Tuesday, April 27, 2010

PENGEMBANGAN AKSESIBILITAS PENDIDIKAN MENENGAH DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

Agus Basrawiyanta
Fakultas Teknik Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, 2009

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat aksesibilitas pendidikan menengah, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas pendidikan menengah dan mendeskripsikan pengembangan aksesibilitas pendidikan menengah di Kab. Kotawaringin Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan data primer dan sekunder. Metode yang dipergunakan antara lain metode analisis indeks sentralitas, analisis tetangga terdekat, analisis tingkat pelayanan jumlah sarana berdasarkan standard, analisis wilayah pelayanan (isoline) dan analisis sistem transportasi, analisis faktor dan analisis SWOT IFAS - EFAS. Hasil studi ini adalah tingkat aksesibilitas pendidikan menengah cukup baik, kondisi jaringan jalan yang melalui sekolah 78%, pelayanan angkutan umum belum dapat melayani pendidikan menengah, rute angkutan umum masih ada 3 kecamatan dan 8 pendidikan menengah yang belum mendapatkan pelayanan. Pelayanan sarana pendidikan menengah dari hirarki tinggi ke rendah adalah Kecaman Arut Selatan, Kumai, Pangkalan Banteng, Pangkalan Lada, Kotawaringin Lama dan Arut Utara. Pola persebaran permukiman adalah acak sedangkan pola persebaran sekolah, mengelompok. Berdasarkan standard jenjang SLTA masih dalam kondisi buruk. Faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas pendidikan menengah yaitu; faktor fasilitas pendidikan, faktor sarana prasarana transportasi, faktor manajemen transportasi, faktor sosial ekonomi dan faktor tarif angkutan. Berdasarkan analisis SWOT IFAS-EFAS yaitu memanfaatkan potensi yang ada untuk menangkap peluang dengan mengatasi kelemahan berdasarkan skala prioritas.

Kata Kunci : pengembangan, aksesibilitas, dan pendidikan menengah

Purpose of this research is to analyze accessibility level of secondary school, to identify factors affecting secondary education accessibility, and to describe accessibility development of secondary education in West Kotawaringin County. The used method is centrality index analysis, closest neighbor analysis, service level analysis on the number of means based on the standard, service area analysis (isoline) and transportation system analysis, factor analysis, and SWOT IFAS-EFAS analysis. The research result shows that accountability level of secondary level is good enough. Street network condition pass through the school is 78%. Public transportation service cannot service secondary education. There are still 3 sub-districts and 8 secondary-education public transportation routes, which do not get services. Secondary education means services from high to low hierarchy are South Arut, Kumai, Pangkalan Banteng, Pangkalan Lada, Old Kotawaringin and North Arut sub-districts. Residence distribution pattern is randomly while school distribution pattern is cliquish. Based on the standard, senior high school level is still in bad condition. Factors affecting secondary education accessibility are education facilities, transportation means, transportation management, social-economy, and transportation cost factors. Based on SWOT IFAS-EFAS analysis, it is utilizing the existing potency to grasp the opportunity by solving the weaknesses based on the priority scale.

Keyword: development, accessibility, and secondary education

Monday, April 26, 2010

Analisis Shift Share

Pelaksanaan pembangunan ekonomi akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi. Suatu sektor bisa menjadi kurang penting peranannya dalam pembentukan PDRB/PDB digeser oleh sektor lainnya sesuai dengan kondisi ekonomi yang sedang terjadi saat itu. Proses transformasi ekonomi ini bisa berbeda antar propinsi yang selanjutnya bisa mengubah posisi suatu propinsi di dalam perekonomian nasional. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan seperti penyediaan bahan baku, teknologi, investasi, dan sumber daya manusia. Dengan adanya perbedaan tersebut maka diketahui transformasi ekonomi di suatu wilayah adalah penting terutama untuk pedoman dalam mengalokasikan dana pembangunan yang terbatas, sumberdaya manusia, teknologi dan input-input penting untuk produksi antar propinsi. Dalam hal ini analisis yang umumnya digunakan untuk mengevaluasi perubahan struktur adalah analisis shift-share.
Analisis shift share membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor industri di daerah dengan wilayah nasional (Tarigan, 2005:85). Analisis shift-share mempunyai empat kegunaan yaitu :
1. mengetahui sejauh mana peranan petumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
2. mengetahui sejauhmana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan suatu sektor.
3. mengetahui komponen yang mempengaruhi kesempatan kerja nyata.
4. mengetahui pergeseran ekonomi regional sebagai akibat perubahan ekonomi nasional maupun ekonomi regional itu sendiri.
Kerangka analisis ini dikemukakan oleh Dunn (1960) dan kemudian dikembangkan oleh Perloff (1960). Menurut metode ini pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen utama, yakni pertumbuhan nasional (national growth component), pertumbuhan sektoral atau bauran industri (industrial mix component), dan pertumbuhan daya saing (competitive effect component).
Komponen pertumbuhan nasional adalah banyaknya pertambahan pendapatan atau tingkat produksi suatu daerah (kabupaten/kota) agar bisa tumbuh paling tidak sama dengan laju pertumbuhan daerah acuan (propinsi) dalam suatu periode tertentu. Hal ini merupakan kriteria untuk mengukur penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di suatu daerah. Penyimpangan tersebut dapat diketahui dari komponen shift netto setiap daerah yang terdiri dari struktur shift-share yang mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh komposis sektor-sektor industri di daerah yang bersangkutan. Komposisi ini positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor tertentu yang secara nasional tumbuh dengan cepat, dan negatif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor tertentu yang secara nasional tumbuh dengan lambat atau bahkan merosot. Komponen ini melihat pengaruh dari luar yang bekerja secara nasional. Location Shift-Share mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan daripada tingkat nasional. Jadi suatu daerah yang mempunyai keuntungan lokasional, maka akan mempunyai Location shift-share yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasi tidak menguntungkan akan mempunyai locatioan shif-share yang negatif.
Analisi shift-share juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (industri) di daerah dengan wilayah nasional. Akan tetapi, metode ini lebih tajam dibandingkan dengan metode LQ, metode shift-share memperinci penyebab perubahan atas beberapa variabel. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan ekonomi nasional. Ada juga yang menamakan model analisis ini sebagai industrial mix analysis, karena komposisi industri yang ada sangat mempengaruhi laju pertumbuhan wilayah tersebut. Artinya, apakah industri yang berlokasi di wilayah tersebut termasuk kedalam kelompok industri yang secara nasional memang berkembang pesat dan bahwa industri tersebut cocok berlokasi di wilayah itu atau tidak. Analisis shift share dapat menggunakan variabel lapangan kerja atau nilai tambah. Akan tetapi yang terbanyak digunakan adalah variabel lapangan kerja karena datanya lebih mudah diperoleh. Apabila menggunakan nilai tambah maka sebaiknya menggunakan data harga konstan dengan tahun dasar yang sama. Karena apabila tidak maka bobotnya bisa tidak sama dan perbandingan itu menjadi tidak valid (Tarigan, 2005:86)
Pertambahan lapangan kerja (employment) regional total (∆Er) dapat diurai menjadi komponen shift dan komponen share. Komponen share sering pula disebut komponen nasional share. Komponen share nasional (N) adalah banyaknya pertambahan lapangan kerja regional seandainya proporsi perubahannya sama dengan laju pertambahan nasionalselama periode studi. Hal ini dapat dipakai sebagai kriteria bagi daerah yang bersangkutan untuk mengukur apakah daerah itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari pertumbuhan nasional rata-rata.
Komponen shift adalah penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan lapangan kerja regional. Penyimpangan ini positif di daerah-daerah yang tumbuh lebih cepat dan negatif di daerah-daerah yang tumbuh lebih lambat/merosot dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja secara naional. Bagi setiap daerah, shift netto dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu proportional shift coponen (P) dan differential shift component (D).
Proportional shift component (P) kadang-kadang dikenal sebagai komponen struktural atau industrial mix, mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh komposisi sektor-sektor industri di daerah yang bersangkutan. Komponen ini positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh dengan lambat atau bahkan sedang merosot (Tarigan,2005:86)
Differential shift component (D) kadang-kadang dinamakan komponen lokasional atau regional adalah sisa kelebihan. Komponen ini mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan daripada tingkat nasional yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasional intern. Jadi, suatu daerah yang mempunyai keuntungan lokasional seperti sumber daya yang melimpah/efisien akan mempunyai differential shift component yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasional tidak menguntungkan akan mempunyai komponen yang negatif.
Kedua komponen shift ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat ekstern dan yang bersifat intern. Proportional Shift adalah akibat dari pengaruh unsur-unsur luar yang bekerja secara nasional, sedangkan differential shift adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja khusus di daerah yang bersangkutan.

Tuesday, April 20, 2010

Mempersiapkan Guru untuk Masa Depan

Sungguhpun sudah begitu banyak upaya dan kegiatan untuk meningkatkan mutu guru, hasil-hasil evaluasi tahap akhir siswa menunjukkan bahwa nilai mereka belum mengalami kenaikan yang berarti. Meningkat Sudah barang tentu dapat disimpulkan bahwa penataran yang telah dilaksanakan telah berhasil meningkatkan mutu guru, tetapi belum berhasil meningkatkan mutu kerja guru, sehingga mutu siswa belum meningkat. Barangkali dilihat dari semboyan PKG: Dari Guru-Oleh Guru-Untuk Guru, tujuan PKG sudah dicapai. Mungkin semboyannya perlu diubah, menjadi: Dari Guru, Oleh Guru, Untuk Guru dan Siswa. Mengapa mutu guru telah berhasil ditingkatkan tetapi kemampuan kerja guru belum meningkat? Salah satu jawaban bisa kita kembalikan pada salah satu karakteristik kerja guru, yakni guru adalah pekerjaan yang tidak pernah mendapatkan umpan balik. Hal ini logis, karena tanpa umpan balik guru tidak tahu kualitas apa yang dikerjakan, tidak tahu di mana kelemahan dan kelebihannya, dan akibatnya guru tidak tahu mana yang perlu ditingkatkan.
Oleh karena itu, nampaknya di samping meneruskan kegiatan pembinaan yang telah ada selama ini, pembinaan guru diarahkan untuk mengembangkan suatu sistem dan teknik bagi guru untuk bisa mendapatkan umpan balik dari apa yang dikerjakan dalam proses belajar mengajar. Dua model peningkatan mutu yang perlu dipertimbangkan adalah a) memperkuat hidden curriculum dan b) mengembangkan teknik refleksi diri (sefl-reffection).

Hidden curriculum
Hidden curriculum adalah proses penanaman nilai-nilai dan sifat-sifat pada diri siswa. Proses ini dilaksanakan lewat perilaku guru selama melaksanakan proses belajar mengajar. Untuk menanamkan sikap disiplin, guru harus memberikan contoh bagaimana perilaku mengajar yang disiplin. Misalnya, memulai dan mengakhiri pelajaran tepat pada waktunya. Kalau guru bertujuan menanamkan kerja keras pada diri siswa, maka guru memberikan tugas-tugas yang memadai bagi siswa dan segera diperiksa dan dikembalikan kepada siswa dengan umpan balik. Pengembalian tugas-tugas siswa tanpa ada umpan balik pada kertas pekerjaan secara langsung akan menanamkan sifat tidak usah kerja keras. Karena siswa beranggapan kerja mereka tidak dibaca guru.
Kegiatan pembinaan yang diperlukan adalah:
1. Mengkaji secara lebih mendalam makna hidden curriculum.
2. Secara sadar merancang pelaksanaan hidden curriculum.
3. Mengidentifikasi momen untuk melaksanakan hidden curriculum.

Self-reflection
Self-reflection adalah suatu kegiatan untuk mengevaluasi proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan untuk mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dilakukan. Umpan balik tersebut antara lain berupa: a) pemahaman siswa tentang apa yang telah disampaikan, b) perilaku guru yang tidak efisien dan tidak efektif, c) perilaku guru yang efisien dan efektif, d) perilaku yang perlu diperbaiki, e) perilaku yang diinginkan oleh siswa dan, f) perilaku yang seharusnya dikerjakan. Berdasarkan self-reflection inilah guru akan memperbaiki perilaku dalam proses belajar mengajar.
Paling tidak ada dua cara bagi guru untuk melakukan self-reflection, yakni: a) guru menampung pendapat siswa pada setiap akhir kuartal dan, b) guru malaksanakan action research. Cara yang pertama dilakukan lewat cara guru mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang mengungkap bagaimana perilaku selama mengajar, dan memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk dijawab oleh siswa. Berdasarkan jawaban tersebut guru akan mendapatkan gambaran diri pada waktu melaksanakan proses belajar mengajar.
Action research, sebagai cara kedua, merupakan kegiatan meneliti sambil mengajar atau mengajar yang diteliti. Siapa yang mengajar dan siapa yang meneliti? Guru sendiri yang melakukan keduanya datam waktu yang sama.
 

Blogger news

Mobile Edition
By Blogger Touch