Sunday, August 30, 2009

Wisata Hati (4) : Makam Sunan Bonang

Perjalanan berikutnya yaitu dengan tujuan makam Sunan Bonang yang ada di Tuban, kemudian nanti dilanjutkan ke makam Sunan Drajat yang ada di Lamongan.
Setelah beristirahat satu malam di Sidoarjo, kami melanjutkan perjalanan dengan start di Terminal Purabaya Bungurasih, Surabaya. Karena perjalanan menuju Tuban cukup jauh, lebih dari 100 km, kami memutuskan untuk menggunakan bis PATAS yang cukup nyaman. Dan memamg betul, ketika masuk ke bis PATAS suasana nyaman memang terasa, dengan kursi empuk yang bisa di gerakkan sandarannya, udara panas di terminal pun langsung terasa dingin ketika masuk bis, karena full AC, belum lagi ada fasilitas kamar kecil di bagian belakang bis. Pokoknya mirip di pesawat, hanya tentunya tidak bisa terbang.
Perjalanan menuju Tuban dilalui dengan semangat baru, stamina segar dan udara yang cerah. Di sepanjang jalan selepas dari Surabaya, kami disuguhi pemandangan pedesaan yang sangat alami, dengan hamparan sawah dan tambak masyarakat di daerah Lamongan. Sesekali nampak lahan pembuatan garam yang bagi penulis merupakan hal pertama yang pernah melihat lahan pembautan garam. Air laut dipompa menggunakan kincir angin untuk dimasukkan ke lahan (termasuk penggunaan energi tanpa BBM), kemudian dialirkan ke petak-petak lahan yang kemungkinan selanjutnya diuapkan dengan sinar matahari. Terlihat beberapa petani menggunakan alat yang mirip penggerus yang didorong, mungkin alat pengumpul kristal garam hasil sisa pengauapan air laut. Namun yang sempat penulis pikirkan, bagaimana petani tersebut mengumpulkan garam tanpa mengikis tanah yang ada dibagian bawahnya. Perlu keahlian tersendiri mungkin untuk hanya mengumpulkan garam tanpa mengikis tanah.
Selain lahan pembuatan garam, hampir di sepanjang jalan, terdapat kolam-kolam tambak masyarakat yang rata-rata sangat luas. Menurut penumpang bis yang mengetahui, tambak-tambak tersebut merupakan peternakan bandeng yang sangat terkenal di Lamongan.
Memasuki daerah Tuban, ada hal yang menarik yaitu banyaknya tumbuhan yang mirip dengan tanaman palem atau bahkan mirip tanaman korma. Kira-kira tanaman ini berjenis monokotil, dengan akar serabut, batang lurus, daunnya menjari, dan buahnya bersabut. Rata-rata sangat tinggi seperti pohon kelapa yang sudah belasan tahun. Penulis mendapat informasi, tanaman tersebut tenyata yang disebut dengan lontar. Padahal sejak kecil, penulis beranggapan tanaman lontar itu seperti tanaman jati yang daunnya lebar-lebar.
Memasuki kota Tuban, banyak di pinggir jalan dijual buah lontar yang di daerah tersebut dinamakan biuah Siwalan. Besarnya seperti mangga bewarna coklat kehijauan dan bersabut. Sedangkan daging di dalam bewarna putih, sayang penuling tidak sempat mencicipi buah tersebut. Ternyata tangkain buah siwalan ini juga dapat di potong dan mengeluarkan sejenis air nira yang kemudian juga dapat diminum. Entah bagaimana rasanya air nira siwalan, mungkin juga manis seperti air nira kebanyakan. Warnanya putih seperti daging buahnya, tidak kecoklatan seperti air nira.
Tidak terasa, kami diturunkan oleh kondektur di Kota Tuban. Kami disarankan untuk berjalan ke arah utara untuk menuju lokasi makam Sunan Bonang. Ketika kami menyusuri jalan di kota Tuban, ada hal unik tentang kota ini. Di sepanjang jalan menuju lokasi makam, jalan dipenuhi dengan becak yang terus sambung-menyambung hilir mudik mengantar penumpang. Awalnya kami anggap pemandangan biasa, namun ternyata becak-becak ini memang khusus mengantar para peziarah yang menggunakan bis yang parkir sekitar 300 m dari lokasi makam. Saking banyaknya, ketika menunggu penumpang, becak ini bisa antri sampai 50 m lebih dengan dua lajur. Namun yang patut dipuji adalah tidak terlihat adanya rebutan penumpang antar penarik becak, nampaknya sudah ada kesepakatan antar penarik becak tentang pembagian rezeki diantara mereka.
Lokasi makam Sunan Bonang tepat berada di tengah-tengah kota, yaitu sebelah barat alun-alun dan masjid raya, sekitar 100 meter dari pantai utara. Jalan masuk menuju lokasi makam adalah pasar souvenir dan jajanan khas Tuban. Sempat ada kejadian kecil ketika kami saat ada di pasar tersebut, beberapa petugas satpol PP berupaya menertibkan pedagang-pedagang yang dianggap menggangu lalu lintas, beberapa pedagang sempat melarikan dagangannya namun satu orang akhirnya diangkut petugas entah dibawa kemana.
Memasuki makam Sunan Bonang, kami melalui 3 pintu gerbang yang memiliki sekat-sekat dengan sekat terdalam adalah makam Sunan Bonang dan beberapa makam lainnya. Makam Sunan Bonang berbentuk kubah dengan bangunan cumgkup beratap rendah. Penulis tidak dapat mendekat lebih dekat, karena telah lebih banyak peziarah yang masuk ke kubah dan duduk mengelilingi kubah. Dengan mengambil lokasi agak kosong, kami duduk dengan alas plastik dan membaca tahlil dan doa.
Selesai berziarah kami keluar dari lokasi makam, namun ternyata di jalan keluar, ternyata sama dengan jalan masuk sehingga arus peziarah yang ingin pulang bertemu dengan yang ingin masuk sehingga sempat terjadi saling dorong. Mungkin ini perlu dipikirkan pihak pengelola, agar membuat jalan yang berbeda sehingga arus keluar dan masuk tidak bertemu. Selain itu, adanya pedagang yang melimpah sampai masuk ke lokasi makam, tentunya mengganggu pemandangan serta kenyamanan bagi peziarah, padahal jelas-jelas telah terpampang tulisan DILARANG BERJUALAN DISIN, namun petugas keamanan dan petugas lainnya terkesan tidak bisa menertibkan pedagang.
Di Masjid Sunan Bonang, kami sempatkan sholat Dzuhur, karena bertepatan dengan waktunya sholat. Masjid Sunan Bonang dibangun sangat megah, mungkin karena masjid ini adalah masjid raya Kota Tuban, sehingga dana pembangunannya dapat ditanggung oleh pemerintah daerah setempat.

Thursday, August 20, 2009

Wisata Hati (3) : Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim


Di Kota Gresik terdapat dua makam Wali Allah, yaitu makam Sunan Giri dan makam Syeh Maulana Malik Ibrahim. Menurut riwayat, Syeh Maulana Malik Ibrahim atau yang dikenal dengan Sunan Gresik merupakan wali yang paling terdahulu menyebarkan Agama Islam di Jawa Timur. Seperti yang ditulis oleh azzahraku.multiply.com, bahwa pada nisan Syeh Maulana Malik Ibrahim tertulis tahun wafat beliau yaitu 12 Rabiul Awwal 822 H atau 10 April 1419 M. Sedangkan Sunan Ampel diduga wafat setelahnya yaitu tahun 1467.
Dari lokasi makam Sunan Giri menuju makam Syeh Maulana Malik Ibrahim dapat ditempuh dengan angkot. Sewaktu kita keluar dari makam Sunan Giri sebenarnya banyak ojek dan dokar yang menawarkan untuk mengantar ke makam Syeh Maulana Malik Ibrahim, tentunya dengan tarif yang berbeda dibanding dengan angkot.
Makam Syeh Maulana Malik Ibrahim terletak di sebelah timur makam Sunan Giri. Jaraknya tidaklah terlalu jauh, kira-kira tidak sampai 5 km. Lokasi makam Syeh Maulana Malik Ibrahim terletak di tengah-tengah kota Gresik, bersebelahan dengan lokasi makam pahlawan. Sebelum memasuki lokasi makam, kita akan memasuki pasar souvenir dan jajanan seperti di lokasi makam Sunan Ampel dan Sunan Giri. Namun pasar di sini terlihat lebih kecil dan sedikit, dan areal makam pun juga lebih kecil, mungkin hanya puluhan makam saja yang ada.
Di lokasi makam terdapat Masjid Syeh Maulana Malik Ibrahim dan di sebelah utara masjid terdapat kubah atau cungkup yang merupakan kubah Syeh Maulana Malik Ibrahim. Ketika penulis memasuki kubah, ternyata sudah banyak peziarah yang berdoa dan bertahlil, yang rata-ata berkelompok atau rombongan. Penulis berupaya untuk mendapat posisi paling dekat dengan makam. Makam Syeh Maulana Malik Ibrahim dapat terlihat dengan jelas, terdapat tiga batu nisan yang berdampingan dan berada lebih rendah dari permukaaan tanah. Tidak jelas yang mana makam Syeh Maulana Malik Ibrahim, namun tentunya tiga makam ini merupakan makam Wali-wali Allah. Ketiga makam diberi pagar besi yang cukup tinggi. Setelah selesai bertahlil dan berdoa, penulis segera mengundurkan diri dan keluar dari kubah, untuk memberikan kesempatan kepada beberapa peziarah yang belum masuk ke dalam kubah.

Wednesday, August 19, 2009

Sumber Belajar

Oleh : Ilham Alfian Nor (2009)

Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang sumber belajar, dimulai oleh Edgar Dale (1969) seorang ahli pendidikan mengemukakan sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar seseorang. Sedangkan definisi sumber belajar yang diberikan oleh Association for Education Communication Technology (AECT) adalah berbagai sumber baik itu berupa data, orang atau wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar baik yang digunakan secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Kedua pengertian tersebut menunjukkan bahwa pada hakikatnya sumber belajar begitu luas dan kompleks, lebih dari sekedar media pembelajaran. Segala hal yang sekiranya diprediksikan akan mendukung dan dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pembelajaran dapat dipertimbangkan menjadi sumber belajar. Dengan pemahaman ini maka guru bukanlah satu-satunya sumber tetapi hanya salah satu saja dari sekian sumber belajar lainnya (As’ari : 2007).
Sumber belajar adalah bahan termasuk juga alat permainan untuk memberikan informasi maupun berbagai keterampilan kepada murid maupun guru (Sudono dalam Trimo : 2008). Hamalik dalam Trimo (2008), menyatakan bahwa sumber belajar adalah semua sumber yang dapat dipakai oleh siswa, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan siswa lainnya, untuk memudahkan belajar. Mudhofir dalam Trimo (2008), menyatakan bahwa yang termasuk sumber belajar adalah berbagai informasi, data-data ilmu pengetahuan, gagasan-gagasan manusia, baik dalam bentuk bahan-bahan tercetak (misalnya buku, brosur, pamlet, majalah, dan lain-lain) maupun dalam bentuk non cetak (misalnya film, kaset, video cassette, dan lain-lain).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan guru maupun siswa dalam mempelajari materi pelajaran, sehingga memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran tersebut (Trimo : 2008).
Lingkungan memang merupakan materi belajar yang sangat bermanfaat. Lingkungan dimana individu berada dapat dimanfaatkan sebagai sumber materi, baik materi yang terikat dengan kurikulum, maupun materi yang tidak mengikat namun dapat digunakan pada satu peristiwa belajar. Lingkungan belajar memang ada yang sengaja diciptakan, seperti museum, perpustakaan, dan sebagainya. Disamping itu, ada lingkungan alam dan kebendaan lain yang dimanfaatkan karena kebutuhan akan penyerapan materi tersebut. Lingkungan belajar tadi termasuk lingkungan belajar bersifat non manusia. Lingkungan yang dirancang sebagai sumber belajar misalnya museum dan perpustakaan (Prawiradilaga : 1999)
Ditinjau dari segi pendayagunaan, AECT membedakan sumber belajar menjadi dua macam yaitu:
1. Sumber belajar yang dirancang atau sengaja dibuat untuk digunakan dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sumber belajar yang dirancang tersebut dapat berupa buku teks, buku paket, slide, film, video dan sebagainya yang memang dirancang untuk membantu mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
2. Sumber belajar yang tidak dirancang atau tidak sengaja dibuat untuk membantu mencapai tujuan pembelajaran. Jenis ini banyak terdapat disekeliling kita dan jika suatu saat kita membutuhkan, maka kita tinggal memanfaatkannya. Contoh sumber belajar jenis ini adalah tokoh masyarakat, toko, pasar, museum.
Menurut As’ari (2007) sumber belajar terbagi menjadi enam jenis, yaitu 1) sumber berupa pesan; 2) manusia; 3) peralatan; 4) bahan; 5) teknik/metode; dan 6) lingkungan/setting.
Ada sejumlah pertimbangan yang harus diperhatikan, ketika akan memilih sumber belajar (As’ari : 2007), yaitu:
1. Bersifat ekonomis dan praktis (kesesuaian antara hasil dan biaya).
2. Praktis dan sederhana artinya mudah dalam pengaturannya.
3. Fleksibel dan luwes, maksudnya tidak kaku dalam perencanaan sekaligus pelaksanaannya.
4. Sumber sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan waktu yang tersedia.
5. Sumber sesuai dengan taraf berfikir dan kemampuan siswa.
6. Guru memiliki kemampuan dan terampil dalam pengelolaannya.
Beberapa sumber belajar yang dapat dimanfaatkan adalah :
1. Perpustakaan
2. Media Belajar/Alat Peraga
3. Majalah Dinding
4. Mengunjungi museum sesuai dengan materi (museum uang, museum sejarah atau museum hewan)
5. Study tour mengunjungi gedung geologi, lembaga pemasyarakatan atau lembaga pemerintahan
6. Mengunjungi tempat ibadah, pasar, mal (tempat belanja)
7. Mendatangkan tokoh untuk diskusi (polisi dan dokter membahas narkoba, anggota DPR membahas pemerintahan daerah dan lain-lain)

Saturday, August 15, 2009

Selamatkan Hutan Kota Banjarmasin

Sekitar dua minggu yang lalu, saya berkesempatan mengunjungi Kota Banjarmasin yang merupakan kota terbesar di Kalimantan Selatan. Lumayan lama saya sebelumnya tidak ke Kota Banjarmasin, sehingga ada beberapa perubahan kecil yang nampak dalam penglihatan saya tentang perkembangan kota, khususnya dilihat dari ruang terbuka hijau (RTH).
Ruang Terbuka Hijau merupakan lahan tidak terbangun yang ditumbuhi oleh vegetasi (tanaman) hijau, baik yang dirawat maupun yang tumbuh liar.RTH Perkotaan berarti adalah RTH yang ada di wilayah kota, baik yang berbentuk memanjang atau mengelompok, sehingga dapat memberikan manfaat secara ekologis, sosial, dan keindahan. Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, luasan minimal RTH di perkotaan adalah 30% dari luas wilayah kota. Selain itu dijelaskan pula, bahwa ada dua jenis RTH yaitu RTH publik dan RTH privat.
Isu RTH perkotaan saat ini menjadi hangat diperbincangkan, menyusul semakin besarnya konversi lahan RTH di perkotaan menjadi lahan non RTH, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak pada penurunan kualitas lingkungan hidup pada masyarakat perkotaan. Demikian yang terjadi pada salah satu RTH yang ada di Kota Banjarmasin, yaitu hutan kota yang ada di lingkungan Masjid Sabilal Muhtadin.
Ketika penulis melintas tepat di muka masjid, ternyata di bagian bawah (tanah) hutan kota tersebut telah di paving (pengerasan) dengan batako. Mungkin maksud Pengurus Masjid adalah untuk memperluas masjid, agar dapat digunakan para muslim yang melakukan ibadah. Namun Pengurus Masjid tidak memperhitungkan dampak pengerasan tanah bagian bawah hutan kota ini, terutama pada dampak ekologis. Hilangnya rumput penutup lahan hutan kota, dapat menyebabkan erosi yang membahayakan bagi pohon-pohon. Belum lagi akan tercipta iklim mikro yang lebih panas, karena bahan batako akan meningkatkan suhu udara hutan kota. Karena tanaman rumput dan perdu hilang, maka akan terjadi pengurangan penyerap (adsorber) polutan dan bunyi (kebisingan). Hilangnya beberapa organisme yang hidup di ekosistem rumput dan perdu, juga merupakan pemusnahan organisme akibat berubahnya habitatnya. Tentunya ini memberikan dampak yang serius bagi kualitas lingkungan hidup di sekitar masjid.
Secara estetika, pemandangan batako dengan warna kusam juga menurunkan daya tarik keindahan bagi pemandangan hijau di hutan kota. Bagi pengunjung yang ingin menikmati hutan kota, secara fisik dan psikologis akan merasakan perubahan pada suasana hutan kota yang berubah menjadi lebih panas dan gerah, karena panas yang berasal dari matahari akan lebih banyak dipantulkan oleh permukaan batako. Sehingga akan terjadi peningkatan suhu udara dan penurunan kelembaban. Menurut beberapa pengamatan, bahan logam dan batuan memberikan peningkatan panas 1 – 2 oC terhadap udara disekelilingnya. Ini akan memberikan sumbangan pada pemanasan global yang diperkirakan akan mengalami kenaikan suhu permukaan bumi 0,6 – 0,7 oC setiap tahun.
Pada Kota Banjarmasin, sebagai kota dengan ketinggian sama dengan permukaan air laut, suhu udara di kota ini bisa mencapai 38 oC, sudah termasuk panas. Sangat ironis sekali, Kota banjarmasin dengan luas 72 km2, hanya memiliki satu hutan kota yaitu hutan kota Masjid Sabilal Muhtadin dengan luas 0,33 km2. Walaupun banyak jenis RTH yang lain seperti taman, median jalan, dan sempadan sungai, namun luasannya rata-rata kecil sehingga hampir tidak dapat menciptakan iklim mikro. Tentunya hutan kota Masjid Sabilal Muhtadin menjadi sangat berarti bagi penciptaan iklim mikro di Kota banjarmasin.
Sangat diharapkan bagi masyarakat dan Pemerintah Kota Banjarmasin selaku pengelola wilayah, memiliki persepsi yang sama dalam penyelamatan lingkungan perkotaan yang telah penuh dengan permasalah lingkungan. Masyarakat perkotaan sangat memerlukan suatu lokasi yang dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan serta peningkatan kualitas hidup, baik secara fisik maupun secara psikologis. Mari kita benahi lingkungan, dengan tetap merawat dan memelihara tanaman sebagai elemen ruang terbuka hijau, serta menghindari pengalihan fungsi lahan menjadi lahan terbangun yang tidak memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup. Tanam satu pohon dati satu orang.

Friday, August 14, 2009

Wisata Hati (2) : Makam Sunan Giri


Perjalanan dari JMP (Jembatan Merah Plaza) Surabaya menuju Gresik menggunakan angkot berupa mobil Kijang yang dimodifikasi sehingga dapat memuat penumpang sampai 10 orang lebih. Perjalanan dimulai dengan menyusuri jalan-jalan di Kota Surabaya yang sedikit macet dan panas. Kondektur tak henti-hentinya menambah penumpang, sehingga kami yang di dalam angkot serasa ikan sarden yang saling terhimpit dengan peluh mengucur. Kira-kira satu jam perjalanan, tiba kami di Kota Gresik yang lebih bersih. Beda dengan Surabaya yang panas dan berdebu, Kota Gresik walaupun juga terasa panas, namun lebih rapi dan bersih, mungkin juga karena matahari sudah mulai mengurangi sengatan panasnya.
Ketika di perempatan kami diturunkan oleh sopir angkot, kami diberi petunjuk untuk menunggu angkot lain yang menuju arah barat untuk menuju makam Sunan Giri. Beberapa saat, kami menyetop angkot warna hijau, setelah bertanya sedikit kami masuk angkot dan dengan ramah sopir bercerita sedikit tentang makam Sunan Giri. Menurutnya lokasi makam tidaklah jauh, hanya nanti untuk memasuki lokasi makam kami harus menaiki banyak anak tangga, karena makam Sunan Giri berada di atas bukit. Selesai sang sopir angkot bercerita, ternyata kami sudah sampai di pintu gerbang lokasi makam. Ternyata memang benar, memasuki gerbang lokasi makam, berpuluh-puluh anak tangga sudah menanti kaki kami.
Dengan bersemangat, kami menaiki tangga satu-persatu, kira-kira setengah perjalanan ternyata cukup lelah untuk menaiki anak tangga, rupanya perlu beristirahat dulu. Namun karena ditarget waktu, kami harus lebih cepat untuk melakukan ziarah, karena masih ada satu tujuan lagi yaitu makam Syeh Maulana Malik Ibrahim.
Sebelum masuk ke area makam, kita akan memasuki lorong pasar persis seperti pasar yang ada di Masjid Ampel. Pasar ini tepat bersebelahan dengan Masjid Sunan Giri, yang saat kami berkunjung masih dalam tahap renovasi. Di ujung pasar terdapat gerbang untuk masuk ke areal pemakaman Sunan Giri. Lokasi makam berada di sebelah barat Masjid Sunan Giri. Ratusan makam terdapat di areal ini, namun kita akan langsung melihat sebuah bangunan kubah atau cungkup yang besar, tentunya ini makam Sunan Giri. Kubah atau cungkup tersebut berupa bangunan kayu berbentuk bujur sangkar dengan atap yang agak rendah. Dinding kubah berupa kayu yang diukir dengan motif tumbuhan. Untuk jenis kayunya penulis kurang mengetahui, bewarna coklat hitam. Pintu kubah sangat rendah sehingga bagi peziaran yang ingin masuk ke dalam kubah harus menunduk.
Puluhan peziarah sudah banyak duduk untuk melakukan doa-doa dan tahlil. Beruntung penulis dapat kesempatan untuk masuk ke kubah dan duduk langsung di samping makam Sunan Giri. Namun makam Sunan Giri tidaklah terlihat langsung, makam di tutupi dengan kelambu, ketika penulis mencoba membuka kelambu tersebut, ternyata dibalik kelambu masih dipagari dengan kayu berukir yang sama dengan dinding kubah.
Selesai berdoa, kami beristirahat sebentar di lokasi makam Sunan Giri. Lokasi makam terasa dingin dan nyaman, mungkin dikarenakan banyaknya tanaman yang tumbuh di sela-sela makam. Sambil beristirahat, kami memperhatikan para peziarah yang keluar masuk kubah, sayangnya ada beberapa peziarah yang kurang menghormati makam, ada yang duduk-duduk di nisan, ada yang tidak berpakaian secara muslim, bahkan ada seorang anak yang belum baligh namun dibiarkan tanpa celana. Sedangkan para pengemis yang berada di jalan masuk dan keluar makam, memang masih berlaku wajar, namun sekiranya dapat ditertibkan tentunya akan menambah kenyamanan peziarah.

Thursday, August 13, 2009

Mana Nasionalis-mu Bung !!!


Kurang dari seminggu lagi kita akan memperingati hari lahirnya bangsa ini. Tanggal 17 Agustus tinggal beberapa hari lagi, setiap orang tentu maklum bahwa pada tanggal tersebut harus diperingati dengan meriah. Setiap RT, RW, bahkan setiap gang, melakukan berbagai perayaan yang bertujuan untuk memeriahkan hari kemerdekaan ini. Beraneka ragam lomba diadakan, dari yang lomba olahraga yang umum sampai lomba yang aneh-aneh, dengan peserta anak-anak sampai kakek-kakek, bahkan ibu-ibu dengan balitanya juga. Setiap orang bergembira dengan perayaan ini, tidak terkecuali anak-anak yang tidak tahu-menahu dengan sejarah 17 Agustus.
Namun dibalik semua kemeriahan tersebut, ada sesuatu yang telah mulai luntur dan menghilang di hati mereka itu. Secara fisik saja, masyarakat mulai enggan untuk menancapkan merah putih di muka rumah masing-masing. Entah apakah belum punya bendera dan tiangnya, atau apakah malas untuk mendirikan tiang bendera dan mengibarkan merah putih sebagai perlambang rasa nasionalis. Perkara mengibarkan bendera ini nampaknya merupakan hal yang sepele. Namun jika itu sangat menyolok, tentunya menjadi pertanyaan yang serius.
Sampai saat ini, hanya kantor-kantor pemerintahan saja yang memasang umbul-umbul dan hiasan merah putih. Masyarakat sebagian besar masih belum memasang bendera merah putih. Sedangkan di toko-toko dan pusat perbelanjaan masih ramai dengan spanduk dan reklame iklan. Kondisi demikian tentunya memperihatinkan bagi penanaman nilai nasionalis kepada anak-anak dan remaja. Suatu saat mungkin anak-anak dan remaja akan melupakan sejarah 17 Agustus itu sendiri.
Marilah kita ingat kembali, pesan Demang Lehman sebelum beliau digantung oleh Belanda, “Tanah Banjar kada lapas matan Walanda, mun kada di palas lawan darah”. Pesan ini mensyaratkan kepada kita bahwa, kemerdekaan dan kebebasan yang kita rasakan sekarang, tidak di dapat dengan gratis. Belanda dan Jepang tidak pernah menghadiahkan kemerdekaan bangsa ini kepada kita. Ingatlah bagaimana penderitaan Pangeran Antasari dalam melalui berbagai pertempuran kemudian beliau harus menahan rasa sakit sehingga wafat di persembunyian. Kemudian pertempuran di Marabahan yang menewaskan Panglima Wangkang. Demikian juga tewasnya para pejuang-pejuang di Martapura, Kandangan, Amuntai, Pelaihari, bahkan daerah-daerah Kaltim dan Kalteng.

Wednesday, August 12, 2009

Seandainya Atom Sebesar Kelereng


Kalau kita membeli rambutan seikat, biasanya kita tidak menghitung berapa biji rambutan dalam ikatan itu. Karena sudah kebiasaan, dalam satu ikat rambutan biasanya terdiri dari 10 biji. Jadi kalau memebeli 10 ikat, maka jumlah rambutannya ada 100 biji.
Sedangkan pada peralatan makan terdapat satuan lusin, yang menyatakan sebanyak 12 buah. Kalau 10 lusin gelas maka tentunya terdapat 120 buah gelas.
Demikian juga pada satuan kodi, yang menyatakan jumlah 20 buah. Satuan-satuan tersebut populer di masyarakat, karena selalu dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
Pada prinsipnya, satuan mol juga demikian. Hanya saja, satuan mol hanya digunakan dalam telaah Ilmu Kimia yang terbatas pada pendidikan (akademis) dan penelitian, khususnya pada Ilmu Kimia. Satuan mol menyatakan jumlah benda sebanyak 602.000.000.000.000.000.000.000 buah atau ditulis secara matematis 6,02 x 1023. Satuan mol digunakan untuk menyatakan jumlah zat yang terdiri dari jumlah atom atau molekul yang sangat mikro. Jadi kalau 10 mol zat berarti mengandung jumlah atom atau molekul sebanyak 6,02 x 1024 buah.
Dalam sejarahnya, penentuan angka satuan mol melalui beberapa kali usulan. Namun angka 6,02 x 1023 yang merupakan usulan dari Avogadro dipakai sebagai besaran satuan mol, atau yang dikenal dengan Bilangan Avogadro. Angka ini terdapat dalam proposal Avogadro yang diajukan pada tahun 1811 tentang Teori Kinetik Gas. Kemudian banyak ilmuwan yang mengusulkan angka yang berbeda untuk menyatakan jumlah zat, seperti Loschmidt pada tahun 1865, dia mengusulkan angka 72×1023, yang didapat dari jumlah molekul gas yang ada di bumi. Kemudian tahun 1908, Perrin mengusulkan angka 6,7 × 1023, setahun kemudian Rutherford mengusulkan angka 6,16 x 1023. Lalu Milikan dengan percobaannya pada tahun 1917 yaitu pada percobaan tetes minyak mengusulkan angka 6,064 x 1023, dan yang terakhir yaitu Nouy pada tahun 1924 yang meneliti tentang molekul lapisan tipis mengusulkan angka 6,004 x 1023.
Pada dasarnya semua angka hampir menunjukkan besar yang sama, hanya Loschmidt yang agak beda jauh. Namun semua ilmuwan sepakat untuk menggunakan usulan Avogadro untuk menyatakan besaran satuan mol. Melalui pengukuran volum molar, didapat Bilangan Avogadro sebesar 6,0221335 x 1023.
Sebagai ilustrasi untuk satuan mol adalah sebagai berikut :
1. Seandainya atom sebesar kelereng dengan isi 1 cm3, maka 1 mol kelereng memiliki volume sebesar 6,02 x 1023 cm3 atau 6,02 x 108 km3. Jika kelereng disebar ke permukaan bumi, maka bumi akan tertutupi kelereng sampai ketinggian 50 mil.
2. Jika menghitung 10 juta atom memerlukan waktu satu detik, maka menghitung satu mol menghabiskan waktu selama 2 milyar tahun. WOW
 

Blogger news

Mobile Edition
By Blogger Touch