Manusia lahir dalam kondisi tidak mempunyai pengetahuan dan ketrampilan apa-apa, sedangkan untuk menjadikan manusia menjadi ahli apapun tergantung pendidikannya, menurut teori tabularasa dalam ilmu pendidikan (Jonh Locke dan Bacon) mengatakan bahwa anak yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang belum ditulis (a sheet of white paper of all characters) jadi sejak lahir anak itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa. Anak dapat dibentuk sesuai dan sekehendak pendidikannya. Disini kekuatan ada pada pendidik, pendidikan atau lingkungan berkekuatan untuk membentukan anak didiknya. Pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan potensi sumber daya manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan kepadanya, hal ini karena hanya sumber daya manusia yang dapat di didik dan mendidik. Karena pendidikan adalah kegiatan sosial yang hasilnya baru dapat dilihat atau dinilai dalam waktu yang relatif lama. Pendidikan yang diharapkan di sini adalah pendidikan yang dapat mendukung proses peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga nantinya pendidikan ini dapat mendukung proses pembangunan di suatu daerah ataupun Negara.
Menurut LAN_RI (2003) Pendidikan dan pelatihan menggabungkan pengertian dari kata-kata pendidikan dan pelatihan yaitu suatu “Pendidikan adalah suatu proses, tehnis dan metode belajar mengajar dengan maksud mentransfer suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain melalui prosedur yang sistimatis dan terorganisir yang berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama.
Pengembangan sumber daya manusia adalah kegiatan belajar yang diadakan dalam jangka waktu tertentu guna memperbesar kemungkinan untuk meningkatkan kinerja dan dirancang secara matang. Tujuan yang hendak dicapai dengan pengembangan adalah pertumbuhan Sumber daya manusia untuk meningkatkan kinerja yang terlibat didalamnya dari tingkat atas sampai tingkat bawah. Dengan pengembangan diharapkan terjadi peningkatan produktifitas dan efektivitas dalam lembaga tersebut.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional arti pendidikan dirumuskan sebagai berikut :
“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan kecerdasan ahlak mulia serta ketrampilan”
Adapun alasan-alasan perlunya suatu perencanaan itu dilakukan menurut Tjokroamidjojo (1995) didasarkan pada tiga hal yaitu pada:
1. Penggunaan sumber-sumber penggunaan secara efisien dan efektif
2. Keperluan mendobrak kearah perubahan ekonomi dan dan sosial masyarakat
3. Yang terpenting adalah arah perkembangan untuk kepentingan keadilan sosial
Dari beberapa teori dan pendapat di atas pengembangan sumber daya manusia sangat penting, hal ini ditujukan untuk mengelola potensi yang dimiliki wilayah, sehingga setiap pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah bermanfaat sangat besar pada komunitas masyarakat yang ada di wilayahnya.
Perencanaan pendidikan menurut Combs (1982) dalam Saud et all (2005), “Perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari analisa sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.
Perencanaan pendidikan menurut Saud et all (2005), “Perencanaan pendidikan adalah suatu kegiatan melihat masa depan dalam hal menentukan kebijkanan, prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik untuk mengembangkan system pendidikan Negara dan peserta didik yang dilayani”.
Dari definisi diatas, ada beberapa unsur penting yang terkandung dalam perencanaan pendidikan :
1. Penggunaan analisa yang bersifat rasional dan sistematik dalam perencanaan pendidikan
2. Proses pembangunan dan pengembangan pendidikan
3. Prinsip efektif dan efisiensi, artinya dalam perencanaan pendidikan pemikiran ekonomis sangat menonjol.
4. Kebutuhan dan tujuan peserta didik dan masyarakat, artinya perencanaan pendidikan mencakup aspek internal dan eksternal dari keorganisasian sistem pendidikan itu sendiri.
Perencanaan pendidikan sudah pasti harus memperhatikan faktor lingkungan, situasi perekonomian dan faktor kebutuhan sosial politik, karena pendidikan pembentukan watak manusia. Oleh karena itu perencanaan pendidikan yang dilakukan harus menyeluruh dan terpadu serta disusun secara logis dan rasional mencakup berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Selain itu perencanaan pendidikan juga harus menggunakan sumber data yang tepat.
Data dasar (base line data) untuk perencana pendidikan mempunyai fungsi yang amat penting, sebab tanpa data perencanaan tidak mungkin dapat menegembangkan perencanaan pendidikan dengan baik. Data dasar ini mencakup berbagai aspek di dalam dan di luar yang mempunyai hubungan erat dengan pendidikan. Menurut Saud et all (2005) data dasar yang diperlukan dapat dikelompokkan :
1. Kependudukan
2. Data ekonomi
3. Kebijakan nasional
4. Data kependidikan
5. Data ketenagakerjaan
6. Nilai dan sosial budaya
Salah satu pendekatan dalam perencanaan pendidikan adalah analisis kebutuhan sosial. Dalam hal ini perencanaan pendidikan harus memperhitungkan kebutuhan pada masa sekarang dan yang akan datang. Jenis pendidikan di Indonesia sebagaimana terdapat pada Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Di samping juga satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan sejenis sangat dibutuhkan keberadaannya. Disamping juga keberadaan pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Dalam rumusan tujuan perencanaan dalam bentuk yang lebih konkrit didasari dengan informasi yang akurat bukan hanya mengenai keadaan yang sekarang melainkan juga lebih dikembangkan proses perencanaan di masa mendatang, (Muljana: 2001).
Showing posts with label Planologi. Show all posts
Showing posts with label Planologi. Show all posts
Sunday, September 26, 2010
Tuesday, August 24, 2010
Metode Location Quotient (LQ)
![]() |
http://bicarawisata.wordpress.com/ |
LQ = (Vik/Vk) / (Vip/Vp)
Keterangan:
- Vik :Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kota misalnya) dalam pembentukan Produk Domestik Regional Riil (PDRR) daerah studi k.
- Vk :Produk Domestik Regional Bruto total semua sector di daerah studi k
- Vip :Nilai output (PDRB) sektor i daerah referensi p (provinsi misalnya) dalam pembentukan PDRR daerah referensi p.
- Vp :Produk Domestik Regional Bruto total semua sector di daerah referensi p.
Monday, May 31, 2010
Konsep Perencanaan Pendidikan
Dalam menjalankan program pendidikan, prinsip yang harus disertakan adalah berkelanjutan, artinya proses pendidikan harus terus-menerus dijalankan dari generasi ke generasi berikutnya. Hal ini tidak terlepas dari konsep pendidikan seumur hidup. Untuk itu diperlukan suatu manajemen perencanaan yang terukur dan terarah di bidang pendidikan. Perencanaan sumber daya manusia memfokuskan perhatian pada langkah-langkah tertentu yang diambil oleh manajemen guna lebih menjamin bahwa dalam organisasi tersedia tenaga kerja yang tepat untuk menduduki berbagai kedudukan, jabatan dan pekerjaan yang tepat pada waktu yang tepat, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran yang telah dan akan ditetapkan (Taqiyuddin : 2006).
Menurut catatan Sukardika (2001), kualitas pendidikan Indonesia sampai saat ini berada pada posisi bawah bila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, Philipina, Singapura, bahkan dengan Vetnam sekalipun. Hal ini dapat dipahami mengingat salah satu penyebabnya adalah bahwa perencanaan pendidikan saat ini belum ditunjang oleh data dan informasi yang memadai. Perencanaan yang baik hanya dapat terwujud apabila didukung dengan data dan informasi yang cepat, tepat dan akurat.
Sebagai bagian dari manajemen, langkah perencanaan sangatlah penting, apalagi bidang yang direncanakan adalah bidang yang sangat subtansial yaitu pendidikan, yang merupakan langkah awal dalam pembentukan kerangka sumber daya manusia. Dari pandangan ini, berarti diperlukan perencanaan terpadu secara horizontal [antarsektor] dan vertikal [antar jenjang – bottom-up dan top-down planning], pendidikan harus berorientasi pada peserta didik dan pendidikan harus bersifat multikultural serta pendidikan dengan perspektif global” (Fasli Jalal dalam Sanaky : 2003)
Sejalan dengan perkembangan kemajuan teknologi, khususnya di bidang informasi, perencanaan bidang pendidikan juga harus mengantisipasi perubahan kondisi seperti saat sekarang ini. Jadi perencanaan pendidikan harus lebih kreatif dalam beradaptasi dan berkembang sesuai dengan improvisasi yang tepat. Pendidikan selalu dituntut untuk cepat tanggap atas perubahan yang terjadi dan melakukan upaya yang tepat secara normatif sesuai dengan cita-cita masyarakat madani Indonesia. Maka, pendidikan selalu bersifat progresif tidak resisten terhadap perubahan, sehingga mampu mengendalikan dan mengantisipasi arah perubahan (Sanaky : 2003).
Menurut catatan Sukardika (2001), kualitas pendidikan Indonesia sampai saat ini berada pada posisi bawah bila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, Philipina, Singapura, bahkan dengan Vetnam sekalipun. Hal ini dapat dipahami mengingat salah satu penyebabnya adalah bahwa perencanaan pendidikan saat ini belum ditunjang oleh data dan informasi yang memadai. Perencanaan yang baik hanya dapat terwujud apabila didukung dengan data dan informasi yang cepat, tepat dan akurat.
Sebagai bagian dari manajemen, langkah perencanaan sangatlah penting, apalagi bidang yang direncanakan adalah bidang yang sangat subtansial yaitu pendidikan, yang merupakan langkah awal dalam pembentukan kerangka sumber daya manusia. Dari pandangan ini, berarti diperlukan perencanaan terpadu secara horizontal [antarsektor] dan vertikal [antar jenjang – bottom-up dan top-down planning], pendidikan harus berorientasi pada peserta didik dan pendidikan harus bersifat multikultural serta pendidikan dengan perspektif global” (Fasli Jalal dalam Sanaky : 2003)
Sejalan dengan perkembangan kemajuan teknologi, khususnya di bidang informasi, perencanaan bidang pendidikan juga harus mengantisipasi perubahan kondisi seperti saat sekarang ini. Jadi perencanaan pendidikan harus lebih kreatif dalam beradaptasi dan berkembang sesuai dengan improvisasi yang tepat. Pendidikan selalu dituntut untuk cepat tanggap atas perubahan yang terjadi dan melakukan upaya yang tepat secara normatif sesuai dengan cita-cita masyarakat madani Indonesia. Maka, pendidikan selalu bersifat progresif tidak resisten terhadap perubahan, sehingga mampu mengendalikan dan mengantisipasi arah perubahan (Sanaky : 2003).
Monday, May 24, 2010
Strategi Pengembangan Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi SMA di Kabupaten Kapuas
Oleh : Sidik Widiantoro (2009)
Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Karakteristik SMA di Kabupaten Kapuas, potensi dan masalah dalam pembelajaran berbasis TIK dan strategi pengembangan apa yang tepat untuk diterapkan di Kabupaten Kapuas sesuai kondisi existing yang ada. Sehingga penelitian ini dapat memberikan alternatif arahan pengembangan dan kebijakan pada instansi terkait 5 tahun ke depan.
Jenis penelitian termasuk dalam penelitian survei dengan analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif dan analisis evaluatif development. Analisis deskriptif, dimana analisis yang digunakan berupa teknik pengolahan data seperti pengecekan data dan tabulasi serta membaca tabel, grafik atau angka-angka yang tersedia. Analisis evaluatif digunakan dalam menentukan potensi masalah dalam penerapan pembelajaran berbasis TIK di SMA. Penelitian ini meliputi analisis deskriptif terhadap karakteristik SMA di Kabupaten Kapuas, analisis potensi masalah untuk menentukan kesiapan sekolah terhadap pengembangan pembelajaran berbasis TIK terkait kondisi existing SMA di Kabupaten Kapuas serta analisis SWOT untuk mengetahui apa saja potensi atau kekuatan yang mendukung dalam rangka pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA di Kabupaten Kapuasl, kelemahan-kelemahan yang ada, kesempatan terbuka yang dapat diraih dan juga ancaman yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan di masa yang akan datang. Sebagai alat bantu penelitian digunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan SPSS 11,5.
Berdasarkan hasil penelitian 17 SMA di Kabupaten Kapuas secara umum sarana prasarana SMA yang 100% terpenuhi adalah ruang kelas, perpustakaan, ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang tata usaha dan jamban. Sarana prasarana penunjang pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi SMA di Kabupaten Kapuas masih sangat rendah yaitu hanya 7 SMA yang sudah memenuhi. Untuk kompetensi guru 10,5 % tidak dapat mengoperasikan komputer dan penerapan dalam pembelajaran ditemukan bahwa 69,3% guru pernah memberikan tugas ke siswa dengan memanfaatkan TIK, 89,3% memanfaatkan TIK untuk pembuatan silabus, 30,7% digunakan untuk analisis soal dan 50% guru memanfaatkan TIK untuk menyampaikan materi belajar pada siswa.
. Berdasarkan kedudukannya dalam kuadran SWOT, maka pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA Kabupaten Kapuas terletak pada kuadran II yang memiliki strategi pengembangan, yaitu: Ruang C dengan Agressive Maintenance Strategy dimana pengelola obyek melaksanakan pengembangan secara agresiff dan strategis. Hal ini berarti Instansi terkait harus lebih aktif dalam pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA yang mempunyai peluang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan secara optimal dalam pengembangannya kedepan. Peluang yang ada hendaknya digunakan untuk menyelesaikan segala permasalahan/ kelemahan dalam pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA di Kabupaten Kapuas. Sehingga diharapkan pembelajaran berbasis TIK SMA akan menaikkan kualitas pendidikan dan muaranya adalah kualitas masyarakat dan bangsa.
Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Abstrak
Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah dilatarbelakangi kenyataan bahwa kehidupan dimasa mendatang, sektor teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan sektor yang sangat dominan dimana berbeda dengan era agraris dan industri, kemajuan suatu bangsa dalam era informasi sangat tergantung pada kemampuan masyarakatnya dalam memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan produktivitasnya.Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Karakteristik SMA di Kabupaten Kapuas, potensi dan masalah dalam pembelajaran berbasis TIK dan strategi pengembangan apa yang tepat untuk diterapkan di Kabupaten Kapuas sesuai kondisi existing yang ada. Sehingga penelitian ini dapat memberikan alternatif arahan pengembangan dan kebijakan pada instansi terkait 5 tahun ke depan.
Jenis penelitian termasuk dalam penelitian survei dengan analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif dan analisis evaluatif development. Analisis deskriptif, dimana analisis yang digunakan berupa teknik pengolahan data seperti pengecekan data dan tabulasi serta membaca tabel, grafik atau angka-angka yang tersedia. Analisis evaluatif digunakan dalam menentukan potensi masalah dalam penerapan pembelajaran berbasis TIK di SMA. Penelitian ini meliputi analisis deskriptif terhadap karakteristik SMA di Kabupaten Kapuas, analisis potensi masalah untuk menentukan kesiapan sekolah terhadap pengembangan pembelajaran berbasis TIK terkait kondisi existing SMA di Kabupaten Kapuas serta analisis SWOT untuk mengetahui apa saja potensi atau kekuatan yang mendukung dalam rangka pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA di Kabupaten Kapuasl, kelemahan-kelemahan yang ada, kesempatan terbuka yang dapat diraih dan juga ancaman yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan di masa yang akan datang. Sebagai alat bantu penelitian digunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan SPSS 11,5.
Berdasarkan hasil penelitian 17 SMA di Kabupaten Kapuas secara umum sarana prasarana SMA yang 100% terpenuhi adalah ruang kelas, perpustakaan, ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang tata usaha dan jamban. Sarana prasarana penunjang pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi SMA di Kabupaten Kapuas masih sangat rendah yaitu hanya 7 SMA yang sudah memenuhi. Untuk kompetensi guru 10,5 % tidak dapat mengoperasikan komputer dan penerapan dalam pembelajaran ditemukan bahwa 69,3% guru pernah memberikan tugas ke siswa dengan memanfaatkan TIK, 89,3% memanfaatkan TIK untuk pembuatan silabus, 30,7% digunakan untuk analisis soal dan 50% guru memanfaatkan TIK untuk menyampaikan materi belajar pada siswa.
. Berdasarkan kedudukannya dalam kuadran SWOT, maka pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA Kabupaten Kapuas terletak pada kuadran II yang memiliki strategi pengembangan, yaitu: Ruang C dengan Agressive Maintenance Strategy dimana pengelola obyek melaksanakan pengembangan secara agresiff dan strategis. Hal ini berarti Instansi terkait harus lebih aktif dalam pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA yang mempunyai peluang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan secara optimal dalam pengembangannya kedepan. Peluang yang ada hendaknya digunakan untuk menyelesaikan segala permasalahan/ kelemahan dalam pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA di Kabupaten Kapuas. Sehingga diharapkan pembelajaran berbasis TIK SMA akan menaikkan kualitas pendidikan dan muaranya adalah kualitas masyarakat dan bangsa.
Tuesday, April 27, 2010
PENGEMBANGAN AKSESIBILITAS PENDIDIKAN MENENGAH DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
Agus Basrawiyanta
Fakultas Teknik Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, 2009
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat aksesibilitas pendidikan menengah, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas pendidikan menengah dan mendeskripsikan pengembangan aksesibilitas pendidikan menengah di Kab. Kotawaringin Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan data primer dan sekunder. Metode yang dipergunakan antara lain metode analisis indeks sentralitas, analisis tetangga terdekat, analisis tingkat pelayanan jumlah sarana berdasarkan standard, analisis wilayah pelayanan (isoline) dan analisis sistem transportasi, analisis faktor dan analisis SWOT IFAS - EFAS. Hasil studi ini adalah tingkat aksesibilitas pendidikan menengah cukup baik, kondisi jaringan jalan yang melalui sekolah 78%, pelayanan angkutan umum belum dapat melayani pendidikan menengah, rute angkutan umum masih ada 3 kecamatan dan 8 pendidikan menengah yang belum mendapatkan pelayanan. Pelayanan sarana pendidikan menengah dari hirarki tinggi ke rendah adalah Kecaman Arut Selatan, Kumai, Pangkalan Banteng, Pangkalan Lada, Kotawaringin Lama dan Arut Utara. Pola persebaran permukiman adalah acak sedangkan pola persebaran sekolah, mengelompok. Berdasarkan standard jenjang SLTA masih dalam kondisi buruk. Faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas pendidikan menengah yaitu; faktor fasilitas pendidikan, faktor sarana prasarana transportasi, faktor manajemen transportasi, faktor sosial ekonomi dan faktor tarif angkutan. Berdasarkan analisis SWOT IFAS-EFAS yaitu memanfaatkan potensi yang ada untuk menangkap peluang dengan mengatasi kelemahan berdasarkan skala prioritas.
Kata Kunci : pengembangan, aksesibilitas, dan pendidikan menengah
Purpose of this research is to analyze accessibility level of secondary school, to identify factors affecting secondary education accessibility, and to describe accessibility development of secondary education in West Kotawaringin County. The used method is centrality index analysis, closest neighbor analysis, service level analysis on the number of means based on the standard, service area analysis (isoline) and transportation system analysis, factor analysis, and SWOT IFAS-EFAS analysis. The research result shows that accountability level of secondary level is good enough. Street network condition pass through the school is 78%. Public transportation service cannot service secondary education. There are still 3 sub-districts and 8 secondary-education public transportation routes, which do not get services. Secondary education means services from high to low hierarchy are South Arut, Kumai, Pangkalan Banteng, Pangkalan Lada, Old Kotawaringin and North Arut sub-districts. Residence distribution pattern is randomly while school distribution pattern is cliquish. Based on the standard, senior high school level is still in bad condition. Factors affecting secondary education accessibility are education facilities, transportation means, transportation management, social-economy, and transportation cost factors. Based on SWOT IFAS-EFAS analysis, it is utilizing the existing potency to grasp the opportunity by solving the weaknesses based on the priority scale.
Keyword: development, accessibility, and secondary education
Fakultas Teknik Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, 2009
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat aksesibilitas pendidikan menengah, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas pendidikan menengah dan mendeskripsikan pengembangan aksesibilitas pendidikan menengah di Kab. Kotawaringin Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan data primer dan sekunder. Metode yang dipergunakan antara lain metode analisis indeks sentralitas, analisis tetangga terdekat, analisis tingkat pelayanan jumlah sarana berdasarkan standard, analisis wilayah pelayanan (isoline) dan analisis sistem transportasi, analisis faktor dan analisis SWOT IFAS - EFAS. Hasil studi ini adalah tingkat aksesibilitas pendidikan menengah cukup baik, kondisi jaringan jalan yang melalui sekolah 78%, pelayanan angkutan umum belum dapat melayani pendidikan menengah, rute angkutan umum masih ada 3 kecamatan dan 8 pendidikan menengah yang belum mendapatkan pelayanan. Pelayanan sarana pendidikan menengah dari hirarki tinggi ke rendah adalah Kecaman Arut Selatan, Kumai, Pangkalan Banteng, Pangkalan Lada, Kotawaringin Lama dan Arut Utara. Pola persebaran permukiman adalah acak sedangkan pola persebaran sekolah, mengelompok. Berdasarkan standard jenjang SLTA masih dalam kondisi buruk. Faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas pendidikan menengah yaitu; faktor fasilitas pendidikan, faktor sarana prasarana transportasi, faktor manajemen transportasi, faktor sosial ekonomi dan faktor tarif angkutan. Berdasarkan analisis SWOT IFAS-EFAS yaitu memanfaatkan potensi yang ada untuk menangkap peluang dengan mengatasi kelemahan berdasarkan skala prioritas.
Kata Kunci : pengembangan, aksesibilitas, dan pendidikan menengah
Purpose of this research is to analyze accessibility level of secondary school, to identify factors affecting secondary education accessibility, and to describe accessibility development of secondary education in West Kotawaringin County. The used method is centrality index analysis, closest neighbor analysis, service level analysis on the number of means based on the standard, service area analysis (isoline) and transportation system analysis, factor analysis, and SWOT IFAS-EFAS analysis. The research result shows that accountability level of secondary level is good enough. Street network condition pass through the school is 78%. Public transportation service cannot service secondary education. There are still 3 sub-districts and 8 secondary-education public transportation routes, which do not get services. Secondary education means services from high to low hierarchy are South Arut, Kumai, Pangkalan Banteng, Pangkalan Lada, Old Kotawaringin and North Arut sub-districts. Residence distribution pattern is randomly while school distribution pattern is cliquish. Based on the standard, senior high school level is still in bad condition. Factors affecting secondary education accessibility are education facilities, transportation means, transportation management, social-economy, and transportation cost factors. Based on SWOT IFAS-EFAS analysis, it is utilizing the existing potency to grasp the opportunity by solving the weaknesses based on the priority scale.
Keyword: development, accessibility, and secondary education
Monday, April 26, 2010
Analisis Shift Share
Pelaksanaan pembangunan ekonomi akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi. Suatu sektor bisa menjadi kurang penting peranannya dalam pembentukan PDRB/PDB digeser oleh sektor lainnya sesuai dengan kondisi ekonomi yang sedang terjadi saat itu. Proses transformasi ekonomi ini bisa berbeda antar propinsi yang selanjutnya bisa mengubah posisi suatu propinsi di dalam perekonomian nasional. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan seperti penyediaan bahan baku, teknologi, investasi, dan sumber daya manusia. Dengan adanya perbedaan tersebut maka diketahui transformasi ekonomi di suatu wilayah adalah penting terutama untuk pedoman dalam mengalokasikan dana pembangunan yang terbatas, sumberdaya manusia, teknologi dan input-input penting untuk produksi antar propinsi. Dalam hal ini analisis yang umumnya digunakan untuk mengevaluasi perubahan struktur adalah analisis shift-share.
Analisis shift share membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor industri di daerah dengan wilayah nasional (Tarigan, 2005:85). Analisis shift-share mempunyai empat kegunaan yaitu :
1. mengetahui sejauh mana peranan petumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
2. mengetahui sejauhmana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan suatu sektor.
3. mengetahui komponen yang mempengaruhi kesempatan kerja nyata.
4. mengetahui pergeseran ekonomi regional sebagai akibat perubahan ekonomi nasional maupun ekonomi regional itu sendiri.
Kerangka analisis ini dikemukakan oleh Dunn (1960) dan kemudian dikembangkan oleh Perloff (1960). Menurut metode ini pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen utama, yakni pertumbuhan nasional (national growth component), pertumbuhan sektoral atau bauran industri (industrial mix component), dan pertumbuhan daya saing (competitive effect component).
Komponen pertumbuhan nasional adalah banyaknya pertambahan pendapatan atau tingkat produksi suatu daerah (kabupaten/kota) agar bisa tumbuh paling tidak sama dengan laju pertumbuhan daerah acuan (propinsi) dalam suatu periode tertentu. Hal ini merupakan kriteria untuk mengukur penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di suatu daerah. Penyimpangan tersebut dapat diketahui dari komponen shift netto setiap daerah yang terdiri dari struktur shift-share yang mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh komposis sektor-sektor industri di daerah yang bersangkutan. Komposisi ini positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor tertentu yang secara nasional tumbuh dengan cepat, dan negatif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor tertentu yang secara nasional tumbuh dengan lambat atau bahkan merosot. Komponen ini melihat pengaruh dari luar yang bekerja secara nasional. Location Shift-Share mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan daripada tingkat nasional. Jadi suatu daerah yang mempunyai keuntungan lokasional, maka akan mempunyai Location shift-share yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasi tidak menguntungkan akan mempunyai locatioan shif-share yang negatif.
Analisi shift-share juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (industri) di daerah dengan wilayah nasional. Akan tetapi, metode ini lebih tajam dibandingkan dengan metode LQ, metode shift-share memperinci penyebab perubahan atas beberapa variabel. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan ekonomi nasional. Ada juga yang menamakan model analisis ini sebagai industrial mix analysis, karena komposisi industri yang ada sangat mempengaruhi laju pertumbuhan wilayah tersebut. Artinya, apakah industri yang berlokasi di wilayah tersebut termasuk kedalam kelompok industri yang secara nasional memang berkembang pesat dan bahwa industri tersebut cocok berlokasi di wilayah itu atau tidak. Analisis shift share dapat menggunakan variabel lapangan kerja atau nilai tambah. Akan tetapi yang terbanyak digunakan adalah variabel lapangan kerja karena datanya lebih mudah diperoleh. Apabila menggunakan nilai tambah maka sebaiknya menggunakan data harga konstan dengan tahun dasar yang sama. Karena apabila tidak maka bobotnya bisa tidak sama dan perbandingan itu menjadi tidak valid (Tarigan, 2005:86)
Pertambahan lapangan kerja (employment) regional total (∆Er) dapat diurai menjadi komponen shift dan komponen share. Komponen share sering pula disebut komponen nasional share. Komponen share nasional (N) adalah banyaknya pertambahan lapangan kerja regional seandainya proporsi perubahannya sama dengan laju pertambahan nasionalselama periode studi. Hal ini dapat dipakai sebagai kriteria bagi daerah yang bersangkutan untuk mengukur apakah daerah itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari pertumbuhan nasional rata-rata.
Komponen shift adalah penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan lapangan kerja regional. Penyimpangan ini positif di daerah-daerah yang tumbuh lebih cepat dan negatif di daerah-daerah yang tumbuh lebih lambat/merosot dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja secara naional. Bagi setiap daerah, shift netto dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu proportional shift coponen (P) dan differential shift component (D).
Proportional shift component (P) kadang-kadang dikenal sebagai komponen struktural atau industrial mix, mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh komposisi sektor-sektor industri di daerah yang bersangkutan. Komponen ini positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh dengan lambat atau bahkan sedang merosot (Tarigan,2005:86)
Differential shift component (D) kadang-kadang dinamakan komponen lokasional atau regional adalah sisa kelebihan. Komponen ini mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan daripada tingkat nasional yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasional intern. Jadi, suatu daerah yang mempunyai keuntungan lokasional seperti sumber daya yang melimpah/efisien akan mempunyai differential shift component yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasional tidak menguntungkan akan mempunyai komponen yang negatif.
Kedua komponen shift ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat ekstern dan yang bersifat intern. Proportional Shift adalah akibat dari pengaruh unsur-unsur luar yang bekerja secara nasional, sedangkan differential shift adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja khusus di daerah yang bersangkutan.
Analisis shift share membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor industri di daerah dengan wilayah nasional (Tarigan, 2005:85). Analisis shift-share mempunyai empat kegunaan yaitu :
1. mengetahui sejauh mana peranan petumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
2. mengetahui sejauhmana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan suatu sektor.
3. mengetahui komponen yang mempengaruhi kesempatan kerja nyata.
4. mengetahui pergeseran ekonomi regional sebagai akibat perubahan ekonomi nasional maupun ekonomi regional itu sendiri.
Kerangka analisis ini dikemukakan oleh Dunn (1960) dan kemudian dikembangkan oleh Perloff (1960). Menurut metode ini pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen utama, yakni pertumbuhan nasional (national growth component), pertumbuhan sektoral atau bauran industri (industrial mix component), dan pertumbuhan daya saing (competitive effect component).
Komponen pertumbuhan nasional adalah banyaknya pertambahan pendapatan atau tingkat produksi suatu daerah (kabupaten/kota) agar bisa tumbuh paling tidak sama dengan laju pertumbuhan daerah acuan (propinsi) dalam suatu periode tertentu. Hal ini merupakan kriteria untuk mengukur penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di suatu daerah. Penyimpangan tersebut dapat diketahui dari komponen shift netto setiap daerah yang terdiri dari struktur shift-share yang mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh komposis sektor-sektor industri di daerah yang bersangkutan. Komposisi ini positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor tertentu yang secara nasional tumbuh dengan cepat, dan negatif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor tertentu yang secara nasional tumbuh dengan lambat atau bahkan merosot. Komponen ini melihat pengaruh dari luar yang bekerja secara nasional. Location Shift-Share mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan daripada tingkat nasional. Jadi suatu daerah yang mempunyai keuntungan lokasional, maka akan mempunyai Location shift-share yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasi tidak menguntungkan akan mempunyai locatioan shif-share yang negatif.
Analisi shift-share juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (industri) di daerah dengan wilayah nasional. Akan tetapi, metode ini lebih tajam dibandingkan dengan metode LQ, metode shift-share memperinci penyebab perubahan atas beberapa variabel. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan ekonomi nasional. Ada juga yang menamakan model analisis ini sebagai industrial mix analysis, karena komposisi industri yang ada sangat mempengaruhi laju pertumbuhan wilayah tersebut. Artinya, apakah industri yang berlokasi di wilayah tersebut termasuk kedalam kelompok industri yang secara nasional memang berkembang pesat dan bahwa industri tersebut cocok berlokasi di wilayah itu atau tidak. Analisis shift share dapat menggunakan variabel lapangan kerja atau nilai tambah. Akan tetapi yang terbanyak digunakan adalah variabel lapangan kerja karena datanya lebih mudah diperoleh. Apabila menggunakan nilai tambah maka sebaiknya menggunakan data harga konstan dengan tahun dasar yang sama. Karena apabila tidak maka bobotnya bisa tidak sama dan perbandingan itu menjadi tidak valid (Tarigan, 2005:86)
Pertambahan lapangan kerja (employment) regional total (∆Er) dapat diurai menjadi komponen shift dan komponen share. Komponen share sering pula disebut komponen nasional share. Komponen share nasional (N) adalah banyaknya pertambahan lapangan kerja regional seandainya proporsi perubahannya sama dengan laju pertambahan nasionalselama periode studi. Hal ini dapat dipakai sebagai kriteria bagi daerah yang bersangkutan untuk mengukur apakah daerah itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari pertumbuhan nasional rata-rata.
Komponen shift adalah penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan lapangan kerja regional. Penyimpangan ini positif di daerah-daerah yang tumbuh lebih cepat dan negatif di daerah-daerah yang tumbuh lebih lambat/merosot dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja secara naional. Bagi setiap daerah, shift netto dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu proportional shift coponen (P) dan differential shift component (D).
Proportional shift component (P) kadang-kadang dikenal sebagai komponen struktural atau industrial mix, mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh komposisi sektor-sektor industri di daerah yang bersangkutan. Komponen ini positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh dengan lambat atau bahkan sedang merosot (Tarigan,2005:86)
Differential shift component (D) kadang-kadang dinamakan komponen lokasional atau regional adalah sisa kelebihan. Komponen ini mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan daripada tingkat nasional yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasional intern. Jadi, suatu daerah yang mempunyai keuntungan lokasional seperti sumber daya yang melimpah/efisien akan mempunyai differential shift component yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasional tidak menguntungkan akan mempunyai komponen yang negatif.
Kedua komponen shift ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat ekstern dan yang bersifat intern. Proportional Shift adalah akibat dari pengaruh unsur-unsur luar yang bekerja secara nasional, sedangkan differential shift adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja khusus di daerah yang bersangkutan.
Sunday, January 24, 2010
Poligon Thiessen di dalam Sistem Informasi Geografis (SIG)
Diagram voronoi (thiessen tessellation) mempresentasikan bagian-bagian (regions) dari bidang datar yang letaknya lebih dekat terhadap posisi titik-titik tertentu (sebagian titik yang terdapat di dalam bidang datar yang sama) ketimbang terhadap posisi titik-titik yang lain. Jika bagian-bagian yang melingkupi titik-titik ini diberi batas-batas hingga tertutup sempurna oleh garis-garis, maka terbentuklah poligon-poligon voronoi (Prahasta, 2004).
Poligon voronoi atau thiessen mendefinisikan individu area yang dipengaruhi oleh sekumpulan titik yang terdapat di sekitarnya. Poligon ini merupakan pendekatan terhadap informasi titik yang diperluas (titik menjadi poligon) dengan asumsi bahwa informasi yang terbaik untuk suatu lokasi yang tidak terdapat pengamatan (pengukuran) di dalamnya adalah informasi yang terdapat pada titik terdekat dimana hasil pengamatannya diketahui. Oleh karena itu, poligon ini pada umumnya digunakan untuk memprediksi nilai-nilai yang terdapat di sekitarnya (Prahasta, 2004). Contoh yang sering dibahas di dalam literatur adalah analisis data iklim yang tercermin pada alat ukur yang terdapat pada stasiun cuaca (misalnya curah hujan dan lain sebagainya).
Pada software ArcView, dikenal extensions ‘Create Thiessen Polygons’ yang dipresentatifkan dengan button ’ Thiessen Polygons’. Untuk memakainya, pengguna hanya perlu menekan button tersebut.
Poligon voronoi atau thiessen mendefinisikan individu area yang dipengaruhi oleh sekumpulan titik yang terdapat di sekitarnya. Poligon ini merupakan pendekatan terhadap informasi titik yang diperluas (titik menjadi poligon) dengan asumsi bahwa informasi yang terbaik untuk suatu lokasi yang tidak terdapat pengamatan (pengukuran) di dalamnya adalah informasi yang terdapat pada titik terdekat dimana hasil pengamatannya diketahui. Oleh karena itu, poligon ini pada umumnya digunakan untuk memprediksi nilai-nilai yang terdapat di sekitarnya (Prahasta, 2004). Contoh yang sering dibahas di dalam literatur adalah analisis data iklim yang tercermin pada alat ukur yang terdapat pada stasiun cuaca (misalnya curah hujan dan lain sebagainya).
Pada software ArcView, dikenal extensions ‘Create Thiessen Polygons’ yang dipresentatifkan dengan button ’ Thiessen Polygons’. Untuk memakainya, pengguna hanya perlu menekan button tersebut.
Wednesday, November 18, 2009
Mengharap Median Jalan Lebih Hijau Lagi
Kalau anda warga Kota Banjarbaru atau pengguna jalan di Kota Banjarbaru, maka anda akan melihat bahwa dalam sebulan terakhir ini median jalan A. Yani sedang dilakukan perbaikan. Tepatnya mulai bundaran simpang empat Banjarbaru sampai ke arah Pasar Minggu Raya. Perbaikan yang dilakukan kelihatannya “hanya” mengganti siring median dan tiang listrik yang ada di median tersebut. Selebihnya mungkin ada penambahan asesoris untuk mempercantik median tersebut.
Median jalan memiliki potensi untuk dibangun sebagai ruang terbuka hijau kota (RTHK). Median jalan jika ditanami dengan tumbuhan (vegetasi) merupakan salah satu bentuk RTH yang memanjang/menjalur. Sebagai salah satu media ruang terbuka hijau (RTH), median jalan akan lebih efektif jika dilakukan pelebaran. Artinya semakin lebar median jalan, maka semakin luas potensi RTH dapat dibangun, dan tentunya diharapkan akan lebih optimal fungsi RTH kota. Namun penulis memaklumi tidak dilakukannya pelebaran median, dengan alasan menyempitnya jalan akibat pelebaran median tentunya menjadi persoalan utama dalam mengatasi aksesbilitas pengguna jalan.
Median jalan dapat dioptimalkan sebagai lahan RTH dengan melakukan penanaman vegetasi di semua lahan median jalan. Median jalan yang diperkeras dengan elemen non tanaman tidak akan memberikan sumbangan terhadap optimalisasi ruang terbuka hijau kota (RTHK), malah akan menyumbang kenaikan suhu udara terhadap lingkungan sekitar.
Minimal tanaman jenis rumput-rumputan akan memberikan pandangan landsekap yang nyaman dan hijau. Apalagi jika vegetasi yang ditanam ditata, baik dari segi jenis, corak tajuk, warna serta bentuk vegetasi. Menurut penulis, penanaman vegetasi yang memiliki corak dan warna selain hijau malah memberikan view yang “menyilaukan” mata. Ini terlihat dari beberapa jenis tanaman yang ada di median jalan Kota Banjarbaru seperti tanaman Bayam Merah yang memiliki warna merah menyala. Alih-alih untuk memperindah kota, bahkan nampak kelam dalam pandangan pengguna jalan. Disarankan untuk vegetasi yang digunakan pada median jalan bersifat tahan terhadap tanah dan udara tercemar. Selain itu juga bersifat tahan terhadap kerusakan (luka) akibat gesekan atau akibat tangan jahil manusia.
Banyak manfaat dapat dirasakan oleh warga kota jika pada median jalan menjadi lebih hijau. Ruang terbuka hijau kota (RTHK) saat ini merupakan salah satu kebutuhan warga kota. Jadi bukan hanya sebagai pelengkap (asesoris) kota untuk keindahan atau seni. Warga Kota Banjarbaru yang merupakan kota terbesar kedua di propinsi ini tentunya ingin merasakan jalanan yang segar tanpa polusi udara, lingkungan yang asri serta suasana alam yang betul-betul fresh.
Secara ekologis, adanya vegetasi akan menciptakan iklim mikro yang akan mengurangi kenaikan suhu udara, kelembaban udara serta menghasilkan udara bersih yang sangat diperlukan dalam meningkatkan kualitas hidup warga kota. Selain itu, beberapa jenis vegetasi dapat menyerap zat-zat pencemar udara dan meredam kebisingan suara. Secara estetika, median jalan yang hijau memberikan view yang nyaman dinikmati. Namun juga harus diperhatikan aturan-aturan tata jalan agar median jalan tidak menghalangi pandangan pengguna jalan. Secara psikologis, pengguna jalan akan merasa nyaman dan rileks selama di jalan. Selain pandangan, kadang-kadang aroma tanaman akan menciptakan kesan nyaman dan fresh, bahkan mungkin dapat menurunkan kadar tekanan stres yang dirasakan akibat rutinitas.
Terlepas dari semuanya, median jalan di Kota Banjarbaru diharapkan akan menjadi lebih hijau dan lebih asri. Tentunya ini sudah disesuaikan dengan rencana tata kota yang telah ditetapkan.
Saturday, February 14, 2009
Kota yang Berkualitas
.jpg)
Oleh : Herlina Maulidah *
Melihat kota adalah melihat manusianya. Keberadaan kota harus membuat kualitas kehidupan masyarakatnya bagus. Standar kualitas hidup sebuah kota akan mencerminkan kondisi kemajuan perkembangan kota.
Banjarmasin sebagai sebuah kota, minimal harus memiliki pelayanan sektor publik yang bagus dan berkualitas. Minimal sarana dan prasarana publik seperti air siap minum, listrik antibyarpet, jalan mulus dan lebar.
Penataan ruang kota, termasuk memenuhi kewajiban amanat PP No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau (RTH). Ketentuan luasan 30 persen RTH di setiap perkotaan mesti dijalankan dengan adanya taman kota, termasuk pekarangan dan halaman rumah.
Selain itu, sektor pendidikan juga mesti jadi prioritas. Semakin tinggi tingkat HDI (human development indeks) akan mendukung wajah kota yang berkualitas. Kalau perlu dibentuk dewan perencanaan kota seperti di luar negeri, terdiri dari para tokoh dan cendikiawan yang ahli di berbagai bidang dalam menyusun tata kota.
Sebagai kota sungai perlu pembenahan yang komprehensif, tantang fungsi sungai dan perencanaan yang integratif sebagai kota sungai. Keberadaan sungai tidak hanya berfungsi sebagai septic tank, tapi bernilai ekonomis melalui eco tourism wisata sungai.
Mari bangun kota yang memiliki standar kualitas hidup yang tinggi, maka kita bangga menjadi urang banua.
* Staf BAPPEDA Hulu Sungai Selatan, saat ini sedang menyelesaikan tesis di bidang Perencanaan Pendidikan pada Program Pasca Sarjana Unibraw
* email: herlinamaulidah@yahoo.co.uk
Tulisan ini telah dimuat di SKH Banjarmasin Post
Friday, January 30, 2009
MODEL PROSES PERENCANAAN

Oleh : Ilham Alfian Nor *), Jumadi **) & Syahruddin ***), 2008
Tulisan ini boleh dikutip sebagian atau keseluruhan dengan tetap mencantumkan sumber aslinya
Abraham Kaplan (1963), seorang ahli politik mengemukakan bahwa perancangan adalah suatu persiapan mental untuk melakukan suatu tindakan. Pendapat ini didasarkan pada berbagai tekanan dan kesulitan bagi perencana dalam melaksanakan tujuannya yang lebih merupakan proses politik baik dalam perumusan tujuan dimana perencana harus mampu menampung dan mengolah berbagai keinginan dan kepentingan semua golongan masyarakat, maupun dalam proses pemilihan dan evaluasi alternatif-alternatif rencana dimana si perencana harus menyakinkan akan kelemahan atau keampuhan suatu rencana, bahkan juga didalam proses pelaksanaan setelah satu rencana dipilih dan disetujui bersama.
Quode (1968) seorang ahli dalam bidang sistem analisa dan Beer (1966) seorang ahli operasional riset juga mengemukakan suatu batasan yang kurang lebih sama pengertiannya, yaitu mereka menyatakan bahwa perencanaan adalah penerapan metoda ilmiah terhadap penyusunan kebijaksanaan atau proses pengambilan keputusan. Yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa usaha-usaha secara sadar dilakukan untuk meningkatkan kebanaran kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam hubungannya dengan situasi lingkungan pada masa kini dan situasi lingkungan yang diinginkan pada masa depan.
Menurut Paul Davidoff dan Thomas A. Reiner (1962) perencanaan hakekatnya adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui suatu urutan pilihan-pilihan. Kata “menentukan” mempunyai dua pengertian, yaitu mencari dan menyakinkan. Sedangkan kata “tepat” mengandung arti suatu kriteria untuk membuat pemikiran mengenai keadaan-keadaan yang diinginkan atau lebih tepatnya keadaan-keadaaan yang lebih diinginkan. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan memasukkan suatu pengertian tentang tujuan-tujuan.
Perencanaan dapat dibedakan atas perencanaan fisik dan perencanaan non fisik. Perencanaan fisik secara sederhana dilakukan dalam lingkup fisik keruangan (spasial), seperti bangunan-bangunan. Sedangkan perencanaan non fisik, seperti kebijakan ekonomi dan sosial.
Versi Lengkap PDF
*) Guru SMK Banjarbaru
**) Kasubbid BAPPEDA Hulu Sungai Utara
***) Guru SMA Paringin, Balangan
Wednesday, January 28, 2009
PERENCANAAN ALOKATIF

Oleh : Ilham Alfian Nor*) & Sidik Widiantoro**), 2008
Tulisan ini boleh dikutip sebagian atau keseluruhan dengan tetap mencantumkan sumber aslinya
Perencanaan Alokatif (Allocative Planning) berkenaan dengan menyukseskan rencana umum yang telah disusun pada level yang lebih tinggi atau telah menjadi kesepakatan bersama. Jadi inti kegiatannya berupa koordinasi dan sinkronisasi agar system kerja untuk mencapai tujuan itu dapat berjalan secara efektif dan efisiens sepanjang waktu. Karena sifatnya, model perencanaan ini kadan-kadang disebut regulatory planning (mengatur pelaksanaan).
Sebagai contoh, suatu dinas/instansi di kabupaten yang diberi tugas membuat rencana menaikkan produksi pangan sebesar 10%, dinas itu kemudian membuat rencana kerja untuk menyukseskan tercapainya kenaikan produksi sebesar 10%. Kepala Dinas menetapkan apa yang harus dilakukan oleh masing-masing bagian. Selanjutnya, dinas mengawasi kegiatan masing-masing bagian sesuai dengan prosedur yang ada (tidak membuat prosedur atau metode baru). Sasaran yang dimaksud adalah berfungsinya sistem yang ada secara lebih efektif.
Anen dalam bukunya ”Pelaksanaan Penyusunan Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional” menyebutkan beberapa jenis perencanaan :
1. Perencanaan dari atas ke bawah (Top Down Planning)
Perencaaan di sini disusun oleh pucuk pimpinan di suatu struktur organisasi di dalam hal ini misalnya pemerintah pusat yang kemudian rencana tersebut disampaikan ke tingkat menengah dan seterusnya ke level paling bawah (propinsi/kabupaten/kota) untuk ditindak lanjuti. Perencanaan semacam ini biasanya bersifat makro atau nasional.
2. Perencanaan dari bawah ke atas ( Bottom – Up Planning )
Perencanaan semacam ini disusun oleh tenaga perencana di tingkat bawah dari suatu organisasi misalnya dibuat di tingkat Kabupaten / Kota yang selanjutnya disampaikan pusat melalui tingkat propinsi.
3. Perencanaan menyerong Kesamping (Diagonal Planning)
Seorang pimpinan bila hendak menyusun suatu rencanan tidak selalu harus memperoleh data dan informasi dari pejabat yang langsung berada di bawahnya, tetapi kadangkala harus dari pejabat lain yang berada di level bawah baik yang berada di dalam suatu struktur organisasi maupun di luar struktur organisasinya. Misalnya hubungan antara Departemen Pendidikan Nasional di Pusat dan Bappeda Tingkat I dalam rangka penyusunan rencana sektoral daerah
4. Perencanaan Mendatar (Horizontal Planning)
Perencanaan mendatar biasanya dilakukan pada saat pembahasan rencana lintas sektoral. Perencanaan di sini dilakukan oleh para pimpinan organisasi yang setigkat misalnya para pejabat eselon satu.
5. Perencanaan Menggelinding (Rolling Plan)
Perencanaan menggelinding biasanya diterapkan pada perencanaan jangka menengah atau jangka panjang yang telah dibuat pembabakannya per tahun sehingga jelas target-target yang harus dicapai setiap tahun. Setiap akhir tahun target-target tersebuit di evaluasi dan bilamana terjadi sesuatu hal misalnya target tidak tercapai, maka rencana dapat digelindingkan ke tahun berikutnya guna mencapai target yang di harapkan.
6. Gabungan antara Perencanaan dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas ( Top-Down and Bottom-Up Planning)
Gabungan antara perencanaan dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas dimaksudkan agar perencanaan yang diusun dapatmengakomodasikan kepentingan dari kedua belah pihak baik dari pihak atasan maupun bawahan. Di Indonesia, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional menerapkan kjenis perencanaan ini di dalam bentuk Rakor, Rakerda, dan Rakorda dengan maksud agar apa yang telah direncanakan dapat dimplemantasikan di daerah dan dari segi penyediaan dana dapat disediakan oleh pusat dan target nasional dapat terpenuhi.
Versi Lengkap PDF
*) Guru SMK Negeri 3 Banjarbaru, Kalimantan Selatan
**) Staf Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah
Subscribe to:
Posts (Atom)