Sekitar dua minggu yang lalu, saya berkesempatan mengunjungi Kota Banjarmasin yang merupakan kota terbesar di Kalimantan Selatan. Lumayan lama saya sebelumnya tidak ke Kota Banjarmasin, sehingga ada beberapa perubahan kecil yang nampak dalam penglihatan saya tentang perkembangan kota, khususnya dilihat dari ruang terbuka hijau (RTH).
Ruang Terbuka Hijau merupakan lahan tidak terbangun yang ditumbuhi oleh vegetasi (tanaman) hijau, baik yang dirawat maupun yang tumbuh liar.RTH Perkotaan berarti adalah RTH yang ada di wilayah kota, baik yang berbentuk memanjang atau mengelompok, sehingga dapat memberikan manfaat secara ekologis, sosial, dan keindahan. Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, luasan minimal RTH di perkotaan adalah 30% dari luas wilayah kota. Selain itu dijelaskan pula, bahwa ada dua jenis RTH yaitu RTH publik dan RTH privat.
Isu RTH perkotaan saat ini menjadi hangat diperbincangkan, menyusul semakin besarnya konversi lahan RTH di perkotaan menjadi lahan non RTH, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak pada penurunan kualitas lingkungan hidup pada masyarakat perkotaan. Demikian yang terjadi pada salah satu RTH yang ada di Kota Banjarmasin, yaitu hutan kota yang ada di lingkungan Masjid Sabilal Muhtadin.
Ketika penulis melintas tepat di muka masjid, ternyata di bagian bawah (tanah) hutan kota tersebut telah di paving (pengerasan) dengan batako. Mungkin maksud Pengurus Masjid adalah untuk memperluas masjid, agar dapat digunakan para muslim yang melakukan ibadah. Namun Pengurus Masjid tidak memperhitungkan dampak pengerasan tanah bagian bawah hutan kota ini, terutama pada dampak ekologis. Hilangnya rumput penutup lahan hutan kota, dapat menyebabkan erosi yang membahayakan bagi pohon-pohon. Belum lagi akan tercipta iklim mikro yang lebih panas, karena bahan batako akan meningkatkan suhu udara hutan kota. Karena tanaman rumput dan perdu hilang, maka akan terjadi pengurangan penyerap (adsorber) polutan dan bunyi (kebisingan). Hilangnya beberapa organisme yang hidup di ekosistem rumput dan perdu, juga merupakan pemusnahan organisme akibat berubahnya habitatnya. Tentunya ini memberikan dampak yang serius bagi kualitas lingkungan hidup di sekitar masjid.
Secara estetika, pemandangan batako dengan warna kusam juga menurunkan daya tarik keindahan bagi pemandangan hijau di hutan kota. Bagi pengunjung yang ingin menikmati hutan kota, secara fisik dan psikologis akan merasakan perubahan pada suasana hutan kota yang berubah menjadi lebih panas dan gerah, karena panas yang berasal dari matahari akan lebih banyak dipantulkan oleh permukaan batako. Sehingga akan terjadi peningkatan suhu udara dan penurunan kelembaban. Menurut beberapa pengamatan, bahan logam dan batuan memberikan peningkatan panas 1 – 2 oC terhadap udara disekelilingnya. Ini akan memberikan sumbangan pada pemanasan global yang diperkirakan akan mengalami kenaikan suhu permukaan bumi 0,6 – 0,7 oC setiap tahun.
Pada Kota Banjarmasin, sebagai kota dengan ketinggian sama dengan permukaan air laut, suhu udara di kota ini bisa mencapai 38 oC, sudah termasuk panas. Sangat ironis sekali, Kota banjarmasin dengan luas 72 km2, hanya memiliki satu hutan kota yaitu hutan kota Masjid Sabilal Muhtadin dengan luas 0,33 km2. Walaupun banyak jenis RTH yang lain seperti taman, median jalan, dan sempadan sungai, namun luasannya rata-rata kecil sehingga hampir tidak dapat menciptakan iklim mikro. Tentunya hutan kota Masjid Sabilal Muhtadin menjadi sangat berarti bagi penciptaan iklim mikro di Kota banjarmasin.
Sangat diharapkan bagi masyarakat dan Pemerintah Kota Banjarmasin selaku pengelola wilayah, memiliki persepsi yang sama dalam penyelamatan lingkungan perkotaan yang telah penuh dengan permasalah lingkungan. Masyarakat perkotaan sangat memerlukan suatu lokasi yang dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan serta peningkatan kualitas hidup, baik secara fisik maupun secara psikologis. Mari kita benahi lingkungan, dengan tetap merawat dan memelihara tanaman sebagai elemen ruang terbuka hijau, serta menghindari pengalihan fungsi lahan menjadi lahan terbangun yang tidak memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup. Tanam satu pohon dati satu orang.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment