siwalan ini juga dapat di potong dan mengeluarkan sejenis air nira yang kemudian juga dapat diminum. Entah bagaimana rasanya air nira siwalan, mungkin juga manis seperti air nira kebanyakan. Warnanya putih seperti daging buahnya, tidak kecoklatan seperti air nira.
Tidak terasa, kami diturunkan oleh kondektur di Kota Tuban. Kami disarankan untuk berjalan ke arah utara untuk menuju lokasi makam Sunan Bonang. Ketika kami menyusuri jalan di kota Tuban, ada hal unik tentang kota ini. Di sepanjang jalan menuju lokasi makam, jalan dipenuhi dengan becak yang terus sambung-menyambung hilir mudik mengantar penumpang. Awalnya kami anggap pemandangan biasa, namun ternyata becak-becak ini memang khusus mengantar para peziarah yang menggunakan bis yang parkir sekitar 300 m dari lokasi makam. Saking banyaknya, ketika menunggu penumpang, becak ini bisa antri sampai 50 m lebih dengan dua lajur. Namun yang patut dipuji adalah tidak terlihat adanya rebutan penumpang antar penarik becak, nampaknya sudah ada kesepakatan antar penarik becak tentang pembagian rezeki diantara mereka.
Lokasi makam Sunan Bonang tepat berada di tengah-tengah kota, yaitu sebelah barat alun-alun dan masjid raya, sekitar 100 meter dari pantai utara. Jalan masuk menuju lokasi makam adalah pasar souvenir dan jajanan khas Tuban. Sempat ada kejadian kecil ketika kami saat ada di pasar tersebut, beberapa petugas satpol PP berupaya menertibkan pedagang-pedagang yang dianggap menggangu lalu lintas, beberapa pedagang sempat melarikan dagangannya namun satu orang akhirnya diangkut petugas entah dibawa kemana.
Memasuki makam Sunan Bonang, kami melalui 3 pintu gerbang yang memiliki sekat-sekat dengan sekat terdalam adalah makam Sunan Bonang dan beberapa makam lainnya. Makam Sunan Bonang berbentuk kubah dengan bangunan cumgkup beratap rendah. Penulis tidak dapat mendekat lebih dekat, karena telah lebih banyak peziarah yang masuk ke kubah dan duduk mengelilingi kubah. Dengan mengambil lokasi agak kosong, kami duduk dengan alas plastik dan membaca tahlil dan doa.
Selesai berziarah kami keluar dari lokasi makam, namun ternyata di jalan keluar, ternyata sama dengan jalan masuk sehingga arus peziarah yang ingin pulang bertemu dengan yang ingin masuk sehingga sempat terjadi saling dorong. Mungkin ini perlu dipikirkan pihak pengelola, agar membuat jalan yang berbeda sehingga arus keluar dan masuk tidak bertemu. Selain itu, adanya pedagang yang melimpah sampai masuk ke lokasi makam, tentunya mengganggu pemandangan serta kenyamanan bagi peziarah, padahal jelas-jelas telah terpampang tulisan DILARANG BERJUALAN DISIN, namun petugas keamanan dan petugas lainnya terkesan tidak bisa menertibkan pedagang.
Di Masjid Sunan Bonang, kami sempatkan sholat Dzuhur, karena bertepatan dengan waktunya sholat. Masjid Sunan Bonang dibangun sangat megah, mungkin karena masjid ini adalah masjid raya Kota Tuban, sehingga dana pembangunannya dapat ditanggung oleh pemerintah daerah setempat.
Setelah beristirahat satu malam di Sidoarjo, kami melanjutkan perjalanan dengan start di Terminal Purabaya Bungurasih, Surabaya. Karena perjalanan menuju Tuban cukup jauh, lebih dari 100 km, kami memutuskan untuk menggunakan bis PATAS yang cukup nyaman. Dan memamg betul, ketika masuk ke bis PATAS suasana nyaman memang terasa, dengan kursi empuk yang bisa di gerakkan sandarannya, udara panas di terminal pun langsung terasa dingin ketika masuk bis, karena full AC, belum lagi ada fasilitas kamar kecil di bagian belakang bis. Pokoknya mirip di pesawat, hanya tentunya tidak bisa terbang.
Perjalanan menuju Tuban dilalui dengan semangat baru, stamina segar dan udara yang cerah. Di sepanjang jalan selepas dari Surabaya, kami disuguhi pemandangan pedesaan yang sangat alami, dengan hamparan sawah dan tambak masyarakat di daerah Lamongan. Sesekali nampak lahan pembuatan garam yang bagi penulis merupakan hal pertama yang pernah melihat lahan pembautan garam. Air laut dipompa menggunakan kincir angin untuk dimasukkan ke lahan (termasuk penggunaan energi tanpa BBM), kemudian dialirkan ke petak-petak lahan yang kemungkinan selanjutnya diuapkan dengan sinar matahari. Terlihat beberapa petani menggunakan alat yang mirip penggerus yang didorong, mungkin alat pengumpul kristal garam hasil sisa pengauapan air laut. Namun yang sempat penulis pikirkan, bagaimana petani tersebut mengumpulkan garam tanpa mengikis tanah yang ada dibagian bawahnya. Perlu keahlian tersendiri mungkin untuk hanya mengumpulkan garam tanpa mengikis tanah.
Selain lahan pembuatan garam, hampir di sepanjang jalan, terdapat kolam-kolam tambak masyarakat yang rata-rata sangat luas. Menurut penumpang bis yang mengetahui, tambak-tambak tersebut merupakan peternakan bandeng yang sangat terkenal di Lamongan.
Memasuki daerah Tuban, ada hal yang menarik yaitu banyaknya tumbuhan yang mirip dengan tanaman palem atau bahkan mirip tanaman korma. Kira-kira tanaman ini berjenis monokotil, dengan akar serabut, batang lurus, daunnya menjari, dan buahnya bersabut. Rata-rata sangat tinggi seperti pohon kelapa yang sudah belasan tahun. Penulis mendapat informasi, tanaman tersebut tenyata yang disebut dengan lontar. Padahal sejak kecil, penulis beranggapan tanaman lontar itu seperti tanaman jati yang daunnya lebar-lebar.
Memasuki kota Tuban, banyak di pinggir jalan dijual buah lontar yang di daerah tersebut dinamakan biuah Siwalan. Besarnya seperti mangga bewarna coklat kehijauan dan bersabut. Sedangkan daging di dalam bewarna putih, sayang penuling tidak sempat mencicipi buah tersebut. Ternyata tangkain buah siwalan ini juga dapat di potong dan mengeluarkan sejenis air nira yang kemudian juga dapat diminum. Entah bagaimana rasanya air nira siwalan, mungkin juga manis seperti air nira kebanyakan. Warnanya putih seperti daging buahnya, tidak kecoklatan seperti air nira.
Tidak terasa, kami diturunkan oleh kondektur di Kota Tuban. Kami disarankan untuk berjalan ke arah utara untuk menuju lokasi makam Sunan Bonang. Ketika kami menyusuri jalan di kota Tuban, ada hal unik tentang kota ini. Di sepanjang jalan menuju lokasi makam, jalan dipenuhi dengan becak yang terus sambung-menyambung hilir mudik mengantar penumpang. Awalnya kami anggap pemandangan biasa, namun ternyata becak-becak ini memang khusus mengantar para peziarah yang menggunakan bis yang parkir sekitar 300 m dari lokasi makam. Saking banyaknya, ketika menunggu penumpang, becak ini bisa antri sampai 50 m lebih dengan dua lajur. Namun yang patut dipuji adalah tidak terlihat adanya rebutan penumpang antar penarik becak, nampaknya sudah ada kesepakatan antar penarik becak tentang pembagian rezeki diantara mereka.
Lokasi makam Sunan Bonang tepat berada di tengah-tengah kota, yaitu sebelah barat alun-alun dan masjid raya, sekitar 100 meter dari pantai utara. Jalan masuk menuju lokasi makam adalah pasar souvenir dan jajanan khas Tuban. Sempat ada kejadian kecil ketika kami saat ada di pasar tersebut, beberapa petugas satpol PP berupaya menertibkan pedagang-pedagang yang dianggap menggangu lalu lintas, beberapa pedagang sempat melarikan dagangannya namun satu orang akhirnya diangkut petugas entah dibawa kemana.
Memasuki makam Sunan Bonang, kami melalui 3 pintu gerbang yang memiliki sekat-sekat dengan sekat terdalam adalah makam Sunan Bonang dan beberapa makam lainnya. Makam Sunan Bonang berbentuk kubah dengan bangunan cumgkup beratap rendah. Penulis tidak dapat mendekat lebih dekat, karena telah lebih banyak peziarah yang masuk ke kubah dan duduk mengelilingi kubah. Dengan mengambil lokasi agak kosong, kami duduk dengan alas plastik dan membaca tahlil dan doa.
Selesai berziarah kami keluar dari lokasi makam, namun ternyata di jalan keluar, ternyata sama dengan jalan masuk sehingga arus peziarah yang ingin pulang bertemu dengan yang ingin masuk sehingga sempat terjadi saling dorong. Mungkin ini perlu dipikirkan pihak pengelola, agar membuat jalan yang berbeda sehingga arus keluar dan masuk tidak bertemu. Selain itu, adanya pedagang yang melimpah sampai masuk ke lokasi makam, tentunya mengganggu pemandangan serta kenyamanan bagi peziarah, padahal jelas-jelas telah terpampang tulisan DILARANG BERJUALAN DISIN, namun petugas keamanan dan petugas lainnya terkesan tidak bisa menertibkan pedagang.
Di Masjid Sunan Bonang, kami sempatkan sholat Dzuhur, karena bertepatan dengan waktunya sholat. Masjid Sunan Bonang dibangun sangat megah, mungkin karena masjid ini adalah masjid raya Kota Tuban, sehingga dana pembangunannya dapat ditanggung oleh pemerintah daerah setempat.
Thursday, August 20, 2009
Wisata Hati (3) : Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim
Di Kota Gresik terdapat dua makam Wali Allah, yaitu makam Sunan Giri dan makam Syeh Maulana Malik Ibrahim. Menurut riwayat, Syeh Maulana Malik Ibrahim atau yang dikenal dengan Sunan Gresik merupakan wali yang paling terdahulu menyebarkan Agama Islam di Jawa Timur. Seperti yang ditulis oleh azzahraku.multiply.com, bahwa pada nisan Syeh Maulana Malik Ibrahim tertulis tahun wafat beliau yaitu 12 Rabiul Awwal 822 H atau 10 April 1419 M. Sedangkan Sunan Ampel diduga wafat setelahnya yaitu tahun 1467.
Dari lokasi makam Sunan Giri menuju makam Syeh Maulana Malik Ibrahim dapat ditempuh dengan angkot. Sewaktu kita keluar dari makam Sunan Giri sebenarnya banyak ojek dan dokar yang menawarkan untuk mengantar ke makam Syeh Maulana Malik Ibrahim, tentunya dengan tarif yang berbeda dibanding dengan angkot.
Makam Syeh Maulana Malik Ibrahim terletak di sebelah timur makam Sunan Giri. Jaraknya tidaklah terlalu jauh, kira-kira tidak sampai 5 km. Lokasi makam Syeh Maulana Malik Ibrahim terletak di tengah-tengah kota Gresik, bersebelahan dengan lokasi makam pahlawan. Sebelum memasuki lokasi makam, kita akan memasuki pasar souvenir dan jajanan seperti di lokasi makam Sunan Ampel dan Sunan Giri. Namun pasar di sini terlihat lebih kecil dan sedikit, dan areal makam pun juga lebih kecil, mungkin hanya puluhan makam saja yang ada.
Di lokasi makam terdapat Masjid Syeh Maulana Malik Ibrahim dan di sebelah utara masjid terdapat kubah atau cungkup yang merupakan kubah Syeh Maulana Malik Ibrahim. Ketika penulis memasuki kubah, ternyata sudah banyak peziarah yang berdoa dan bertahlil, yang rata-ata berkelompok atau rombongan. Penulis berupaya untuk mendapat posisi paling dekat dengan makam. Makam Syeh Maulana Malik Ibrahim dapat terlihat dengan jelas, terdapat tiga batu nisan yang berdampingan dan berada lebih rendah dari permukaaan tanah. Tidak jelas yang mana makam Syeh Maulana Malik Ibrahim, namun tentunya tiga makam ini merupakan makam Wali-wali Allah. Ketiga makam diberi pagar besi yang cukup tinggi. Setelah selesai bertahlil dan berdoa, penulis segera mengundurkan diri dan keluar dari kubah, untuk memberikan kesempatan kepada beberapa peziarah yang belum masuk ke dalam kubah.
Wednesday, August 19, 2009
Sumber Belajar
Oleh : Ilham Alfian Nor (2009)
Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang sumber belajar, dimulai oleh Edgar Dale (1969) seorang ahli pendidikan mengemukakan sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar seseorang. Sedangkan definisi sumber belajar yang diberikan oleh Association for Education Communication Technology (AECT) adalah berbagai sumber baik itu berupa data, orang atau wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar baik yang digunakan secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Kedua pengertian tersebut menunjukkan bahwa pada hakikatnya sumber belajar begitu luas dan kompleks, lebih dari sekedar media pembelajaran. Segala hal yang sekiranya diprediksikan akan mendukung dan dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pembelajaran dapat dipertimbangkan menjadi sumber belajar. Dengan pemahaman ini maka guru bukanlah satu-satunya sumber tetapi hanya salah satu saja dari sekian sumber belajar lainnya (As’ari : 2007).
Sumber belajar adalah bahan termasuk juga alat permainan untuk memberikan informasi maupun berbagai keterampilan kepada murid maupun guru (Sudono dalam Trimo : 2008). Hamalik dalam Trimo (2008), menyatakan bahwa sumber belajar adalah semua sumber yang dapat dipakai oleh siswa, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan siswa lainnya, untuk memudahkan belajar. Mudhofir dalam Trimo (2008), menyatakan bahwa yang termasuk sumber belajar adalah berbagai informasi, data-data ilmu pengetahuan, gagasan-gagasan manusia, baik dalam bentuk bahan-bahan tercetak (misalnya buku, brosur, pamlet, majalah, dan lain-lain) maupun dalam bentuk non cetak (misalnya film, kaset, video cassette, dan lain-lain).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan guru maupun siswa dalam mempelajari materi pelajaran, sehingga memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran tersebut (Trimo : 2008).
Lingkungan memang merupakan materi belajar yang sangat bermanfaat. Lingkungan dimana individu berada dapat dimanfaatkan sebagai sumber materi, baik materi yang terikat dengan kurikulum, maupun materi yang tidak mengikat namun dapat digunakan pada satu peristiwa belajar. Lingkungan belajar memang ada yang sengaja diciptakan, seperti museum, perpustakaan, dan sebagainya. Disamping itu, ada lingkungan alam dan kebendaan lain yang dimanfaatkan karena kebutuhan akan penyerapan materi tersebut. Lingkungan belajar tadi termasuk lingkungan belajar bersifat non manusia. Lingkungan yang dirancang sebagai sumber belajar misalnya museum dan perpustakaan (Prawiradilaga : 1999)
Ditinjau dari segi pendayagunaan, AECT membedakan sumber belajar menjadi dua macam yaitu:
1. Sumber belajar yang dirancang atau sengaja dibuat untuk digunakan dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sumber belajar yang dirancang tersebut dapat berupa buku teks, buku paket, slide, film, video dan sebagainya yang memang dirancang untuk membantu mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
2. Sumber belajar yang tidak dirancang atau tidak sengaja dibuat untuk membantu mencapai tujuan pembelajaran. Jenis ini banyak terdapat disekeliling kita dan jika suatu saat kita membutuhkan, maka kita tinggal memanfaatkannya. Contoh sumber belajar jenis ini adalah tokoh masyarakat, toko, pasar, museum.
Menurut As’ari (2007) sumber belajar terbagi menjadi enam jenis, yaitu 1) sumber berupa pesan; 2) manusia; 3) peralatan; 4) bahan; 5) teknik/metode; dan 6) lingkungan/setting.
Ada sejumlah pertimbangan yang harus diperhatikan, ketika akan memilih sumber belajar (As’ari : 2007), yaitu:
1. Bersifat ekonomis dan praktis (kesesuaian antara hasil dan biaya).
2. Praktis dan sederhana artinya mudah dalam pengaturannya.
3. Fleksibel dan luwes, maksudnya tidak kaku dalam perencanaan sekaligus pelaksanaannya.
4. Sumber sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan waktu yang tersedia.
5. Sumber sesuai dengan taraf berfikir dan kemampuan siswa.
6. Guru memiliki kemampuan dan terampil dalam pengelolaannya.
Beberapa sumber belajar yang dapat dimanfaatkan adalah :
1. Perpustakaan
2. Media Belajar/Alat Peraga
3. Majalah Dinding
4. Mengunjungi museum sesuai dengan materi (museum uang, museum sejarah atau museum hewan)
5. Study tour mengunjungi gedung geologi, lembaga pemasyarakatan atau lembaga pemerintahan
6. Mengunjungi tempat ibadah, pasar, mal (tempat belanja)
7. Mendatangkan tokoh untuk diskusi (polisi dan dokter membahas narkoba, anggota DPR membahas pemerintahan daerah dan lain-lain)
Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang sumber belajar, dimulai oleh Edgar Dale (1969) seorang ahli pendidikan mengemukakan sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar seseorang. Sedangkan definisi sumber belajar yang diberikan oleh Association for Education Communication Technology (AECT) adalah berbagai sumber baik itu berupa data, orang atau wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar baik yang digunakan secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Kedua pengertian tersebut menunjukkan bahwa pada hakikatnya sumber belajar begitu luas dan kompleks, lebih dari sekedar media pembelajaran. Segala hal yang sekiranya diprediksikan akan mendukung dan dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pembelajaran dapat dipertimbangkan menjadi sumber belajar. Dengan pemahaman ini maka guru bukanlah satu-satunya sumber tetapi hanya salah satu saja dari sekian sumber belajar lainnya (As’ari : 2007).
Sumber belajar adalah bahan termasuk juga alat permainan untuk memberikan informasi maupun berbagai keterampilan kepada murid maupun guru (Sudono dalam Trimo : 2008). Hamalik dalam Trimo (2008), menyatakan bahwa sumber belajar adalah semua sumber yang dapat dipakai oleh siswa, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan siswa lainnya, untuk memudahkan belajar. Mudhofir dalam Trimo (2008), menyatakan bahwa yang termasuk sumber belajar adalah berbagai informasi, data-data ilmu pengetahuan, gagasan-gagasan manusia, baik dalam bentuk bahan-bahan tercetak (misalnya buku, brosur, pamlet, majalah, dan lain-lain) maupun dalam bentuk non cetak (misalnya film, kaset, video cassette, dan lain-lain).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan guru maupun siswa dalam mempelajari materi pelajaran, sehingga memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran tersebut (Trimo : 2008).
Lingkungan memang merupakan materi belajar yang sangat bermanfaat. Lingkungan dimana individu berada dapat dimanfaatkan sebagai sumber materi, baik materi yang terikat dengan kurikulum, maupun materi yang tidak mengikat namun dapat digunakan pada satu peristiwa belajar. Lingkungan belajar memang ada yang sengaja diciptakan, seperti museum, perpustakaan, dan sebagainya. Disamping itu, ada lingkungan alam dan kebendaan lain yang dimanfaatkan karena kebutuhan akan penyerapan materi tersebut. Lingkungan belajar tadi termasuk lingkungan belajar bersifat non manusia. Lingkungan yang dirancang sebagai sumber belajar misalnya museum dan perpustakaan (Prawiradilaga : 1999)
Ditinjau dari segi pendayagunaan, AECT membedakan sumber belajar menjadi dua macam yaitu:
1. Sumber belajar yang dirancang atau sengaja dibuat untuk digunakan dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sumber belajar yang dirancang tersebut dapat berupa buku teks, buku paket, slide, film, video dan sebagainya yang memang dirancang untuk membantu mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
2. Sumber belajar yang tidak dirancang atau tidak sengaja dibuat untuk membantu mencapai tujuan pembelajaran. Jenis ini banyak terdapat disekeliling kita dan jika suatu saat kita membutuhkan, maka kita tinggal memanfaatkannya. Contoh sumber belajar jenis ini adalah tokoh masyarakat, toko, pasar, museum.
Menurut As’ari (2007) sumber belajar terbagi menjadi enam jenis, yaitu 1) sumber berupa pesan; 2) manusia; 3) peralatan; 4) bahan; 5) teknik/metode; dan 6) lingkungan/setting.
Ada sejumlah pertimbangan yang harus diperhatikan, ketika akan memilih sumber belajar (As’ari : 2007), yaitu:
1. Bersifat ekonomis dan praktis (kesesuaian antara hasil dan biaya).
2. Praktis dan sederhana artinya mudah dalam pengaturannya.
3. Fleksibel dan luwes, maksudnya tidak kaku dalam perencanaan sekaligus pelaksanaannya.
4. Sumber sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan waktu yang tersedia.
5. Sumber sesuai dengan taraf berfikir dan kemampuan siswa.
6. Guru memiliki kemampuan dan terampil dalam pengelolaannya.
Beberapa sumber belajar yang dapat dimanfaatkan adalah :
1. Perpustakaan
2. Media Belajar/Alat Peraga
3. Majalah Dinding
4. Mengunjungi museum sesuai dengan materi (museum uang, museum sejarah atau museum hewan)
5. Study tour mengunjungi gedung geologi, lembaga pemasyarakatan atau lembaga pemerintahan
6. Mengunjungi tempat ibadah, pasar, mal (tempat belanja)
7. Mendatangkan tokoh untuk diskusi (polisi dan dokter membahas narkoba, anggota DPR membahas pemerintahan daerah dan lain-lain)
Saturday, August 15, 2009
Selamatkan Hutan Kota Banjarmasin
Sekitar dua minggu yang lalu, saya berkesempatan mengunjungi Kota Banjarmasin yang merupakan kota terbesar di Kalimantan Selatan. Lumayan lama saya sebelumnya tidak ke Kota Banjarmasin, sehingga ada beberapa perubahan kecil yang nampak dalam penglihatan saya tentang perkembangan kota, khususnya dilihat dari ruang terbuka hijau (RTH).
Ruang Terbuka Hijau merupakan lahan tidak terbangun yang ditumbuhi oleh vegetasi (tanaman) hijau, baik yang dirawat maupun yang tumbuh liar.RTH Perkotaan berarti adalah RTH yang ada di wilayah kota, baik yang berbentuk memanjang atau mengelompok, sehingga dapat memberikan manfaat secara ekologis, sosial, dan keindahan. Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, luasan minimal RTH di perkotaan adalah 30% dari luas wilayah kota. Selain itu dijelaskan pula, bahwa ada dua jenis RTH yaitu RTH publik dan RTH privat.
Isu RTH perkotaan saat ini menjadi hangat diperbincangkan, menyusul semakin besarnya konversi lahan RTH di perkotaan menjadi lahan non RTH, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak pada penurunan kualitas lingkungan hidup pada masyarakat perkotaan. Demikian yang terjadi pada salah satu RTH yang ada di Kota Banjarmasin, yaitu hutan kota yang ada di lingkungan Masjid Sabilal Muhtadin.
Ketika penulis melintas tepat di muka masjid, ternyata di bagian bawah (tanah) hutan kota tersebut telah di paving (pengerasan) dengan batako. Mungkin maksud Pengurus Masjid adalah untuk memperluas masjid, agar dapat digunakan para muslim yang melakukan ibadah. Namun Pengurus Masjid tidak memperhitungkan dampak pengerasan tanah bagian bawah hutan kota ini, terutama pada dampak ekologis. Hilangnya rumput penutup lahan hutan kota, dapat menyebabkan erosi yang membahayakan bagi pohon-pohon. Belum lagi akan tercipta iklim mikro yang lebih panas, karena bahan batako akan meningkatkan suhu udara hutan kota. Karena tanaman rumput dan perdu hilang, maka akan terjadi pengurangan penyerap (adsorber) polutan dan bunyi (kebisingan). Hilangnya beberapa organisme yang hidup di ekosistem rumput dan perdu, juga merupakan pemusnahan organisme akibat berubahnya habitatnya. Tentunya ini memberikan dampak yang serius bagi kualitas lingkungan hidup di sekitar masjid.
Secara estetika, pemandangan batako dengan warna kusam juga menurunkan daya tarik keindahan bagi pemandangan hijau di hutan kota. Bagi pengunjung yang ingin menikmati hutan kota, secara fisik dan psikologis akan merasakan perubahan pada suasana hutan kota yang berubah menjadi lebih panas dan gerah, karena panas yang berasal dari matahari akan lebih banyak dipantulkan oleh permukaan batako. Sehingga akan terjadi peningkatan suhu udara dan penurunan kelembaban. Menurut beberapa pengamatan, bahan logam dan batuan memberikan peningkatan panas 1 – 2 oC terhadap udara disekelilingnya. Ini akan memberikan sumbangan pada pemanasan global yang diperkirakan akan mengalami kenaikan suhu permukaan bumi 0,6 – 0,7 oC setiap tahun.
Pada Kota Banjarmasin, sebagai kota dengan ketinggian sama dengan permukaan air laut, suhu udara di kota ini bisa mencapai 38 oC, sudah termasuk panas. Sangat ironis sekali, Kota banjarmasin dengan luas 72 km2, hanya memiliki satu hutan kota yaitu hutan kota Masjid Sabilal Muhtadin dengan luas 0,33 km2. Walaupun banyak jenis RTH yang lain seperti taman, median jalan, dan sempadan sungai, namun luasannya rata-rata kecil sehingga hampir tidak dapat menciptakan iklim mikro. Tentunya hutan kota Masjid Sabilal Muhtadin menjadi sangat berarti bagi penciptaan iklim mikro di Kota banjarmasin.
Sangat diharapkan bagi masyarakat dan Pemerintah Kota Banjarmasin selaku pengelola wilayah, memiliki persepsi yang sama dalam penyelamatan lingkungan perkotaan yang telah penuh dengan permasalah lingkungan. Masyarakat perkotaan sangat memerlukan suatu lokasi yang dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan serta peningkatan kualitas hidup, baik secara fisik maupun secara psikologis. Mari kita benahi lingkungan, dengan tetap merawat dan memelihara tanaman sebagai elemen ruang terbuka hijau, serta menghindari pengalihan fungsi lahan menjadi lahan terbangun yang tidak memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup. Tanam satu pohon dati satu orang.
Ruang Terbuka Hijau merupakan lahan tidak terbangun yang ditumbuhi oleh vegetasi (tanaman) hijau, baik yang dirawat maupun yang tumbuh liar.RTH Perkotaan berarti adalah RTH yang ada di wilayah kota, baik yang berbentuk memanjang atau mengelompok, sehingga dapat memberikan manfaat secara ekologis, sosial, dan keindahan. Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, luasan minimal RTH di perkotaan adalah 30% dari luas wilayah kota. Selain itu dijelaskan pula, bahwa ada dua jenis RTH yaitu RTH publik dan RTH privat.
Isu RTH perkotaan saat ini menjadi hangat diperbincangkan, menyusul semakin besarnya konversi lahan RTH di perkotaan menjadi lahan non RTH, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak pada penurunan kualitas lingkungan hidup pada masyarakat perkotaan. Demikian yang terjadi pada salah satu RTH yang ada di Kota Banjarmasin, yaitu hutan kota yang ada di lingkungan Masjid Sabilal Muhtadin.
Ketika penulis melintas tepat di muka masjid, ternyata di bagian bawah (tanah) hutan kota tersebut telah di paving (pengerasan) dengan batako. Mungkin maksud Pengurus Masjid adalah untuk memperluas masjid, agar dapat digunakan para muslim yang melakukan ibadah. Namun Pengurus Masjid tidak memperhitungkan dampak pengerasan tanah bagian bawah hutan kota ini, terutama pada dampak ekologis. Hilangnya rumput penutup lahan hutan kota, dapat menyebabkan erosi yang membahayakan bagi pohon-pohon. Belum lagi akan tercipta iklim mikro yang lebih panas, karena bahan batako akan meningkatkan suhu udara hutan kota. Karena tanaman rumput dan perdu hilang, maka akan terjadi pengurangan penyerap (adsorber) polutan dan bunyi (kebisingan). Hilangnya beberapa organisme yang hidup di ekosistem rumput dan perdu, juga merupakan pemusnahan organisme akibat berubahnya habitatnya. Tentunya ini memberikan dampak yang serius bagi kualitas lingkungan hidup di sekitar masjid.
Secara estetika, pemandangan batako dengan warna kusam juga menurunkan daya tarik keindahan bagi pemandangan hijau di hutan kota. Bagi pengunjung yang ingin menikmati hutan kota, secara fisik dan psikologis akan merasakan perubahan pada suasana hutan kota yang berubah menjadi lebih panas dan gerah, karena panas yang berasal dari matahari akan lebih banyak dipantulkan oleh permukaan batako. Sehingga akan terjadi peningkatan suhu udara dan penurunan kelembaban. Menurut beberapa pengamatan, bahan logam dan batuan memberikan peningkatan panas 1 – 2 oC terhadap udara disekelilingnya. Ini akan memberikan sumbangan pada pemanasan global yang diperkirakan akan mengalami kenaikan suhu permukaan bumi 0,6 – 0,7 oC setiap tahun.
Pada Kota Banjarmasin, sebagai kota dengan ketinggian sama dengan permukaan air laut, suhu udara di kota ini bisa mencapai 38 oC, sudah termasuk panas. Sangat ironis sekali, Kota banjarmasin dengan luas 72 km2, hanya memiliki satu hutan kota yaitu hutan kota Masjid Sabilal Muhtadin dengan luas 0,33 km2. Walaupun banyak jenis RTH yang lain seperti taman, median jalan, dan sempadan sungai, namun luasannya rata-rata kecil sehingga hampir tidak dapat menciptakan iklim mikro. Tentunya hutan kota Masjid Sabilal Muhtadin menjadi sangat berarti bagi penciptaan iklim mikro di Kota banjarmasin.
Sangat diharapkan bagi masyarakat dan Pemerintah Kota Banjarmasin selaku pengelola wilayah, memiliki persepsi yang sama dalam penyelamatan lingkungan perkotaan yang telah penuh dengan permasalah lingkungan. Masyarakat perkotaan sangat memerlukan suatu lokasi yang dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan serta peningkatan kualitas hidup, baik secara fisik maupun secara psikologis. Mari kita benahi lingkungan, dengan tetap merawat dan memelihara tanaman sebagai elemen ruang terbuka hijau, serta menghindari pengalihan fungsi lahan menjadi lahan terbangun yang tidak memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup. Tanam satu pohon dati satu orang.
Friday, August 14, 2009
Wisata Hati (2) : Makam Sunan Giri
Perjalanan dari JMP (Jembatan Merah Plaza) Surabaya menuju Gresik menggunakan angkot berupa mobil Kijang yang dimodifikasi sehingga dapat memuat penumpang sampai 10 orang lebih. Perjalanan dimulai dengan menyusuri jalan-jalan di Kota Surabaya yang sedikit macet dan panas. Kondektur tak henti-hentinya menambah penumpang, sehingga kami yang di dalam angkot serasa ikan sarden yang saling terhimpit dengan peluh mengucur. Kira-kira satu jam perjalanan, tiba kami di Kota Gresik yang lebih bersih. Beda dengan Surabaya yang panas dan berdebu, Kota Gresik walaupun juga terasa panas, namun lebih rapi dan bersih, mungkin juga karena matahari sudah mulai mengurangi sengatan panasnya.
Ketika di perempatan kami diturunkan oleh sopir angkot, kami diberi petunjuk untuk menunggu angkot lain yang menuju arah barat untuk menuju makam Sunan Giri. Beberapa saat, kami menyetop angkot warna hijau, setelah bertanya sedikit kami masuk angkot dan dengan ramah sopir bercerita sedikit tentang makam Sunan Giri. Menurutnya lokasi makam tidaklah jauh, hanya nanti untuk memasuki lokasi makam kami harus menaiki banyak anak tangga, karena makam Sunan Giri berada di atas bukit. Selesai sang sopir angkot bercerita, ternyata kami sudah sampai di pintu gerbang lokasi makam. Ternyata memang benar, memasuki gerbang lokasi makam, berpuluh-puluh anak tangga sudah menanti kaki kami.
Dengan bersemangat, kami menaiki tangga satu-persatu, kira-kira setengah perjalanan ternyata cukup lelah untuk menaiki anak tangga, rupanya perlu beristirahat dulu. Namun karena ditarget waktu, kami harus lebih cepat untuk melakukan ziarah, karena masih ada satu tujuan lagi yaitu makam Syeh Maulana Malik Ibrahim.
Sebelum masuk ke area makam, kita akan memasuki lorong pasar persis seperti pasar yang ada di Masjid Ampel. Pasar ini tepat bersebelahan dengan Masjid Sunan Giri, yang saat kami berkunjung masih dalam tahap renovasi. Di ujung pasar terdapat gerbang untuk masuk ke areal pemakaman Sunan Giri. Lokasi makam berada di sebelah barat Masjid Sunan Giri. Ratusan makam terdapat di areal ini, namun kita akan langsung melihat sebuah bangunan kubah atau cungkup yang besar, tentunya ini makam Sunan Giri. Kubah atau cungkup tersebut berupa bangunan kayu berbentuk bujur sangkar dengan atap yang agak rendah. Dinding kubah berupa kayu yang diukir dengan motif tumbuhan. Untuk jenis kayunya penulis kurang mengetahui, bewarna coklat hitam. Pintu kubah sangat rendah sehingga bagi peziaran yang ingin masuk ke dalam kubah harus menunduk.
Puluhan peziarah sudah banyak duduk untuk melakukan doa-doa dan tahlil. Beruntung penulis dapat kesempatan untuk masuk ke kubah dan duduk langsung di samping makam Sunan Giri. Namun makam Sunan Giri tidaklah terlihat langsung, makam di tutupi dengan kelambu, ketika penulis mencoba membuka kelambu tersebut, ternyata dibalik kelambu masih dipagari dengan kayu berukir yang sama dengan dinding kubah.
Selesai berdoa, kami beristirahat sebentar di lokasi makam Sunan Giri. Lokasi makam terasa dingin dan nyaman, mungkin dikarenakan banyaknya tanaman yang tumbuh di sela-sela makam. Sambil beristirahat, kami memperhatikan para peziarah yang keluar masuk kubah, sayangnya ada beberapa peziarah yang kurang menghormati makam, ada yang duduk-duduk di nisan, ada yang tidak berpakaian secara muslim, bahkan ada seorang anak yang belum baligh namun dibiarkan tanpa celana. Sedangkan para pengemis yang berada di jalan masuk dan keluar makam, memang masih berlaku wajar, namun sekiranya dapat ditertibkan tentunya akan menambah kenyamanan peziarah.
Thursday, August 13, 2009
Mana Nasionalis-mu Bung !!!
Kurang dari seminggu lagi kita akan memperingati hari lahirnya bangsa ini. Tanggal 17 Agustus tinggal beberapa hari lagi, setiap orang tentu maklum bahwa pada tanggal tersebut harus diperingati dengan meriah. Setiap RT, RW, bahkan setiap gang, melakukan berbagai perayaan yang bertujuan untuk memeriahkan hari kemerdekaan ini. Beraneka ragam lomba diadakan, dari yang lomba olahraga yang umum sampai lomba yang aneh-aneh, dengan peserta anak-anak sampai kakek-kakek, bahkan ibu-ibu dengan balitanya juga. Setiap orang bergembira dengan perayaan ini, tidak terkecuali anak-anak yang tidak tahu-menahu dengan sejarah 17 Agustus.
Namun dibalik semua kemeriahan tersebut, ada sesuatu yang telah mulai luntur dan menghilang di hati mereka itu. Secara fisik saja, masyarakat mulai enggan untuk menancapkan merah putih di muka rumah masing-masing. Entah apakah belum punya bendera dan tiangnya, atau apakah malas untuk mendirikan tiang bendera dan mengibarkan merah putih sebagai perlambang rasa nasionalis. Perkara mengibarkan bendera ini nampaknya merupakan hal yang sepele. Namun jika itu sangat menyolok, tentunya menjadi pertanyaan yang serius.
Sampai saat ini, hanya kantor-kantor pemerintahan saja yang memasang umbul-umbul dan hiasan merah putih. Masyarakat sebagian besar masih belum memasang bendera merah putih. Sedangkan di toko-toko dan pusat perbelanjaan masih ramai dengan spanduk dan reklame iklan. Kondisi demikian tentunya memperihatinkan bagi penanaman nilai nasionalis kepada anak-anak dan remaja. Suatu saat mungkin anak-anak dan remaja akan melupakan sejarah 17 Agustus itu sendiri.
Marilah kita ingat kembali, pesan Demang Lehman sebelum beliau digantung oleh Belanda, “Tanah Banjar kada lapas matan Walanda, mun kada di palas lawan darah”. Pesan ini mensyaratkan kepada kita bahwa, kemerdekaan dan kebebasan yang kita rasakan sekarang, tidak di dapat dengan gratis. Belanda dan Jepang tidak pernah menghadiahkan kemerdekaan bangsa ini kepada kita. Ingatlah bagaimana penderitaan Pangeran Antasari dalam melalui berbagai pertempuran kemudian beliau harus menahan rasa sakit sehingga wafat di persembunyian. Kemudian pertempuran di Marabahan yang menewaskan Panglima Wangkang. Demikian juga tewasnya para pejuang-pejuang di Martapura, Kandangan, Amuntai, Pelaihari, bahkan daerah-daerah Kaltim dan Kalteng.
Wednesday, August 12, 2009
Seandainya Atom Sebesar Kelereng
Kalau kita membeli rambutan seikat, biasanya kita tidak menghitung berapa biji rambutan dalam ikatan itu. Karena sudah kebiasaan, dalam satu ikat rambutan biasanya terdiri dari 10 biji. Jadi kalau memebeli 10 ikat, maka jumlah rambutannya ada 100 biji.
Sedangkan pada peralatan makan terdapat satuan lusin, yang menyatakan sebanyak 12 buah. Kalau 10 lusin gelas maka tentunya terdapat 120 buah gelas.
Demikian juga pada satuan kodi, yang menyatakan jumlah 20 buah. Satuan-satuan tersebut populer di masyarakat, karena selalu dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
Pada prinsipnya, satuan mol juga demikian. Hanya saja, satuan mol hanya digunakan dalam telaah Ilmu Kimia yang terbatas pada pendidikan (akademis) dan penelitian, khususnya pada Ilmu Kimia. Satuan mol menyatakan jumlah benda sebanyak 602.000.000.000.000.000.000.000 buah atau ditulis secara matematis 6,02 x 1023. Satuan mol digunakan untuk menyatakan jumlah zat yang terdiri dari jumlah atom atau molekul yang sangat mikro. Jadi kalau 10 mol zat berarti mengandung jumlah atom atau molekul sebanyak 6,02 x 1024 buah.
Dalam sejarahnya, penentuan angka satuan mol melalui beberapa kali usulan. Namun angka 6,02 x 1023 yang merupakan usulan dari Avogadro dipakai sebagai besaran satuan mol, atau yang dikenal dengan Bilangan Avogadro. Angka ini terdapat dalam proposal Avogadro yang diajukan pada tahun 1811 tentang Teori Kinetik Gas. Kemudian banyak ilmuwan yang mengusulkan angka yang berbeda untuk menyatakan jumlah zat, seperti Loschmidt pada tahun 1865, dia mengusulkan angka 72×1023, yang didapat dari jumlah molekul gas yang ada di bumi. Kemudian tahun 1908, Perrin mengusulkan angka 6,7 × 1023, setahun kemudian Rutherford mengusulkan angka 6,16 x 1023. Lalu Milikan dengan percobaannya pada tahun 1917 yaitu pada percobaan tetes minyak mengusulkan angka 6,064 x 1023, dan yang terakhir yaitu Nouy pada tahun 1924 yang meneliti tentang molekul lapisan tipis mengusulkan angka 6,004 x 1023.
Pada dasarnya semua angka hampir menunjukkan besar yang sama, hanya Loschmidt yang agak beda jauh. Namun semua ilmuwan sepakat untuk menggunakan usulan Avogadro untuk menyatakan besaran satuan mol. Melalui pengukuran volum molar, didapat Bilangan Avogadro sebesar 6,0221335 x 1023.
Sebagai ilustrasi untuk satuan mol adalah sebagai berikut :
1. Seandainya atom sebesar kelereng dengan isi 1 cm3, maka 1 mol kelereng memiliki volume sebesar 6,02 x 1023 cm3 atau 6,02 x 108 km3. Jika kelereng disebar ke permukaan bumi, maka bumi akan tertutupi kelereng sampai ketinggian 50 mil.
2. Jika menghitung 10 juta atom memerlukan waktu satu detik, maka menghitung satu mol menghabiskan waktu selama 2 milyar tahun. WOW
Sunday, July 26, 2009
Wisata Hati (1)
Foto dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Ampel
Paparan dibawah ini hanya sekedar pengalaman pribadi yang penulis lakukan beberapa waktu yang lalu. Kebetulan mumpung berada di Jawa Timur, penulis berkesempatan untuk melakukan perjalanan wisata religi dengan tujuan berziaran ke makam-makam para Wali Allah di daerah Jawa Timur.
Hari pertama ditetapkan tujuan untuk mendatangi makam Sunan Ampel di Surabaya, makam Sunan Giri dan makam Syeh Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Berangkat dari Malang yaitu tempat bermukim penulis sementara menuju Surabaya dengan menggunakan angkutan bis. Kalau anda dari luar Jawa Timur maka pintu gerbang masuk ke daerah ini adalah Surabaya, tepatnya kalau dengan pesawat udara maka anda akan masuk lewat Bandara Juanda. Dari bandara Juanda, anda dapat menumpang bis DAMRI yang akan menuju Terminal Purabaya Bungurasih, tarifnya Rp. 15.000. Kalau anda masuk lewat laut, maka anda masuk lewat Pelabuhan Tanjung Perak, dari pelabuhan lokasi makam Sunan Ampel tidaklah jauh, anda dapat naik angkot atau angkutan lainnya.
Dari Terminal Bungurasih perjalanan dilanjutkan dengan bis kota dengan tujuan JMP (Jembatan Merah Plaza), tarif yang dikenakan adalah Rp. 3.500. Sesampainya di JMP, penulis diantar dengan becak. Sebenarnya penulis tidak begitu suka naik becak, karena naik becak seakan menjadi beban bagi orang lain yang mengayuh becak dengan tenaga manusia ... Jaraknya sebenarnya tidak jauh, dan pada saat pulang, penulis hanya berjalan kaki.
Di lokasi, kita akan disambut sebuah gapura yang bertuliskan “MASJID SUCI AMPEL”. Memasuki gapura kita memasuki pasar yang diisi oleh pedagang-pedagang yang menawarkan barang dagangan khas dari timur tengah dan muslim. Mulai dari kurma, kopiah, tasbih, sampai baju muslim beraneka model. Setelah menyusuri pasar kira-kira sejauh 100 m, kita memasuki wilayah Masjid Ampel yang megah.
Lokasi makam berada di sebelah barat dari masjid. Ketika kita akan memasuki lokasi makam, kita diperingatkan untuk melepaskan alas kaki, tidak makan minum, dan tidak diperbolehkan mengambil foto di areal pemakaman Sunan Ampel. Areal pemakaman cukup luas, makam Sunan Ampel dan istri diberi pagar besi tersendiri, tidak berkubah atau cungkup, jadi seperti kondisi makam biasa yang terbuka, hanya diberi tanda nisan agak besar dan dibatasi pagar besi. Disamping pagar besi terdapat terdapat bangunan beratap yang diperuntukkan untuk peziarah untuk dapat berteduh dalam melakukan doa ataupun aktivitas ziarah lainnya.
Menurut sunatullah.com dalam Babad Gresik menyebutkan pada 1481, dengan candrasengkala ”Ngulama Ampel Seda Masjid”. Sunan Ampel wafat saat sujud di masjid. Serat Kanda edisi Brandes menyatakan tahun 1406. Sumber lain menunjuk tahun 1478, setahun setelah berdirinya Masjid Demak. Ia dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, di areal seluas 1.000 meter persegi, bersama ratusan santrinya. Kompleks makam dikelilingi tembok besar setinggi 2,5 meter. Makam Sunan Ampel bersama istri dan lima kerabatnya dipagari baja tahan karat setinggi 1,5 meter, melingkar seluas 64 meter persegi. Khusus makam Sunan Ampel dikelilingi pasir putih. Setiap hari, penziarah ke makam Sunan Ampel rata-rata 1.000 orang, dari berbagai pelosok Tanah Air
Tidak ada hal yang istimewa dari Masjid Ampel dan makam Sunan Ampel, arsitektur masjid seperti kebanyakan masjid lainnya. Hanya daerah Ampel merupakan wilayah kota tua dari Kota Surabaya. Kebanyakan masih menyisakan bangunan-bangunan tua yang dibangun kira-kira sejak jaman penjajahan. Bangunan yang lebih bagus digunakan sebagai perkantoran, sedangkan yang lain berupa toko-toko tua yang diisi dengan barang yang diperdagangkan ke luar pulau Jawa.
Perjalanan kemudian penulis lanjutkan dengan tujuan Kota Gresik, yang berada di utara Surabaya. Di Gresik terdapat dua lokasi makam Wali Allah yaitu makam Sunan Giri dan Syeh Maulana Malik Ibrahim.
Thursday, March 26, 2009
Kearifan terhadap Ruang Terbuka Hijau
Tanggal 9 April tinggal dalam hitungan hari lagi, parpol dan caleg kian “menggila” melakukan promosi (baca = kampanye) tentang profil, visi dan misi yang dijanjikan untuk masa depan. Segala macam teknik promosi telah dipergunakan secara optimal, tidak ada celah sedikitpun yang lepas dari unjuk promosi parpol dan caleg. Bahkan salah seorang pembesar parpol “kelas kakap” telah mengklaim bahwa semua rumah di wilayah Indonesia telah dimasuki dan tahu tentang parpol mereka. Sungguh merupakan proses yang promosi yang begitu gencar dan tanpa jeda sejak masa kampanye dimulai.
Salah satu teknik promosi yang paling umum dipakai adalah dengan cara membentang gambar atau tulisan di tempat umum. Mulai dari pamflet, brosur, sampai baliho super besar yang ditempatkan di wilayah yang paling sering terlihat oleh masyarakat umum. Memang cara ini paling efektif untuk memperkenalkan parpol atau diri caleg ke masyarakat.
Namun dari sekian banyak penempatan poster atau baliho, masih banyak parpol atau caleg yang memasang di tempat-tempat atau pada lokasi yang tidak disarankan oleh undang-undang. Atau dengan kata lain, melanggar ketentuan undang-undang. Dalam UU No. 10 Tahun 2008 Pasal 101 menyebutkan bahwa pemasangan alat peraga kampanye harus mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota. Dalam hal ini, para tim sukses parpol atau caleg harus betul-betul mempertimbangkan suatu lokasi untuk pemasangan poster atau baliho, tidak hanya mempertimbangkan faktor supaya setiap orang dari sudut manapun dapat melihat.
Lokasi yang paling banyak dijadikan pemasangan identitas kampanye parpol atau caleg adalah ruang terbuka hijau (RTH) kota, yang merupakan ruang publik yang paling sering dikunjungi masyarakat sebagai tempat melakukan aktivitas ringan dan rileks. Salah satu fungsi RTH kota adalah sebagai tempat (lokasi) yang menyediakan nilai estetika agar pengunjung merasakan kesegaran dan rileks, jauh dari kesan rumit dan jenuh. Namun keberadaan poster dan bendera parpol, menjadikan RTH semakin semrawut dengan pemandangan warna-warni dan tidak tertata. Pengunjung yang semula bertujuan untuk melepas lelah dan penat akibat rutinitas, malah akan merasa tertekan melihat segala bentuk poster dan bendera, dengan segala tulisan visi dan misi masing-masing.
Bahkan beberapa parpol atau caleg dengan secara tidak “manusiawi” menggunakan tanaman yang merupakan komponen utama RTH sebagai alat bantu dalam “mempromosikan” parpolnya atau diri caleg. Tindakan ini terlihat seperti dengan memaku poster di pohon, dan mengikat bendera di pohon. Dalam tempo pendek memang tidak memberikan dampak serius, tetapi dengan melukai pohon akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman akan terganggu, apalagi jika tanaman tersebut adalah jenis tanaman yang tidak tahan terhadap vandalisme.
Kalau diperhatikan, hampir di semua ruas jalan akan terlihat poster yang dipaku di pohon. Pemasangan poster ini memang dapat menghemat biaya promosi, bahkan terkesan lebih kuat kalau ada terpaan angin atau hujan. Namun demikian, nampaklah jelas parpol atau caleg mana saja yang bisa menghargai tanaman sebagai bagian dari kehidupan masa depan. Apalagi parpol atau caleg tersebut memiliki visi untuk menyelamatkan RTH kota dari pembabatan kapitalis dan keserakahan pejabat pemerintah. Sungguh bertolak belakang dengan implementasi di kehidupan sehari-hari.
Marilah kita mengambil kebijakan yang arif dalam mengelola kualitas hidup menuju ke arah yang berkualitas. Peningkatan ruang terbuka hijau (RTH) jangan hanya dijadikan isu semata dengan tujuan meraup suara masyarakat kota. Namun jadikanlah RTH kota menjadi semakin segar dan hijau dalam upaya memberikan tempat publik yang lega, indah, interaktif, ilmiah, dan optimal dalam fungsi ekologis. Mari kita mulai dari diri kita masing-masing, buatlah RTH privat di rumah, kantor, sekolah, toko, atau dimanapun. Jangan jadikan lahan kosong ditutupi dengan elemen keras seperti semen, beton, aspal, dan lain-lain. Ingat bumi kita semakin panas, salah satu elemen yang membuat semakin panas adalah bahan logam dan batu, termasuk beton atau semen.
Mari kita tanam satu pohon, jangan tebang satu pohon.
Tulisan ini bukan bermaksud menjelek-jelekkan organisasi atau individu tertentu, ini hanya sebuah opini publik.
Salah satu teknik promosi yang paling umum dipakai adalah dengan cara membentang gambar atau tulisan di tempat umum. Mulai dari pamflet, brosur, sampai baliho super besar yang ditempatkan di wilayah yang paling sering terlihat oleh masyarakat umum. Memang cara ini paling efektif untuk memperkenalkan parpol atau diri caleg ke masyarakat.
Namun dari sekian banyak penempatan poster atau baliho, masih banyak parpol atau caleg yang memasang di tempat-tempat atau pada lokasi yang tidak disarankan oleh undang-undang. Atau dengan kata lain, melanggar ketentuan undang-undang. Dalam UU No. 10 Tahun 2008 Pasal 101 menyebutkan bahwa pemasangan alat peraga kampanye harus mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota. Dalam hal ini, para tim sukses parpol atau caleg harus betul-betul mempertimbangkan suatu lokasi untuk pemasangan poster atau baliho, tidak hanya mempertimbangkan faktor supaya setiap orang dari sudut manapun dapat melihat.
Lokasi yang paling banyak dijadikan pemasangan identitas kampanye parpol atau caleg adalah ruang terbuka hijau (RTH) kota, yang merupakan ruang publik yang paling sering dikunjungi masyarakat sebagai tempat melakukan aktivitas ringan dan rileks. Salah satu fungsi RTH kota adalah sebagai tempat (lokasi) yang menyediakan nilai estetika agar pengunjung merasakan kesegaran dan rileks, jauh dari kesan rumit dan jenuh. Namun keberadaan poster dan bendera parpol, menjadikan RTH semakin semrawut dengan pemandangan warna-warni dan tidak tertata. Pengunjung yang semula bertujuan untuk melepas lelah dan penat akibat rutinitas, malah akan merasa tertekan melihat segala bentuk poster dan bendera, dengan segala tulisan visi dan misi masing-masing.
Bahkan beberapa parpol atau caleg dengan secara tidak “manusiawi” menggunakan tanaman yang merupakan komponen utama RTH sebagai alat bantu dalam “mempromosikan” parpolnya atau diri caleg. Tindakan ini terlihat seperti dengan memaku poster di pohon, dan mengikat bendera di pohon. Dalam tempo pendek memang tidak memberikan dampak serius, tetapi dengan melukai pohon akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman akan terganggu, apalagi jika tanaman tersebut adalah jenis tanaman yang tidak tahan terhadap vandalisme.
Kalau diperhatikan, hampir di semua ruas jalan akan terlihat poster yang dipaku di pohon. Pemasangan poster ini memang dapat menghemat biaya promosi, bahkan terkesan lebih kuat kalau ada terpaan angin atau hujan. Namun demikian, nampaklah jelas parpol atau caleg mana saja yang bisa menghargai tanaman sebagai bagian dari kehidupan masa depan. Apalagi parpol atau caleg tersebut memiliki visi untuk menyelamatkan RTH kota dari pembabatan kapitalis dan keserakahan pejabat pemerintah. Sungguh bertolak belakang dengan implementasi di kehidupan sehari-hari.
Marilah kita mengambil kebijakan yang arif dalam mengelola kualitas hidup menuju ke arah yang berkualitas. Peningkatan ruang terbuka hijau (RTH) jangan hanya dijadikan isu semata dengan tujuan meraup suara masyarakat kota. Namun jadikanlah RTH kota menjadi semakin segar dan hijau dalam upaya memberikan tempat publik yang lega, indah, interaktif, ilmiah, dan optimal dalam fungsi ekologis. Mari kita mulai dari diri kita masing-masing, buatlah RTH privat di rumah, kantor, sekolah, toko, atau dimanapun. Jangan jadikan lahan kosong ditutupi dengan elemen keras seperti semen, beton, aspal, dan lain-lain. Ingat bumi kita semakin panas, salah satu elemen yang membuat semakin panas adalah bahan logam dan batu, termasuk beton atau semen.
Mari kita tanam satu pohon, jangan tebang satu pohon.
Tulisan ini bukan bermaksud menjelek-jelekkan organisasi atau individu tertentu, ini hanya sebuah opini publik.
Tuesday, March 3, 2009
Persamaan Reaksi
Pada materi Persamaan Reaksi, yang agak sulit adalah menyampaikan konsep penyetaraan reaksi. Karena kalau menggunakan metode “lihat kiri-lihat kanan” beberapa siswa terlihat bingung dan kurang cepat memahami. Kadang-kadang perlu beberapa latihan soal, baru siswa dapat terlatih dengan metode “kiri-kanan” tersebut. Sebenarnya dapat juga menggunakan metode aljabar, dengan mengganti koefisien reaksi dengan variabel. Namun untuk persamaan reaksi sederhana, dirasa metode ini membuang-buang energi dan bagi siswa akan terasa lebih rumit ( ... apalagi bagi anak yang sudah anti dengan matematika...)
Tips ini diberikan oleh Pak Tumiran (sekarang Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah Banjarmasin) yang disampaikan pada saat micro-teaching Pelatihan Guru Mata Pelajaran Kimia. Beliau memberik nama dengam Metode Penyetaraan Reaksi dengan LHO, maksudnya adalah penyetaraan seLain H dan O.
Sebenarnya metode ini hanya menjabarkan langkah-langkah metode “ lihat kiri-lihat kanan”, namun karena ada langkah-langkah priorotas maka terlihat lebih terarah.
Metode ini digunakan pada persamaan reaksi yang mengandung unsur H dan O. Prinsipnya, kata beliau, adalah prioritas setarakan dulu atom selain H dan O, baru kemudian setarakan atom H, dan yang terakhir baru setarakan atom O.
Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh sederhana berikut :
C2H4 + O2 --> CO2 + H2O
Langkah 1 : setarakan seLain atom H dan O, yaitu atom C
C2H4 + O2 --> 2 CO2 + H2O
Langkah 2 : setarakan atom H
C2H4 + O2 --> 2 CO2 + 2 H2O
Langkah 3 : setarakan atom O
C2H4 + 3 O2 --> 2 CO2 + H2O
Selesai ...
Untuk persamaan yang lebih rumit, kawan-kawan dapat berimprovisasi masing-masing ...
Atau bisa gunakan situs online untuk penyetaraan reaksi, bisa kunjungi di ....sini atau di sini
Tuesday, February 24, 2009
Taman Cahaya Bumi Selamat, perlu penataan
Lama tidak berkunjung ke Taman Cahaya Bumi Selamat (TCBS) Martapura, ternyata ada perubahan yang terjadi pada taman kebanggaan masyarakat Kota Intan tersebut. Perubahan tersebut berupa adanya tambahan bangunan yang menyerupai gazebo yang sepertinya dimaksudkan untuk tempat santai pengunjung yang teduh dengan atap peneduh dan duduk secara lesehan. Walaupun sebenarnya peneduh seperti ini malah menambah kesan mempersempit ruang terbuka, yang dipakai sebagai lahan bermain dan bersantai keluarga. Namun terlepas dari peneduh (gazebo) yang baru dibangun, banyak hal lain yang terasa mengurangi fungsi dari Taman Cahaya Bumi Selamat (TCBS) sebagai salah satu ruang terbuka publik yang digunakan oleh masyarakat Kota Martapura dan sekitarnya.
1. Kenyamanan dan Kesan
Kesan pertama kali ketika masuk ke area TCBS adalah semrawutnya pedagang kaki lima (PKL) yang secara bebas berdagang di dalam area taman. Mereka dengan enaknya menggelar dagangan di atas paving dan rumput, bahkan ada yang menggunakan tenda, meja dan kursi, lengkap seperti warung-warung di pasar. Sempat penulis amati, hampir semua pedagang memiliki mesin genset, yang berarti mereka beraktivitas sampai malam hari. Belum lagi pedagang asongan yang bertebaran di semua sudut, posisi mereka dimana-mana, mencari konsumennya masing-masing. Dengan kondisi demikian, pengunjung yang semula bertujuan untuk mencari suasana segar dan santai, malah akan melihat lebih suntuk dengan adanya aktivitas PKL yang tidak tertata demikian.
Dalam hal keamanan, penulis tidak menjumpai adanya petugas keamanan yang berjaga atau piket. Walaupun sebenarnya tidak terlalu urgen, tetapi pengalaman penulis di TCBS beberapa tahun lalu, sempat beberapa orang pemuda saling cekcok dan bahkan ada yang mengeluarkan senjata tajam. Pengunjung TCBS yang sebagian besar anak-anak tentunya merasa terganggu kejadian seperti ini. Untungnya pada saat itu, tenyata salah satu pengunjung ada seorang polisi yang sedang membawa keluarganya bersantai, beliau yang berinisiatif mengamankan beberapa pemuda yang kelihatannya juga sedang mabuk.
Selain itu, sangat diperlukan petugas kebersihan yang stand by di area TCBS. Karena jika area dibersihkan hanya sekali sehari, maka pada waktu sore hari beberapa sampah telah bertebaran di semua lokasi. Memang fasilitas bak sampah sudah memadai, namun sosialisasi terhadap pengunjung supaya buang sampah di bak sampah nampaknya harus lebih diintesifkan. Bahkan ada bak sampah yang dipakai oleh pedagang untuk bak cucian ...
Sebenarnya secara umum karakteristik fisik TCBS sudah bagus sebagai ruang terbuka hijau. Adanya rumput sebagai vegetasi bawah yang didukung beberapa pepohonan yang membuat TCBS terasa “hijau”. Artinya komponen lunak (tanaman) masih terlihat mendominasi dibanding komponen keras (areal yang dibangun). Hanya adanya dua buah gazebo yang terasa memakan tempat, agak kurang efektif untuk dirasakan manfaatnya. Yang perlu ditekankan adalah pada perawatan tanaman dengan penyiraman, pemotongan, pemeliharaan, dan penggantian pada tanaman yang mati.
2. Penggunaan dan Aktivitas
Dilihat dari sarana yang dibangun sudah mencukupi, dengan orientasi pada sarana bermain anak-anak. Namun dari beberapa sarana, cukup memprihatinkan hanya sebagian yang bisa digunakan, selebihnya rusak. Sarana bermain yang rusak seperti ayunan, jungkitan, dan nampaknya beberapa alat yang tinggal besinya saja. Dampaknya adalah anak-anak berebutan menggunakan alat yang dapat dipakai. Selain itu, kursi yang berbentuk batangan besi, nampaknya kurang begitu disukai oleh pengunjung, karena mungkin susah untuk duduk. Secara estetik mungkin bagus, namun tidak fungsional. Malah pengunjung lebih suka menduduki meja gazebo yang sebenarnya meja lesehan.
Sebagai ruang terbuka publik, manfaat TCBS sudah dapat dinikmati oleh pengunjung. Ini terlihat dari beberapa aktivitas yang dilakukan, seperti anak-anak yang bermain sambil ditunggu oleh orang tua, yang sedang duduk santai menikmati kesegaran suasana. Beberapa orang yang lain sedang duduk sambil berbincang-bincang, mungkin mendiskusikan sesuatu.
3. Akses dan Keterhubungan
TCBS memiliki lokasi yang strategis, dengan demikian sangat cocok sebagai ruang terbuka publik yang memiliki akses terbuka bagi semua lapisan masyarakat. Masyarakat dari manapun dapat datang ke lokasi dengan akses yang mudah dan tidak terbatas. TCBS yang berada di pinggir jalan utama Kota Martapura sangat mudah didatangi, baik dengan angkutan umum atau kendaraan pribadi. Dekat dengan terminal, pasar dan Masjid Al Karomah sebagai masjid jami’ Kota Martapura dan sekitarnya. Selain itu, TCBS berada tepat dihadapan Kantor Bupati Banjar dan beberapa perkantoran lainnya.
Namun yang perlu diperhatikan adalah lokasi parkir yang disediakan. Pada saat penulis berkunjung, tidak ada petugas parkir yang membantu pengunjung untuk memarkir kendaraan dan menjaga parkiran. Sehingga penulis merasa harus lebih sering melihat ke areal parkir, mengantisipasi agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Dan yang membuat TCBS lebih semrawut adalah adanya pengunjung yang parkir di dalam areal taman. Mungkin ini dampak dari tidak adanya petugas parkir, sehingga pengunjung khawatir, oleh sebab itu mereka nekad memarkir kendaraannya di dekat sarana bermain anak. Padahal infrastruktur parkir cukup tersedia, dengan luasan yang cukup untuk parkir sepeda motor dan mobil.
4. Sosiabilitas
Secara sosiabilitas, TCBS sudah memenuhi sebagai tempat untuk saling menikmati kesegaran suasana, interaksi sosial antar pengunjung, suasana bermain yang gembira, tidak adanya batas sosial antar pengunjung. Namun penulis tidak mengetahui karakteristik pengunjung pada saat malam hari. Apakah pada malam hari terjadi aktivitas tertentu, dengan pengunjung tertentu pula?
Diharapkan pengelola TCBS dapat melakukan penataan yang berorientasi pada fungsionalitas ruang terbuka hijau sebagai ruang terbuka publik yang merupakan milik masyarakat, dan mereka berhak untuk menikmatinya.
Mudahan tulisan ini memberikan sumbangan pemikiran yang berarti. Terima kasih.
Thursday, February 19, 2009
Eksoterm dan Endoterm
Ketika pada kesempatan berkunjung ke salah satu teman sejawat di SMAN 1 Banjarbaru, tanpa disangka malah bertemu dengan salah satu senior Guru Kimia yang telah purna bakti, yang akrab dipanggil Bu Wid. Dalam perbincangan singkat tersebut, masih sempat beliau menurunkan “ilmu”. Beliau menuturkan “gunakanlah benda-benda yang ada di kehidupan sehari-hari untuk menerangkan terjadinya proses kimia”.
“Misalnya untuk reaksi eksoterm dan endoterm”, kata beliau, “Saya biasanya menggunakan produk larutan penyegar “AS” yang dilarutkan ke dalam air, lalu saya suruh siswa memegang gelas yang berisi larutan tersebut”, imbuh beliau.
“Kalau untuk laju reaksi, biasanya saya menggunakan produk vitamin C “XYZ”. Satu tablet ditumbuk sedangkan satu tablet dalam bentuk kepingan, dilarutkan dalam air maka dapat dihitung kecepatan pelarutan masing-masing”, kata beliau.
Dan diskusi singkat tentang topik tersebut berakhir, karena beliau mengatakan ingin pulang dan beristirahat. Dengan dipapah beliau berjalan keluar dari ruangan (... kira-kira sejak tiga tahun yang lalu, beliau terserang stroke...)
Terima kasih Bu Wid... telah memberikan tauladan yang baik bagi juniormu. Selamat menikmati hari-harimu ...Mudahan Ibu selalu diberi keselamatan dan kesehatan... dan keikhlasan Ibu mengajar berbuah emas untuk masa depan siswa-siswa ...
Untuk SMAN 1 Banjarbaru, selamat HUT yang ke-46, tambah jaya dan prestasi selalu ...
Dari pertemuan singkat dengan Bu Wid, kira-kira prosedur pengamatan untuk “Reaksi Eksoterm dan Endoterm” adalah sebagai berkut :
1. Siapkan dua buah gelas berisi dengan air (aquades)
2. Siswa mengukur suhu larutan kedua gelas (bisa dengan meraba gelas atau kalau ada termometer lebih bagus lagi ...)
3. Larutkan produk bubuk larutan penyegar sebanyak 1 bungkus ke gelas pertama, kemudian diukur suhunya (dengan di raba atau dengan termometer ...)
4. Sedangkan untuk gelas kedua, larutkan bubuk kapur, juga diukur suhunya
5. Catat hasil pengukuran
Sedangkan untuk “Laju Reaksi” adalah sebagai berikut a;
1. Siapkan dua buah gelas berisi air (aquades)
2. Siapkan dua tablet produk vitamin C “XYZ”, yang salah satunya ditumbuk (dihaluskan) menjadi bubuk, dan juga stopwatch (atau jam tangan).
3. Pada gelas pertama, larutkan satu tablet, ukur waktu pelarutan mulai dari tablet dimasukkan sampai habisnya gelembung pada saat pelarutan.
4. Pada gelas kedua, larutkan bubuk vitamin C tersebut, dan ukur waktu pelarutan.
5. Catat hasil pengamatan
Namun Bu Wid sempat berkata,“Mungkin cara saya salah bagi teman-teman yang lain, namun itulah yang biasanya saya lakukan”.
Monday, February 16, 2009
Halaman Download
Silakan mengunduh file berikut :
1. Wilayah Sebagai Salah Satu elemen Spasial dan Klasifikasi Wilayah
2. Perencanaan Alokatif
3. Model Proses Perencanaan
4. BUMDes Sebagai Penggerak Perekonomian Perdesaaan
1. Wilayah Sebagai Salah Satu elemen Spasial dan Klasifikasi Wilayah
2. Perencanaan Alokatif
3. Model Proses Perencanaan
4. BUMDes Sebagai Penggerak Perekonomian Perdesaaan
Potensi BUMDes
Oleh : Ilham Alfian Nor*, 2008
Potensi BUMDes
Menurut Saragi (2005) ada beberapa potensi yang terangkum dalam pembentukan kegiatan BUMDes yaitu :
1. Akumulasi Kapital internal
Akumulasi kapital yang menonjol baru sebatas kapital ekonomi (simpanan dari anggota), padahal masih banyak jenis kapital lainnya misalnya bagaimana pengembangan manusianya, bagaimana pengelolaan kapital fisik desa (pasar desa, tanah kas desa) yang dapat juga dimanfaatkan sebagai kapital usaha produktif serta bagaimana kapital sosialnya terutama jaringan kerja. Salah satu kapital sosial yang penting yaitu kepercayaan, hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah simpanan anggota terutama simpanan sukarela, dan bertambahnya jumlah anggota Bumdes.
2. Distribusi Kapital eksternal
Kapital yang masuk ke desa (BUMDes) barulah kapital ekonomi yang berasal dari pemerintah kabupaten dan pihak ketiga. Padahal masih banyak jenis kapital eksternal lainnya yang dapat diperoleh bila kewenangan desa dan kewenangan BUMDes sudah ditetapkan. Saragi (2005) dalam makalahnya berjudul “Model Hipotetik Revitalisasi Kelembagaan Desa” menyebutkan diantara lebih dari 200 kewenangan yang terdapat dalam positif list yang disusun oleh Departemen Dalam Negeri, bidang-bidang kewenangan yang dapat didistribusikan ke BUMDes yaitu bidang perindustrian, pertambangan dan energi, pariwisata, perhubungan dan pekerjaan Umum (pembangunan prasarana desa)
Kewenangan BUMDes di bidang perindustrian ada 3, yaitu pengelolaan pemasaran hasil industri, pengembangan hasil industri, pengelolaan pasar desa dan tempat pelelangan ikan. Bidang Pertambangan dan energi, hanya satu yang dapat dijadikan kewenangan BUMDes yaitu pengelolaan pertambangan bahan galian golongan C dibawah satu hektar tanpa memakai alat berat. Bidang pariwisata, ada 3 butir kewenangan yaitu pengelolaan obyek wisata dalam desa diluar rencana induk pariwisata, pengelolaan lokasi perkemahan dalam desa, pengelolaan tempat rekreasi dan hiburan umum dalam desa. Bidang Perhubungan, ada 4 butir yang dapat dijadikan kewenangan BUMDes yaitu pengelolaan parkir/pemangkalan kendaraan dipasar, tempat wisata dan lokasi lainnya yang ada dalam desa, pembangunan dan pemeliharaan jalan desa, pembangunan terminal angkutan desa, pengelolaan angkutan lintas sungai. Bidang Pekerjaan Umum, ada 5 kewenangan BUMDes. Butir kewenangan dimaksud yaitu pemeliharaan rutin jalan kabupaten yang berada di desa yang terdiri dari pembersihan semak, pembersihan saluran/bandar, irigasi desa meliputi pembangunan, pengawasan dan pemeliharaan, pengelolaan dan pemanfaatan air bersih, pengelolaan dan pemeliharaan pompanisasi, jaringan irigasi yang ada di desa, pemeliharaan. Distribusi kewenangan ini dilakukan sejalan dengan distribusi keuangan.
3. Keanggotaan Bumdes juga adalah Lembaga
BUMDes sebaiknya menjadi mitra ataupun payung dari beberapa organisasi pelaku ekonomi di desa. Jadi BUMDes tidak hanya kumpulan individu-individu yang melakukan usaha bersama. Beberapa organisasi lain seperti Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Pokmas IDT, Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Kelompok Tani (KTN), Koperasi Unit Desa (KUD), Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Kelompok Tani Hutan (KTH), dan lain-lain.
4. Unit Usaha dan Kemitraan
Pengembangan unit usaha baru dapat dilakukan merujuk pada kewenangan BUMDes. Salah satu peluang yang dapat dikembangkan misalnya dalam bidang industri yang mengarah pada pemasaraan, BUMDes dapat membentuk unit usaha Pemasaran Hasil Desa. Unit ini bekerjasama dengan kelompok-kelompok industri, kelompok tani atau produsen lainnya yang ada di desa. Begitu pula sebaliknya, BUMDes dituntut untuk melakukan kemitraan dengan badan-badan usaha lainnya dalam rangka memperkuat posisi tawar misalnya kemitraan dengan pemasok sarana produksi pertanian atau menjadi supplier bagi usaha hilir lainnya (Pengusaha Lokal) diaras desa.
5. Pembagian Sisa Hasil usaha (SHU)
Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) merupakan bagian dari yang penting dalam pengembangan BUMDes. Hal inilah yang membedakan BUMDes dari badan usaha lainnya seperi pengusaha individu (CV) atau PT, Koperasi, dan lain-lain. Saragi (2004) dalam bukunya menyebutkan ada 5 tujuan pembentukan BUMDes yaitu
a. Peningkatan kemampuan keuangan desa
b. Pengembangan usaha masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan
c. Mendorong tumbuhnya usaha masyarakat
d. Penyedia jaminan sosial
e. Penyedia pelayanan bagi masyarakat desa.
Tujuan peningkatan kemampuan keuangan desa dan penyedia jaminan sosial sangat ditentukan bagaimana pengalokasian SHU yang diperoleh. Dengan demikian maka alokasi SHU harus diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan BUMDes seperti Pemerintah Desa, Pengurus BUMDes, LSM dan Masyarakat (individu/keluarga atau organisasi sebagai anggota) merumuskan bersama distribusi SHU tersebut.
Namun Hal-hal yang pokok dapat dipertimbangkan adalah :
a. Bahwa ada bagian tertentu yang dialokasikan untuk Kas Desa
b. Jasa Pengurus
c. Bagian untuk anggota
d. Cadangan modal
e. Jaminan sosial.
Alokasi SHU untuk jaminan sosial sangat penting mengingat kekayaan desa (khususnya Kapital Fisik) yang digunakan BUMDes dalam kegiatan usaha merupakan milik/hak setiap warga desa, oleh karenanya mereka berhak atas perolehan keuntungan yang dihasilkan dengan memanfaatkan kekayaan tersebut.
Dana-dana untuk jaminan sosial tersebut diserahkan BUMDes pada lembaga sosial yang ada di desa seperti panti asuhan, yatim piatu, orang jompo dan lain-lain. Dana tersebut dapat digunakan untuk santunan/jaminan hidup, beasiswa, bantuan perbaikan rumah/lingkungan pemukiman dan lain-lain. Dengan demikian BUMDs berkontribusi bagi upaya-upaya pengentasan kemiskinan di desa.
Kendala Pembentukan dan Pelaksanaan BUMDes
Ada beberapa kendala yang ditemui dalam rencana pembentukan serta pelaksanaan BUMDes selama ini :
1. Tidak adanya atau kurangnya modal. Masyarakat desa yang tergolong miskin pada umumnya adalah orang-orang yang tidak memiliki modal dalam berusaha. Mereka hanya mengandalkan sumber daya manusia dalam mencukupi kehidupan sehari-hari. Sehingga mereka sendiri sulit untuk berkembang dan berinisiatif dalam mencari dan menemukan potensi sumber pendapatan lainnya.
Tetapi hal ini dapat diatasi jika pemerintah desa lebih tanggap dengan mendatangkan investor yang mau menanamkan modalnya dalam BUMDes.
2. Masyarakat cenderung akan memikirkan kesejahteraan masing-masing secara priorotas. Sehingga menjadi kendala dalam memberikan sosialisasi tentang manfaat dari BUMDes ini. Karena masyarakat akan menilai bahwa keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari BUMDes nantinya hanya dinikmati oleh para pemilik modal, sedangkan masyarakat hanya dianggap sebagai pekerja yang mendapat gaji.
Untuk hal ini pemerintah khususnya pemerintah desa harus lebih aktif dalam mensosialisasikan tentang prinsip-prinsip BUMDes dan memberikan kejelasan tentang hasil-hasil yang didapat masyarakat jika usaha tersebut berjalan.
3. Desa tidak memiliki sumber daya manusia yang baik, sehingga dalam pengelolaannya terjadi pengelolaan tradisional yang mengandalkan keuntungan semata tanpa memperhitungkan kondisi-kondisi akan datang, apakah ada kompetitor? Menipisnya bahan baku? Jarak pemasaran yang jauh? Dan lain-lain.
Dalam awal pengelolaan diharapkan adanya pembinaan dari pemerintah atau pihak lainnya seperti LSM. Bahkan kalu perlu pemerintah dapat melakukan proteksi terhadap usaha-usaha lain agar BUMDes memiliki kesempatan untuk bersaing dengan jenis-jenis usaha lainnya.
4. Belum terintegrasinya potensi-potensi desa dan sumber daya yang memiliki nilai jual kompetitif.
Pemilihan jenis usaha yang tepat dan sesuai dengan potensi desa akan lebih memacu pertumuhan usaha. Jadi perlu adanya pendataan dan survey potensi-potensi desa serta pertimbanganpertimbangn yang bersifat memilih dan memprioritaskan jenis usaha yang ana yang lebih bisa dijalankan dan lebih menguntungkan.
Pembenahan BUMDes
Untuk mewujudkan gagasan pengembangan BUMDes Saragi (2005) mengusulkan berbagai perubahan dan perbaikan. Perubahan tersebut diantaranya adalah :
1. Reformulasi Kebijakan Pemerintah Daerah
Sudah menjadi kesepakatan nasional bahwa salah satu asas penyelenggaraan negara adalah memberikan keleluasaan pemerintah daerah untuk berkreasi melalui paket kebijakan desentralisasi yang dikenal dengan UU No 32 dan 33 tahun 2004. Meskipun banyak pihak yang belum sepakat dengan berbagai substansi pengaturan yang dikandung kedua UU tersebut namun satu hal dapat dikatakan bahwa peran daerah (kabupaten/kota) perlu dioptimalkan. Reformulasi kebijakan dimaksud diarahkan agar :
a. Pemerintah daerah (pemda) Kabupaten segera melakukan identifikasi, inventarisasi dan distribusi kewenangan serta alokasi dana ke desa dalam bentuk peraturan daerah
b. Pemerintah daerah membatasi intervensi pengusaha lokal khususnya kontraktor untuk berperan hanya pada proyek-proyek diatas desa saja, sementara proyek-proyek di desa dilakukan masyarakat desa sendiri. Tentunya dibutuhkan fasilitasi dari pemda kabupaten
c. Mengidentifikasi dan merevisi berbagai produk kebijakan daerah yang kurang sesuai dengan ide menjadikan BUMDes sebagai induk pelaku ekonomi desa serta mengusulkan revisi kebijakan nasional misalnya Keppres tentang pengadaan barang dan jasa. Syarat untuk menjadi rekanan tidak lagi didasarkan pada maksimal jumlah anggaran atau mengecualikan proyek/kegiatan yang dilaksanakan di desa
d. Merubah landasan berfikir instansi terkait bahwa proyek bukan berarti pembangunan fisik atau penyaluran uang/bantuan. Instansi terkait hendaknya bergeser perannya yang semula sebagai penyedia/pelaksana berbagai proyek dimaksud di desa menjadi pelaksana proyek yang mengarah pada peningkatan kapasitas masyarakat seperti pelatihan, membangun sistem pemantauan dan evaluasi (monitoring/evaluasi) yang menjamin berlangsungnya transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana yang bersumber dari APBD kabupaten, memfasilitasi proses Musyawarah rencana kerja desa (Musrenbang) dan penyusunan buku panduan. Mereka harus rela bahwa pelaksana kegiatan/proyek didesa adalah masyarakat melalui organisasi mereka di desa, sementara instansi cukup sebagai katalisator saja; Kalaupun sebagai pelaksana proyek cukup untuk kegiatan diaras desa (kecamatan dan kabupaten);
2. Sinergik Antar Pelaku
Pelaku pembangunan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya duduk sama-sama merancang kegiatan untuk membantu BUMDes berkembang. Peran aktor-aktor ini terutama pada upaya-upaya peningkatan kapasitas BUMDes seperti :
a. LSM Lokal dan Nasional berperan dalam pengembangan sumber daya manusia (managemen yang handal), pengaturan sistem dan mekanisme akumulasi dan distribusi kapital, perbaikan administrasi dan perancangan imbal jasa serta pembagian keuntungan, inisiator usaha-usaha baru dan pengembangan jaringan. Tentunya mereka ini patut didukung oleh Lembaga Dana/Lembaga Internasional
b. Pemerintah Kabupaten/ Ditjen PMD-Depdagri berperan untuk memfasilitasi reformulasi kebijakan yang mendukung tumbuh kembangnya Bumdes
c. Pengusaha lokal, berperan sebagai penampung hasil-hasil usaha masyarakat dan pemasok kebutuhan usaha masyarakat.
Versi Lengkap PDF
* Guru SMK Negeri 3 Banjarbaru
Potensi BUMDes
Menurut Saragi (2005) ada beberapa potensi yang terangkum dalam pembentukan kegiatan BUMDes yaitu :
1. Akumulasi Kapital internal
Akumulasi kapital yang menonjol baru sebatas kapital ekonomi (simpanan dari anggota), padahal masih banyak jenis kapital lainnya misalnya bagaimana pengembangan manusianya, bagaimana pengelolaan kapital fisik desa (pasar desa, tanah kas desa) yang dapat juga dimanfaatkan sebagai kapital usaha produktif serta bagaimana kapital sosialnya terutama jaringan kerja. Salah satu kapital sosial yang penting yaitu kepercayaan, hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah simpanan anggota terutama simpanan sukarela, dan bertambahnya jumlah anggota Bumdes.
2. Distribusi Kapital eksternal
Kapital yang masuk ke desa (BUMDes) barulah kapital ekonomi yang berasal dari pemerintah kabupaten dan pihak ketiga. Padahal masih banyak jenis kapital eksternal lainnya yang dapat diperoleh bila kewenangan desa dan kewenangan BUMDes sudah ditetapkan. Saragi (2005) dalam makalahnya berjudul “Model Hipotetik Revitalisasi Kelembagaan Desa” menyebutkan diantara lebih dari 200 kewenangan yang terdapat dalam positif list yang disusun oleh Departemen Dalam Negeri, bidang-bidang kewenangan yang dapat didistribusikan ke BUMDes yaitu bidang perindustrian, pertambangan dan energi, pariwisata, perhubungan dan pekerjaan Umum (pembangunan prasarana desa)
Kewenangan BUMDes di bidang perindustrian ada 3, yaitu pengelolaan pemasaran hasil industri, pengembangan hasil industri, pengelolaan pasar desa dan tempat pelelangan ikan. Bidang Pertambangan dan energi, hanya satu yang dapat dijadikan kewenangan BUMDes yaitu pengelolaan pertambangan bahan galian golongan C dibawah satu hektar tanpa memakai alat berat. Bidang pariwisata, ada 3 butir kewenangan yaitu pengelolaan obyek wisata dalam desa diluar rencana induk pariwisata, pengelolaan lokasi perkemahan dalam desa, pengelolaan tempat rekreasi dan hiburan umum dalam desa. Bidang Perhubungan, ada 4 butir yang dapat dijadikan kewenangan BUMDes yaitu pengelolaan parkir/pemangkalan kendaraan dipasar, tempat wisata dan lokasi lainnya yang ada dalam desa, pembangunan dan pemeliharaan jalan desa, pembangunan terminal angkutan desa, pengelolaan angkutan lintas sungai. Bidang Pekerjaan Umum, ada 5 kewenangan BUMDes. Butir kewenangan dimaksud yaitu pemeliharaan rutin jalan kabupaten yang berada di desa yang terdiri dari pembersihan semak, pembersihan saluran/bandar, irigasi desa meliputi pembangunan, pengawasan dan pemeliharaan, pengelolaan dan pemanfaatan air bersih, pengelolaan dan pemeliharaan pompanisasi, jaringan irigasi yang ada di desa, pemeliharaan. Distribusi kewenangan ini dilakukan sejalan dengan distribusi keuangan.
3. Keanggotaan Bumdes juga adalah Lembaga
BUMDes sebaiknya menjadi mitra ataupun payung dari beberapa organisasi pelaku ekonomi di desa. Jadi BUMDes tidak hanya kumpulan individu-individu yang melakukan usaha bersama. Beberapa organisasi lain seperti Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Pokmas IDT, Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Kelompok Tani (KTN), Koperasi Unit Desa (KUD), Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Kelompok Tani Hutan (KTH), dan lain-lain.
4. Unit Usaha dan Kemitraan
Pengembangan unit usaha baru dapat dilakukan merujuk pada kewenangan BUMDes. Salah satu peluang yang dapat dikembangkan misalnya dalam bidang industri yang mengarah pada pemasaraan, BUMDes dapat membentuk unit usaha Pemasaran Hasil Desa. Unit ini bekerjasama dengan kelompok-kelompok industri, kelompok tani atau produsen lainnya yang ada di desa. Begitu pula sebaliknya, BUMDes dituntut untuk melakukan kemitraan dengan badan-badan usaha lainnya dalam rangka memperkuat posisi tawar misalnya kemitraan dengan pemasok sarana produksi pertanian atau menjadi supplier bagi usaha hilir lainnya (Pengusaha Lokal) diaras desa.
5. Pembagian Sisa Hasil usaha (SHU)
Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) merupakan bagian dari yang penting dalam pengembangan BUMDes. Hal inilah yang membedakan BUMDes dari badan usaha lainnya seperi pengusaha individu (CV) atau PT, Koperasi, dan lain-lain. Saragi (2004) dalam bukunya menyebutkan ada 5 tujuan pembentukan BUMDes yaitu
a. Peningkatan kemampuan keuangan desa
b. Pengembangan usaha masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan
c. Mendorong tumbuhnya usaha masyarakat
d. Penyedia jaminan sosial
e. Penyedia pelayanan bagi masyarakat desa.
Tujuan peningkatan kemampuan keuangan desa dan penyedia jaminan sosial sangat ditentukan bagaimana pengalokasian SHU yang diperoleh. Dengan demikian maka alokasi SHU harus diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan BUMDes seperti Pemerintah Desa, Pengurus BUMDes, LSM dan Masyarakat (individu/keluarga atau organisasi sebagai anggota) merumuskan bersama distribusi SHU tersebut.
Namun Hal-hal yang pokok dapat dipertimbangkan adalah :
a. Bahwa ada bagian tertentu yang dialokasikan untuk Kas Desa
b. Jasa Pengurus
c. Bagian untuk anggota
d. Cadangan modal
e. Jaminan sosial.
Alokasi SHU untuk jaminan sosial sangat penting mengingat kekayaan desa (khususnya Kapital Fisik) yang digunakan BUMDes dalam kegiatan usaha merupakan milik/hak setiap warga desa, oleh karenanya mereka berhak atas perolehan keuntungan yang dihasilkan dengan memanfaatkan kekayaan tersebut.
Dana-dana untuk jaminan sosial tersebut diserahkan BUMDes pada lembaga sosial yang ada di desa seperti panti asuhan, yatim piatu, orang jompo dan lain-lain. Dana tersebut dapat digunakan untuk santunan/jaminan hidup, beasiswa, bantuan perbaikan rumah/lingkungan pemukiman dan lain-lain. Dengan demikian BUMDs berkontribusi bagi upaya-upaya pengentasan kemiskinan di desa.
Kendala Pembentukan dan Pelaksanaan BUMDes
Ada beberapa kendala yang ditemui dalam rencana pembentukan serta pelaksanaan BUMDes selama ini :
1. Tidak adanya atau kurangnya modal. Masyarakat desa yang tergolong miskin pada umumnya adalah orang-orang yang tidak memiliki modal dalam berusaha. Mereka hanya mengandalkan sumber daya manusia dalam mencukupi kehidupan sehari-hari. Sehingga mereka sendiri sulit untuk berkembang dan berinisiatif dalam mencari dan menemukan potensi sumber pendapatan lainnya.
Tetapi hal ini dapat diatasi jika pemerintah desa lebih tanggap dengan mendatangkan investor yang mau menanamkan modalnya dalam BUMDes.
2. Masyarakat cenderung akan memikirkan kesejahteraan masing-masing secara priorotas. Sehingga menjadi kendala dalam memberikan sosialisasi tentang manfaat dari BUMDes ini. Karena masyarakat akan menilai bahwa keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari BUMDes nantinya hanya dinikmati oleh para pemilik modal, sedangkan masyarakat hanya dianggap sebagai pekerja yang mendapat gaji.
Untuk hal ini pemerintah khususnya pemerintah desa harus lebih aktif dalam mensosialisasikan tentang prinsip-prinsip BUMDes dan memberikan kejelasan tentang hasil-hasil yang didapat masyarakat jika usaha tersebut berjalan.
3. Desa tidak memiliki sumber daya manusia yang baik, sehingga dalam pengelolaannya terjadi pengelolaan tradisional yang mengandalkan keuntungan semata tanpa memperhitungkan kondisi-kondisi akan datang, apakah ada kompetitor? Menipisnya bahan baku? Jarak pemasaran yang jauh? Dan lain-lain.
Dalam awal pengelolaan diharapkan adanya pembinaan dari pemerintah atau pihak lainnya seperti LSM. Bahkan kalu perlu pemerintah dapat melakukan proteksi terhadap usaha-usaha lain agar BUMDes memiliki kesempatan untuk bersaing dengan jenis-jenis usaha lainnya.
4. Belum terintegrasinya potensi-potensi desa dan sumber daya yang memiliki nilai jual kompetitif.
Pemilihan jenis usaha yang tepat dan sesuai dengan potensi desa akan lebih memacu pertumuhan usaha. Jadi perlu adanya pendataan dan survey potensi-potensi desa serta pertimbanganpertimbangn yang bersifat memilih dan memprioritaskan jenis usaha yang ana yang lebih bisa dijalankan dan lebih menguntungkan.
Pembenahan BUMDes
Untuk mewujudkan gagasan pengembangan BUMDes Saragi (2005) mengusulkan berbagai perubahan dan perbaikan. Perubahan tersebut diantaranya adalah :
1. Reformulasi Kebijakan Pemerintah Daerah
Sudah menjadi kesepakatan nasional bahwa salah satu asas penyelenggaraan negara adalah memberikan keleluasaan pemerintah daerah untuk berkreasi melalui paket kebijakan desentralisasi yang dikenal dengan UU No 32 dan 33 tahun 2004. Meskipun banyak pihak yang belum sepakat dengan berbagai substansi pengaturan yang dikandung kedua UU tersebut namun satu hal dapat dikatakan bahwa peran daerah (kabupaten/kota) perlu dioptimalkan. Reformulasi kebijakan dimaksud diarahkan agar :
a. Pemerintah daerah (pemda) Kabupaten segera melakukan identifikasi, inventarisasi dan distribusi kewenangan serta alokasi dana ke desa dalam bentuk peraturan daerah
b. Pemerintah daerah membatasi intervensi pengusaha lokal khususnya kontraktor untuk berperan hanya pada proyek-proyek diatas desa saja, sementara proyek-proyek di desa dilakukan masyarakat desa sendiri. Tentunya dibutuhkan fasilitasi dari pemda kabupaten
c. Mengidentifikasi dan merevisi berbagai produk kebijakan daerah yang kurang sesuai dengan ide menjadikan BUMDes sebagai induk pelaku ekonomi desa serta mengusulkan revisi kebijakan nasional misalnya Keppres tentang pengadaan barang dan jasa. Syarat untuk menjadi rekanan tidak lagi didasarkan pada maksimal jumlah anggaran atau mengecualikan proyek/kegiatan yang dilaksanakan di desa
d. Merubah landasan berfikir instansi terkait bahwa proyek bukan berarti pembangunan fisik atau penyaluran uang/bantuan. Instansi terkait hendaknya bergeser perannya yang semula sebagai penyedia/pelaksana berbagai proyek dimaksud di desa menjadi pelaksana proyek yang mengarah pada peningkatan kapasitas masyarakat seperti pelatihan, membangun sistem pemantauan dan evaluasi (monitoring/evaluasi) yang menjamin berlangsungnya transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana yang bersumber dari APBD kabupaten, memfasilitasi proses Musyawarah rencana kerja desa (Musrenbang) dan penyusunan buku panduan. Mereka harus rela bahwa pelaksana kegiatan/proyek didesa adalah masyarakat melalui organisasi mereka di desa, sementara instansi cukup sebagai katalisator saja; Kalaupun sebagai pelaksana proyek cukup untuk kegiatan diaras desa (kecamatan dan kabupaten);
2. Sinergik Antar Pelaku
Pelaku pembangunan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya duduk sama-sama merancang kegiatan untuk membantu BUMDes berkembang. Peran aktor-aktor ini terutama pada upaya-upaya peningkatan kapasitas BUMDes seperti :
a. LSM Lokal dan Nasional berperan dalam pengembangan sumber daya manusia (managemen yang handal), pengaturan sistem dan mekanisme akumulasi dan distribusi kapital, perbaikan administrasi dan perancangan imbal jasa serta pembagian keuntungan, inisiator usaha-usaha baru dan pengembangan jaringan. Tentunya mereka ini patut didukung oleh Lembaga Dana/Lembaga Internasional
b. Pemerintah Kabupaten/ Ditjen PMD-Depdagri berperan untuk memfasilitasi reformulasi kebijakan yang mendukung tumbuh kembangnya Bumdes
c. Pengusaha lokal, berperan sebagai penampung hasil-hasil usaha masyarakat dan pemasok kebutuhan usaha masyarakat.
Versi Lengkap PDF
* Guru SMK Negeri 3 Banjarbaru
Saturday, February 14, 2009
Kota yang Berkualitas
Oleh : Herlina Maulidah *
Melihat kota adalah melihat manusianya. Keberadaan kota harus membuat kualitas kehidupan masyarakatnya bagus. Standar kualitas hidup sebuah kota akan mencerminkan kondisi kemajuan perkembangan kota.
Banjarmasin sebagai sebuah kota, minimal harus memiliki pelayanan sektor publik yang bagus dan berkualitas. Minimal sarana dan prasarana publik seperti air siap minum, listrik antibyarpet, jalan mulus dan lebar.
Penataan ruang kota, termasuk memenuhi kewajiban amanat PP No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau (RTH). Ketentuan luasan 30 persen RTH di setiap perkotaan mesti dijalankan dengan adanya taman kota, termasuk pekarangan dan halaman rumah.
Selain itu, sektor pendidikan juga mesti jadi prioritas. Semakin tinggi tingkat HDI (human development indeks) akan mendukung wajah kota yang berkualitas. Kalau perlu dibentuk dewan perencanaan kota seperti di luar negeri, terdiri dari para tokoh dan cendikiawan yang ahli di berbagai bidang dalam menyusun tata kota.
Sebagai kota sungai perlu pembenahan yang komprehensif, tantang fungsi sungai dan perencanaan yang integratif sebagai kota sungai. Keberadaan sungai tidak hanya berfungsi sebagai septic tank, tapi bernilai ekonomis melalui eco tourism wisata sungai.
Mari bangun kota yang memiliki standar kualitas hidup yang tinggi, maka kita bangga menjadi urang banua.
* Staf BAPPEDA Hulu Sungai Selatan, saat ini sedang menyelesaikan tesis di bidang Perencanaan Pendidikan pada Program Pasca Sarjana Unibraw
* email: herlinamaulidah@yahoo.co.uk
Tulisan ini telah dimuat di SKH Banjarmasin Post
Subscribe to:
Posts (Atom)