Showing posts with label wisata. Show all posts
Showing posts with label wisata. Show all posts

Friday, November 13, 2009

Wisata Hati : Makam Sunan Drajat



Perjalanan kami lanjutkan ke Kabupaten Lamongan, yaitu menuju Makam Sunan Drajat yang ada di Kecamatan Paciran. Dari Tuban, kami menumpang sebuah angkutan umum berupa minibus yang menuju ke arah Paciran, Lamongan. Perjalanan dilakukan dengan menyusuri pantai utara daerah Tuban, rata-rata perkampungan yang kami lalui adalah perkampungan nelayan dan mungkin hampir mayoritas penduduknya adalah beragama Islam, ini dilihat dari banyaknya masjid dan mushalla yang kami lalui. Menurut sejarah, daerah pantai utara memang merupakan derah pertama yang didatangi para pendakwah Islam. Sehingga suasana agamis terasa sekali disepanjang perjalanan kami menuju Paciran.
Ketika sampai dipertigaan Kecamatan Paciran, ternyata lokasi Makam Sunan Drajat berada di arah selatan sekitar satu kilometer dari pantai. Menurut petunjuk sopir, kami harus berjalan kaki ke lokasi makam, karena tidak ada angkutan umum yang masuk ke sana. Namun dengan kebaikan hati sopir, kami diantar sampai pintu gerbang lokasi makam. Suasana makam sangat ramai oleh pengunjung, mungkin karena waktu sudah hampir sore dan para peziarah bersiap-siap untuk pulang.
Melihat waktu yang sudah sore, kami bergegas untuk melakukan doa dan tahlil di makam Sunan Drajat. Seperti lokasi makam-makam yang lainnya, disekitar lokasi makam, banyak para pedagang menjual berbagai macam souvenir dan makanan. Namun para pedagang lebih banyak berjualan di lokasi pintu keluar makam, sedangkan di pintu masuk cukup sepi, sehingga para pengunjung tidak terlalu berjejal.
Pada lokasi makam Sunan Drajat, juga terdapat ratusan makam lainnya, namun hanya makam Sunan Drajat yang diberi bangunan kubah atau cungkup. Kubah Makam Sunan Drajat hampir sama seperti kubah Sunan Giri, berbentuk segi empat dengan atap yang sangat rendah. Penulis tidak sempat untuk masuk ke dalam kubah, karena banyaknya peziarah yang sudah duduk mengelilingi kubah.
Lokasi makam Sunan Drajat berada di perbukitan yang tinggi, di dalam lokasi juga terdapat sebuah masjid yang sederhana dan tidak begitu besar. Selain itu, juga terdapat museum yang menyimpang beberapa peninggalan Sunan Drajat dan benda-benda yang di pakai masa itu. Diantaranya adalah bedug yang masih bagus, beberapa sisa serpihan bangunan masjid, beberapa alat dakwah Sunan Drajat seperti gamelan, alat-alat yang dipakai sehari-hari seperti lampu, kursi, dan lain-lain. Melihat-lihat isi musium ternyata cukup mengasyikkan, karena disertai dengan ilustrasi pada barang-barang tersebut.
Tanpa terasa waktu tenyata berlalu begitu cepat, kami pun harus cepat-cepat keluar dari musium Sunan Drajat. Setelah bertanya sana-sini, akhirnya kami hanya dapat berjalan kaki ke arah utara menuju pertigaan Paciran, karena tidak ada angkutan umum yang menuju ke arah yang sama. Sesampainya di pertigaan Paciran, kami harus menunggu angkutan menuju Surabaya, yang menurut informasi setempat ada bis yang melayani Paciran-Bungurasih. Setelah menunggu lumayan lama, akhirnya sebuah bis kecil datang untuk membawa kami menuju Surabaya. Sambil melepas lelah di bis, penulis merenungkan perjalanan dua hari yang cukup melelahkan, namun hati telah terpuaskan dengan telah berziarah ke makam-makam para Wali Allah, yang jarang-jarang bisa dilakukan oleh orang-orang khususnya penulis yang berasal dari Kalimantan. Mudahan di lain waktu dapat datang kembali, ataupun menyambung ziarah ke Jawa Tengah dan Jawa Barat. Mudah-mudahan.

Al Qur’an ini dibuat pada zaman Sunan Drajat sekitar abad ke-16, yang ditulis dengan tulisan tangan, terbuat dari kulit domba dan serat tumbuh-tumbuhan.


Jadhug atau Cuplik atau lampu yang dipakai untuk mengaji Sunan Drajat.


Kitab Layang Ambiya, yaitu kitab yang berisi sejarah dan hikayat 25 rasul dan nabi. Terbuat dari kulit dan daun lontar.


Sisa-sisa perangkat Gamelan Singo Mengkok yang dipakai Sunan Drajat dalam berdakwah, yaitu melalui tembang-tembang pangkur yang diciptakan oleh beliau.

Sunday, August 30, 2009

Wisata Hati (4) : Makam Sunan Bonang

Perjalanan berikutnya yaitu dengan tujuan makam Sunan Bonang yang ada di Tuban, kemudian nanti dilanjutkan ke makam Sunan Drajat yang ada di Lamongan.
Setelah beristirahat satu malam di Sidoarjo, kami melanjutkan perjalanan dengan start di Terminal Purabaya Bungurasih, Surabaya. Karena perjalanan menuju Tuban cukup jauh, lebih dari 100 km, kami memutuskan untuk menggunakan bis PATAS yang cukup nyaman. Dan memamg betul, ketika masuk ke bis PATAS suasana nyaman memang terasa, dengan kursi empuk yang bisa di gerakkan sandarannya, udara panas di terminal pun langsung terasa dingin ketika masuk bis, karena full AC, belum lagi ada fasilitas kamar kecil di bagian belakang bis. Pokoknya mirip di pesawat, hanya tentunya tidak bisa terbang.
Perjalanan menuju Tuban dilalui dengan semangat baru, stamina segar dan udara yang cerah. Di sepanjang jalan selepas dari Surabaya, kami disuguhi pemandangan pedesaan yang sangat alami, dengan hamparan sawah dan tambak masyarakat di daerah Lamongan. Sesekali nampak lahan pembuatan garam yang bagi penulis merupakan hal pertama yang pernah melihat lahan pembautan garam. Air laut dipompa menggunakan kincir angin untuk dimasukkan ke lahan (termasuk penggunaan energi tanpa BBM), kemudian dialirkan ke petak-petak lahan yang kemungkinan selanjutnya diuapkan dengan sinar matahari. Terlihat beberapa petani menggunakan alat yang mirip penggerus yang didorong, mungkin alat pengumpul kristal garam hasil sisa pengauapan air laut. Namun yang sempat penulis pikirkan, bagaimana petani tersebut mengumpulkan garam tanpa mengikis tanah yang ada dibagian bawahnya. Perlu keahlian tersendiri mungkin untuk hanya mengumpulkan garam tanpa mengikis tanah.
Selain lahan pembuatan garam, hampir di sepanjang jalan, terdapat kolam-kolam tambak masyarakat yang rata-rata sangat luas. Menurut penumpang bis yang mengetahui, tambak-tambak tersebut merupakan peternakan bandeng yang sangat terkenal di Lamongan.
Memasuki daerah Tuban, ada hal yang menarik yaitu banyaknya tumbuhan yang mirip dengan tanaman palem atau bahkan mirip tanaman korma. Kira-kira tanaman ini berjenis monokotil, dengan akar serabut, batang lurus, daunnya menjari, dan buahnya bersabut. Rata-rata sangat tinggi seperti pohon kelapa yang sudah belasan tahun. Penulis mendapat informasi, tanaman tersebut tenyata yang disebut dengan lontar. Padahal sejak kecil, penulis beranggapan tanaman lontar itu seperti tanaman jati yang daunnya lebar-lebar.
Memasuki kota Tuban, banyak di pinggir jalan dijual buah lontar yang di daerah tersebut dinamakan biuah Siwalan. Besarnya seperti mangga bewarna coklat kehijauan dan bersabut. Sedangkan daging di dalam bewarna putih, sayang penuling tidak sempat mencicipi buah tersebut. Ternyata tangkain buah siwalan ini juga dapat di potong dan mengeluarkan sejenis air nira yang kemudian juga dapat diminum. Entah bagaimana rasanya air nira siwalan, mungkin juga manis seperti air nira kebanyakan. Warnanya putih seperti daging buahnya, tidak kecoklatan seperti air nira.
Tidak terasa, kami diturunkan oleh kondektur di Kota Tuban. Kami disarankan untuk berjalan ke arah utara untuk menuju lokasi makam Sunan Bonang. Ketika kami menyusuri jalan di kota Tuban, ada hal unik tentang kota ini. Di sepanjang jalan menuju lokasi makam, jalan dipenuhi dengan becak yang terus sambung-menyambung hilir mudik mengantar penumpang. Awalnya kami anggap pemandangan biasa, namun ternyata becak-becak ini memang khusus mengantar para peziarah yang menggunakan bis yang parkir sekitar 300 m dari lokasi makam. Saking banyaknya, ketika menunggu penumpang, becak ini bisa antri sampai 50 m lebih dengan dua lajur. Namun yang patut dipuji adalah tidak terlihat adanya rebutan penumpang antar penarik becak, nampaknya sudah ada kesepakatan antar penarik becak tentang pembagian rezeki diantara mereka.
Lokasi makam Sunan Bonang tepat berada di tengah-tengah kota, yaitu sebelah barat alun-alun dan masjid raya, sekitar 100 meter dari pantai utara. Jalan masuk menuju lokasi makam adalah pasar souvenir dan jajanan khas Tuban. Sempat ada kejadian kecil ketika kami saat ada di pasar tersebut, beberapa petugas satpol PP berupaya menertibkan pedagang-pedagang yang dianggap menggangu lalu lintas, beberapa pedagang sempat melarikan dagangannya namun satu orang akhirnya diangkut petugas entah dibawa kemana.
Memasuki makam Sunan Bonang, kami melalui 3 pintu gerbang yang memiliki sekat-sekat dengan sekat terdalam adalah makam Sunan Bonang dan beberapa makam lainnya. Makam Sunan Bonang berbentuk kubah dengan bangunan cumgkup beratap rendah. Penulis tidak dapat mendekat lebih dekat, karena telah lebih banyak peziarah yang masuk ke kubah dan duduk mengelilingi kubah. Dengan mengambil lokasi agak kosong, kami duduk dengan alas plastik dan membaca tahlil dan doa.
Selesai berziarah kami keluar dari lokasi makam, namun ternyata di jalan keluar, ternyata sama dengan jalan masuk sehingga arus peziarah yang ingin pulang bertemu dengan yang ingin masuk sehingga sempat terjadi saling dorong. Mungkin ini perlu dipikirkan pihak pengelola, agar membuat jalan yang berbeda sehingga arus keluar dan masuk tidak bertemu. Selain itu, adanya pedagang yang melimpah sampai masuk ke lokasi makam, tentunya mengganggu pemandangan serta kenyamanan bagi peziarah, padahal jelas-jelas telah terpampang tulisan DILARANG BERJUALAN DISIN, namun petugas keamanan dan petugas lainnya terkesan tidak bisa menertibkan pedagang.
Di Masjid Sunan Bonang, kami sempatkan sholat Dzuhur, karena bertepatan dengan waktunya sholat. Masjid Sunan Bonang dibangun sangat megah, mungkin karena masjid ini adalah masjid raya Kota Tuban, sehingga dana pembangunannya dapat ditanggung oleh pemerintah daerah setempat.

Thursday, August 20, 2009

Wisata Hati (3) : Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim


Di Kota Gresik terdapat dua makam Wali Allah, yaitu makam Sunan Giri dan makam Syeh Maulana Malik Ibrahim. Menurut riwayat, Syeh Maulana Malik Ibrahim atau yang dikenal dengan Sunan Gresik merupakan wali yang paling terdahulu menyebarkan Agama Islam di Jawa Timur. Seperti yang ditulis oleh azzahraku.multiply.com, bahwa pada nisan Syeh Maulana Malik Ibrahim tertulis tahun wafat beliau yaitu 12 Rabiul Awwal 822 H atau 10 April 1419 M. Sedangkan Sunan Ampel diduga wafat setelahnya yaitu tahun 1467.
Dari lokasi makam Sunan Giri menuju makam Syeh Maulana Malik Ibrahim dapat ditempuh dengan angkot. Sewaktu kita keluar dari makam Sunan Giri sebenarnya banyak ojek dan dokar yang menawarkan untuk mengantar ke makam Syeh Maulana Malik Ibrahim, tentunya dengan tarif yang berbeda dibanding dengan angkot.
Makam Syeh Maulana Malik Ibrahim terletak di sebelah timur makam Sunan Giri. Jaraknya tidaklah terlalu jauh, kira-kira tidak sampai 5 km. Lokasi makam Syeh Maulana Malik Ibrahim terletak di tengah-tengah kota Gresik, bersebelahan dengan lokasi makam pahlawan. Sebelum memasuki lokasi makam, kita akan memasuki pasar souvenir dan jajanan seperti di lokasi makam Sunan Ampel dan Sunan Giri. Namun pasar di sini terlihat lebih kecil dan sedikit, dan areal makam pun juga lebih kecil, mungkin hanya puluhan makam saja yang ada.
Di lokasi makam terdapat Masjid Syeh Maulana Malik Ibrahim dan di sebelah utara masjid terdapat kubah atau cungkup yang merupakan kubah Syeh Maulana Malik Ibrahim. Ketika penulis memasuki kubah, ternyata sudah banyak peziarah yang berdoa dan bertahlil, yang rata-ata berkelompok atau rombongan. Penulis berupaya untuk mendapat posisi paling dekat dengan makam. Makam Syeh Maulana Malik Ibrahim dapat terlihat dengan jelas, terdapat tiga batu nisan yang berdampingan dan berada lebih rendah dari permukaaan tanah. Tidak jelas yang mana makam Syeh Maulana Malik Ibrahim, namun tentunya tiga makam ini merupakan makam Wali-wali Allah. Ketiga makam diberi pagar besi yang cukup tinggi. Setelah selesai bertahlil dan berdoa, penulis segera mengundurkan diri dan keluar dari kubah, untuk memberikan kesempatan kepada beberapa peziarah yang belum masuk ke dalam kubah.

Friday, August 14, 2009

Wisata Hati (2) : Makam Sunan Giri


Perjalanan dari JMP (Jembatan Merah Plaza) Surabaya menuju Gresik menggunakan angkot berupa mobil Kijang yang dimodifikasi sehingga dapat memuat penumpang sampai 10 orang lebih. Perjalanan dimulai dengan menyusuri jalan-jalan di Kota Surabaya yang sedikit macet dan panas. Kondektur tak henti-hentinya menambah penumpang, sehingga kami yang di dalam angkot serasa ikan sarden yang saling terhimpit dengan peluh mengucur. Kira-kira satu jam perjalanan, tiba kami di Kota Gresik yang lebih bersih. Beda dengan Surabaya yang panas dan berdebu, Kota Gresik walaupun juga terasa panas, namun lebih rapi dan bersih, mungkin juga karena matahari sudah mulai mengurangi sengatan panasnya.
Ketika di perempatan kami diturunkan oleh sopir angkot, kami diberi petunjuk untuk menunggu angkot lain yang menuju arah barat untuk menuju makam Sunan Giri. Beberapa saat, kami menyetop angkot warna hijau, setelah bertanya sedikit kami masuk angkot dan dengan ramah sopir bercerita sedikit tentang makam Sunan Giri. Menurutnya lokasi makam tidaklah jauh, hanya nanti untuk memasuki lokasi makam kami harus menaiki banyak anak tangga, karena makam Sunan Giri berada di atas bukit. Selesai sang sopir angkot bercerita, ternyata kami sudah sampai di pintu gerbang lokasi makam. Ternyata memang benar, memasuki gerbang lokasi makam, berpuluh-puluh anak tangga sudah menanti kaki kami.
Dengan bersemangat, kami menaiki tangga satu-persatu, kira-kira setengah perjalanan ternyata cukup lelah untuk menaiki anak tangga, rupanya perlu beristirahat dulu. Namun karena ditarget waktu, kami harus lebih cepat untuk melakukan ziarah, karena masih ada satu tujuan lagi yaitu makam Syeh Maulana Malik Ibrahim.
Sebelum masuk ke area makam, kita akan memasuki lorong pasar persis seperti pasar yang ada di Masjid Ampel. Pasar ini tepat bersebelahan dengan Masjid Sunan Giri, yang saat kami berkunjung masih dalam tahap renovasi. Di ujung pasar terdapat gerbang untuk masuk ke areal pemakaman Sunan Giri. Lokasi makam berada di sebelah barat Masjid Sunan Giri. Ratusan makam terdapat di areal ini, namun kita akan langsung melihat sebuah bangunan kubah atau cungkup yang besar, tentunya ini makam Sunan Giri. Kubah atau cungkup tersebut berupa bangunan kayu berbentuk bujur sangkar dengan atap yang agak rendah. Dinding kubah berupa kayu yang diukir dengan motif tumbuhan. Untuk jenis kayunya penulis kurang mengetahui, bewarna coklat hitam. Pintu kubah sangat rendah sehingga bagi peziaran yang ingin masuk ke dalam kubah harus menunduk.
Puluhan peziarah sudah banyak duduk untuk melakukan doa-doa dan tahlil. Beruntung penulis dapat kesempatan untuk masuk ke kubah dan duduk langsung di samping makam Sunan Giri. Namun makam Sunan Giri tidaklah terlihat langsung, makam di tutupi dengan kelambu, ketika penulis mencoba membuka kelambu tersebut, ternyata dibalik kelambu masih dipagari dengan kayu berukir yang sama dengan dinding kubah.
Selesai berdoa, kami beristirahat sebentar di lokasi makam Sunan Giri. Lokasi makam terasa dingin dan nyaman, mungkin dikarenakan banyaknya tanaman yang tumbuh di sela-sela makam. Sambil beristirahat, kami memperhatikan para peziarah yang keluar masuk kubah, sayangnya ada beberapa peziarah yang kurang menghormati makam, ada yang duduk-duduk di nisan, ada yang tidak berpakaian secara muslim, bahkan ada seorang anak yang belum baligh namun dibiarkan tanpa celana. Sedangkan para pengemis yang berada di jalan masuk dan keluar makam, memang masih berlaku wajar, namun sekiranya dapat ditertibkan tentunya akan menambah kenyamanan peziarah.

Sunday, July 26, 2009

Wisata Hati (1)


Foto dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Ampel
Paparan dibawah ini hanya sekedar pengalaman pribadi yang penulis lakukan beberapa waktu yang lalu. Kebetulan mumpung berada di Jawa Timur, penulis berkesempatan untuk melakukan perjalanan wisata religi dengan tujuan berziaran ke makam-makam para Wali Allah di daerah Jawa Timur.
Hari pertama ditetapkan tujuan untuk mendatangi makam Sunan Ampel di Surabaya, makam Sunan Giri dan makam Syeh Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Berangkat dari Malang yaitu tempat bermukim penulis sementara menuju Surabaya dengan menggunakan angkutan bis. Kalau anda dari luar Jawa Timur maka pintu gerbang masuk ke daerah ini adalah Surabaya, tepatnya kalau dengan pesawat udara maka anda akan masuk lewat Bandara Juanda. Dari bandara Juanda, anda dapat menumpang bis DAMRI yang akan menuju Terminal Purabaya Bungurasih, tarifnya Rp. 15.000. Kalau anda masuk lewat laut, maka anda masuk lewat Pelabuhan Tanjung Perak, dari pelabuhan lokasi makam Sunan Ampel tidaklah jauh, anda dapat naik angkot atau angkutan lainnya.
Dari Terminal Bungurasih perjalanan dilanjutkan dengan bis kota dengan tujuan JMP (Jembatan Merah Plaza), tarif yang dikenakan adalah Rp. 3.500. Sesampainya di JMP, penulis diantar dengan becak. Sebenarnya penulis tidak begitu suka naik becak, karena naik becak seakan menjadi beban bagi orang lain yang mengayuh becak dengan tenaga manusia ... Jaraknya sebenarnya tidak jauh, dan pada saat pulang, penulis hanya berjalan kaki.
Di lokasi, kita akan disambut sebuah gapura yang bertuliskan “MASJID SUCI AMPEL”. Memasuki gapura kita memasuki pasar yang diisi oleh pedagang-pedagang yang menawarkan barang dagangan khas dari timur tengah dan muslim. Mulai dari kurma, kopiah, tasbih, sampai baju muslim beraneka model. Setelah menyusuri pasar kira-kira sejauh 100 m, kita memasuki wilayah Masjid Ampel yang megah.
Lokasi makam berada di sebelah barat dari masjid. Ketika kita akan memasuki lokasi makam, kita diperingatkan untuk melepaskan alas kaki, tidak makan minum, dan tidak diperbolehkan mengambil foto di areal pemakaman Sunan Ampel. Areal pemakaman cukup luas, makam Sunan Ampel dan istri diberi pagar besi tersendiri, tidak berkubah atau cungkup, jadi seperti kondisi makam biasa yang terbuka, hanya diberi tanda nisan agak besar dan dibatasi pagar besi. Disamping pagar besi terdapat terdapat bangunan beratap yang diperuntukkan untuk peziarah untuk dapat berteduh dalam melakukan doa ataupun aktivitas ziarah lainnya.
Menurut sunatullah.com dalam Babad Gresik menyebutkan pada 1481, dengan candrasengkala ”Ngulama Ampel Seda Masjid”. Sunan Ampel wafat saat sujud di masjid. Serat Kanda edisi Brandes menyatakan tahun 1406. Sumber lain menunjuk tahun 1478, setahun setelah berdirinya Masjid Demak. Ia dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, di areal seluas 1.000 meter persegi, bersama ratusan santrinya. Kompleks makam dikelilingi tembok besar setinggi 2,5 meter. Makam Sunan Ampel bersama istri dan lima kerabatnya dipagari baja tahan karat setinggi 1,5 meter, melingkar seluas 64 meter persegi. Khusus makam Sunan Ampel dikelilingi pasir putih. Setiap hari, penziarah ke makam Sunan Ampel rata-rata 1.000 orang, dari berbagai pelosok Tanah Air
Tidak ada hal yang istimewa dari Masjid Ampel dan makam Sunan Ampel, arsitektur masjid seperti kebanyakan masjid lainnya. Hanya daerah Ampel merupakan wilayah kota tua dari Kota Surabaya. Kebanyakan masih menyisakan bangunan-bangunan tua yang dibangun kira-kira sejak jaman penjajahan. Bangunan yang lebih bagus digunakan sebagai perkantoran, sedangkan yang lain berupa toko-toko tua yang diisi dengan barang yang diperdagangkan ke luar pulau Jawa.
Perjalanan kemudian penulis lanjutkan dengan tujuan Kota Gresik, yang berada di utara Surabaya. Di Gresik terdapat dua lokasi makam Wali Allah yaitu makam Sunan Giri dan Syeh Maulana Malik Ibrahim.

Sunday, February 1, 2009

Wisata : Air Terjun Janda


Dalam bahasa Jawa disebutkan sebagai Cuban Rondo. Terletak di Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dengan menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam dari Malang, diperjalanan kita disuguhi dengan lansekap alam yang begitu memukau dengan patahan-patahan bumi yang menghijau oleh tanaman rakyat atau hutan lebat. Jalan menuju lokasi wisata terbilang mulus, dengan tikungan-tikungan tajam di tebing pegunungan. Bahkan ada suatu tempat yang amat bagus untuk mengarahkan pandangan ke Kota Batu dari ketinggian.
Tiket masuk seharga Rp. 8.000 untuk satu orang dewasa di bayar pada loket masuk. Zona pertama yang ditemui adalah taman bermain dan pertokoan suvenir, sedangkan lokasi air terjun masih lebih naik lagi. Di lokasi wisata air terjun telah dibangun beberapa prasarana dasar untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan, diantaranya adalah lapangan parkir yang luas, pertokoan suvenir, warung makanan dan minuman, tempat ibadah, WC dan kamar mandi. Jalan menuju air terjun berupa jalan setapak berbatu, sedangkan dikiri kanan masih rimbun dengan pepohonan besar, sesekali terlihat beberapa monyet kecil yang nampaknya sudah jinak.Dari lapangan parkir ke lokasi air terjun tidaklah terlalu jauh, mungkin sekitar 100 m.
Disebelah kanan jalan terdapat sungai kecil yang berasal dari air terjun. Dinginnya air yang mengalir di sungai kecil membuat badan lumayan menggigil. Sangat disarankan bagi anda yang mudah masuk angin agar tetap memakai jaket, karena selain suhu air yang sangat dingin, turbulensi udara di lembah air terjun juga sangat deras. Percikan air memenuhi lembah air terjun.
Karakteristik air terjun Cuban Rondo seperti yang tertera pada papan informasi di lokasi wisata adalah berada pada ketinggian 1.135 m di permukaan laut, tinggi air terjun sepanjang 84 m, suhu air rata-rata sekitar 22oC, curah hujan sebesar 1.721 mm/tahun menghasilkan debit air mencapai 150 L/detik. Air terjun ini bersumber pada mata air Cemoro Dudo.

Air terjun ini juga menyimpan legenda menarik terkait dengan namanya yang unik. Diceritakan pada suatu masa sepasang pengantin yang baru melangsungkan pernikahannya, yaitu Raden Baron Kusumo dari Gunung Anjasmoro dengan Dewi Anjarwati dari Gunung Kawi, melakukan perjalanan setelah 36 hari pernikahan mereka ke Gunung Anjasmoro. Ditengah perjalanan mereka bertemu dengan seorang lelaki yang bernama Joko Lelono, yang ternyata terpikat dengan kecantikan Dewi Anjarwati. Perkelahianpun tak dapat dihindarkan, Raden Baron Kusumo memerintahkan pengawalnya untuk menyelamatkan sang istri ke sebuah air terjun (coban) untuk bersembunyi. Perkelahian kedua laki-laki tersebut menyebabkan keduanya terluka parah dan tewas . Sedangkan Dewi Anjarwati yang telah menjanda (rondo) tetap berada di dekat air terjun terus menunggu sang suami yang sebenarnya sudah tewas. Dengan demikian terkenalah air terjun tersebut dengan nama Coban Rondo.
Bagi anda yang berkesempatan ke Coban Rondo bisa mencarter mobil atau bis. Sedangkan angkutan umum tidak mencapai lokasi wisata.
 

Blogger news

Mobile Edition
By Blogger Touch