Bagi anda yang memiliki blog pendidikan yang jadi favorit serta sering dikunjungi, mari nominasikan dalam The 2010 Edublog Awards.
Dalam even kali ini dibuka untuk 23 kategori, yaitu :
1. Best individual blog
2. Best individual tweeter
3. Best group blog
4. Best new blog
Sunday, November 28, 2010
Tuesday, October 5, 2010
Ragam Vegetasi di Ruang Terbuka Hijau Sekolah
www.merdeka.com |
1. Agave Amerika (Agave americana)
2. Akalifa (Acalypha wilkesiana)
3. Andong (Cordyline fruticosa)
4. Asoka (Saraca indica)
5. Bakungan (Hymenocallis litthoralis)
6. Bayam merah (Alternanthera amoena)
7. Beras Wutah (Dieffenbachia amoena)
8. Boroco (Celosia argentea)
9. Bougenvil (Bougainvillea glabra)
10. Bunga Lilin (Pachystachys lutea)
Thursday, September 30, 2010
Evaluasi Kesesuaian Program Keahlian SMK Terhadap Potensi Unggulan Daerah di Kota Banjarbaru
Oleh : Ibnu Yusa
Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Kebijakan strategis terkait dengan pemerataan dan perluasan akses pendidikan adalah memperluas akses terhadap pendidikan SMK sesuai dengan kebutuhan dan keunggulan lokal. Dengan demikian kebijakan pokok pembangunan pendidikan nasional lebih ditekankan pada perluasan akses SMK dari pada SMA. Arah kebijakan ini adalah untuk mencapai komposisi jumlah murid SMK dengan jumlah murid SMA dengan perbandingan 70 % : 30 %. Perluasan SMK ini dilaksanakan melalui penambahan program pendidikan kejuruan yang lebih fleksibel sesuai tuntutan pasar kerja yang berkembang.
Tujuan Penelitian ini, untuk mendiskripsikan sektor yang menjadi potensi unggulan daerah di Kota Banjarbaru, untuk menganalisis Program Keahlian SMK yang sesuai dengan potensi unggulan daerah di Kota Banjarbaru, dan menentukan prioritas terhadap pengembangan Program Keahlian SMK yang sesuai dengan potensi unggulan daerah di Kota Banjarbaru.
Metode yang digunakan dalam proses analisis data adalah, dengan cara dokumentasi tentang Program Keahlian dari tujuh SMK di Kota Banjarbaru, dianalisis secara deskriptif. Untuk mengetahui potensi unggulan daerah, digunakan analisis LQ (Location Qoutien) PDRB daerah Kota Banjarbaru terhadap PDRB Propinsi Kalimantan Selatan. Selain itu juga analisis pertumbuhan ekonomi. Untuk mengetahui Program Keahlian SMK yang sesuai dengan potensi unggulan daerah digunakan analisis chek list berskala. Untuk menentukan prioritas terhadap pengembangan Program Keahlian yang sesuai dengan potensi unggulan daerah di Kota Banjarbaru, digunakan analisis IPA (Importance Performance Analysis).
Dari perhitungan LQ lima tahun series atas sembilan lapangan usaha, menunjukkan bahwa ada enam lapangan usaha yang merupakan sektor basis (unggulan) dan tiga lapangan usaha yang non basis.
Dari 18 Program Keahlian SMK yang ada, 16 diantaranya mendapatkan Chek List, ini berarti bahwa 16 Program Keahlian tersebut memang telah sesuai dengan potensi unggulan daerah Kota Banjarbaru. Selanjutnya dari 16 Program Keahlian tersebut dipilih satu Program Keahlian yang memiliki tingkat kesesuaian paling tinggi dengan potensi unggulan daerah untuk di analisis prioritas pengembangannya. Dari perhitungan skala tingkat kesesuaian, diketahui bahwa Program Keahlian Teknik Konstruksi Batu dan Beton memperoleh angka tertinggi dibandingkan dengan Program Keahlian yang lain.
Dari 10 variabel yang dianalisis untuk kemungkinan pengembangan Program Keahlian Teknik Konstruksi Batu dan Beton, diketahui ada tiga variabel yang merupakan prioritas utama untuk dikembangkan/dibenahi, karena ketiga variabel tersebut oleh stakeholder dianggap sangat penting, namun pelaksanaannya belum memuaskan. Tiga variabel tersebut adalah: Pengadaan Ruang Kelas Baru (RKB), Pengadaan Perpustakaan dan Beasiswa untuk siswa kurang mampu.
Kata Kunci : Program Keahlian SMK, Potensi Unggulan Daerah.
Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Kebijakan strategis terkait dengan pemerataan dan perluasan akses pendidikan adalah memperluas akses terhadap pendidikan SMK sesuai dengan kebutuhan dan keunggulan lokal. Dengan demikian kebijakan pokok pembangunan pendidikan nasional lebih ditekankan pada perluasan akses SMK dari pada SMA. Arah kebijakan ini adalah untuk mencapai komposisi jumlah murid SMK dengan jumlah murid SMA dengan perbandingan 70 % : 30 %. Perluasan SMK ini dilaksanakan melalui penambahan program pendidikan kejuruan yang lebih fleksibel sesuai tuntutan pasar kerja yang berkembang.
Tujuan Penelitian ini, untuk mendiskripsikan sektor yang menjadi potensi unggulan daerah di Kota Banjarbaru, untuk menganalisis Program Keahlian SMK yang sesuai dengan potensi unggulan daerah di Kota Banjarbaru, dan menentukan prioritas terhadap pengembangan Program Keahlian SMK yang sesuai dengan potensi unggulan daerah di Kota Banjarbaru.
Metode yang digunakan dalam proses analisis data adalah, dengan cara dokumentasi tentang Program Keahlian dari tujuh SMK di Kota Banjarbaru, dianalisis secara deskriptif. Untuk mengetahui potensi unggulan daerah, digunakan analisis LQ (Location Qoutien) PDRB daerah Kota Banjarbaru terhadap PDRB Propinsi Kalimantan Selatan. Selain itu juga analisis pertumbuhan ekonomi. Untuk mengetahui Program Keahlian SMK yang sesuai dengan potensi unggulan daerah digunakan analisis chek list berskala. Untuk menentukan prioritas terhadap pengembangan Program Keahlian yang sesuai dengan potensi unggulan daerah di Kota Banjarbaru, digunakan analisis IPA (Importance Performance Analysis).
Dari perhitungan LQ lima tahun series atas sembilan lapangan usaha, menunjukkan bahwa ada enam lapangan usaha yang merupakan sektor basis (unggulan) dan tiga lapangan usaha yang non basis.
Dari 18 Program Keahlian SMK yang ada, 16 diantaranya mendapatkan Chek List, ini berarti bahwa 16 Program Keahlian tersebut memang telah sesuai dengan potensi unggulan daerah Kota Banjarbaru. Selanjutnya dari 16 Program Keahlian tersebut dipilih satu Program Keahlian yang memiliki tingkat kesesuaian paling tinggi dengan potensi unggulan daerah untuk di analisis prioritas pengembangannya. Dari perhitungan skala tingkat kesesuaian, diketahui bahwa Program Keahlian Teknik Konstruksi Batu dan Beton memperoleh angka tertinggi dibandingkan dengan Program Keahlian yang lain.
Dari 10 variabel yang dianalisis untuk kemungkinan pengembangan Program Keahlian Teknik Konstruksi Batu dan Beton, diketahui ada tiga variabel yang merupakan prioritas utama untuk dikembangkan/dibenahi, karena ketiga variabel tersebut oleh stakeholder dianggap sangat penting, namun pelaksanaannya belum memuaskan. Tiga variabel tersebut adalah: Pengadaan Ruang Kelas Baru (RKB), Pengadaan Perpustakaan dan Beasiswa untuk siswa kurang mampu.
Kata Kunci : Program Keahlian SMK, Potensi Unggulan Daerah.
Sunday, September 26, 2010
Perencanaan Pendidikan
Manusia lahir dalam kondisi tidak mempunyai pengetahuan dan ketrampilan apa-apa, sedangkan untuk menjadikan manusia menjadi ahli apapun tergantung pendidikannya, menurut teori tabularasa dalam ilmu pendidikan (Jonh Locke dan Bacon) mengatakan bahwa anak yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang belum ditulis (a sheet of white paper of all characters) jadi sejak lahir anak itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa. Anak dapat dibentuk sesuai dan sekehendak pendidikannya. Disini kekuatan ada pada pendidik, pendidikan atau lingkungan berkekuatan untuk membentukan anak didiknya. Pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan potensi sumber daya manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan kepadanya, hal ini karena hanya sumber daya manusia yang dapat di didik dan mendidik. Karena pendidikan adalah kegiatan sosial yang hasilnya baru dapat dilihat atau dinilai dalam waktu yang relatif lama. Pendidikan yang diharapkan di sini adalah pendidikan yang dapat mendukung proses peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga nantinya pendidikan ini dapat mendukung proses pembangunan di suatu daerah ataupun Negara.
Menurut LAN_RI (2003) Pendidikan dan pelatihan menggabungkan pengertian dari kata-kata pendidikan dan pelatihan yaitu suatu “Pendidikan adalah suatu proses, tehnis dan metode belajar mengajar dengan maksud mentransfer suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain melalui prosedur yang sistimatis dan terorganisir yang berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama.
Pengembangan sumber daya manusia adalah kegiatan belajar yang diadakan dalam jangka waktu tertentu guna memperbesar kemungkinan untuk meningkatkan kinerja dan dirancang secara matang. Tujuan yang hendak dicapai dengan pengembangan adalah pertumbuhan Sumber daya manusia untuk meningkatkan kinerja yang terlibat didalamnya dari tingkat atas sampai tingkat bawah. Dengan pengembangan diharapkan terjadi peningkatan produktifitas dan efektivitas dalam lembaga tersebut.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional arti pendidikan dirumuskan sebagai berikut :
“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan kecerdasan ahlak mulia serta ketrampilan”
Adapun alasan-alasan perlunya suatu perencanaan itu dilakukan menurut Tjokroamidjojo (1995) didasarkan pada tiga hal yaitu pada:
1. Penggunaan sumber-sumber penggunaan secara efisien dan efektif
2. Keperluan mendobrak kearah perubahan ekonomi dan dan sosial masyarakat
3. Yang terpenting adalah arah perkembangan untuk kepentingan keadilan sosial
Dari beberapa teori dan pendapat di atas pengembangan sumber daya manusia sangat penting, hal ini ditujukan untuk mengelola potensi yang dimiliki wilayah, sehingga setiap pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah bermanfaat sangat besar pada komunitas masyarakat yang ada di wilayahnya.
Perencanaan pendidikan menurut Combs (1982) dalam Saud et all (2005), “Perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari analisa sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.
Perencanaan pendidikan menurut Saud et all (2005), “Perencanaan pendidikan adalah suatu kegiatan melihat masa depan dalam hal menentukan kebijkanan, prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik untuk mengembangkan system pendidikan Negara dan peserta didik yang dilayani”.
Dari definisi diatas, ada beberapa unsur penting yang terkandung dalam perencanaan pendidikan :
1. Penggunaan analisa yang bersifat rasional dan sistematik dalam perencanaan pendidikan
2. Proses pembangunan dan pengembangan pendidikan
3. Prinsip efektif dan efisiensi, artinya dalam perencanaan pendidikan pemikiran ekonomis sangat menonjol.
4. Kebutuhan dan tujuan peserta didik dan masyarakat, artinya perencanaan pendidikan mencakup aspek internal dan eksternal dari keorganisasian sistem pendidikan itu sendiri.
Perencanaan pendidikan sudah pasti harus memperhatikan faktor lingkungan, situasi perekonomian dan faktor kebutuhan sosial politik, karena pendidikan pembentukan watak manusia. Oleh karena itu perencanaan pendidikan yang dilakukan harus menyeluruh dan terpadu serta disusun secara logis dan rasional mencakup berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Selain itu perencanaan pendidikan juga harus menggunakan sumber data yang tepat.
Data dasar (base line data) untuk perencana pendidikan mempunyai fungsi yang amat penting, sebab tanpa data perencanaan tidak mungkin dapat menegembangkan perencanaan pendidikan dengan baik. Data dasar ini mencakup berbagai aspek di dalam dan di luar yang mempunyai hubungan erat dengan pendidikan. Menurut Saud et all (2005) data dasar yang diperlukan dapat dikelompokkan :
1. Kependudukan
2. Data ekonomi
3. Kebijakan nasional
4. Data kependidikan
5. Data ketenagakerjaan
6. Nilai dan sosial budaya
Salah satu pendekatan dalam perencanaan pendidikan adalah analisis kebutuhan sosial. Dalam hal ini perencanaan pendidikan harus memperhitungkan kebutuhan pada masa sekarang dan yang akan datang. Jenis pendidikan di Indonesia sebagaimana terdapat pada Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Di samping juga satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan sejenis sangat dibutuhkan keberadaannya. Disamping juga keberadaan pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Dalam rumusan tujuan perencanaan dalam bentuk yang lebih konkrit didasari dengan informasi yang akurat bukan hanya mengenai keadaan yang sekarang melainkan juga lebih dikembangkan proses perencanaan di masa mendatang, (Muljana: 2001).
Menurut LAN_RI (2003) Pendidikan dan pelatihan menggabungkan pengertian dari kata-kata pendidikan dan pelatihan yaitu suatu “Pendidikan adalah suatu proses, tehnis dan metode belajar mengajar dengan maksud mentransfer suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain melalui prosedur yang sistimatis dan terorganisir yang berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama.
Pengembangan sumber daya manusia adalah kegiatan belajar yang diadakan dalam jangka waktu tertentu guna memperbesar kemungkinan untuk meningkatkan kinerja dan dirancang secara matang. Tujuan yang hendak dicapai dengan pengembangan adalah pertumbuhan Sumber daya manusia untuk meningkatkan kinerja yang terlibat didalamnya dari tingkat atas sampai tingkat bawah. Dengan pengembangan diharapkan terjadi peningkatan produktifitas dan efektivitas dalam lembaga tersebut.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional arti pendidikan dirumuskan sebagai berikut :
“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan kecerdasan ahlak mulia serta ketrampilan”
Adapun alasan-alasan perlunya suatu perencanaan itu dilakukan menurut Tjokroamidjojo (1995) didasarkan pada tiga hal yaitu pada:
1. Penggunaan sumber-sumber penggunaan secara efisien dan efektif
2. Keperluan mendobrak kearah perubahan ekonomi dan dan sosial masyarakat
3. Yang terpenting adalah arah perkembangan untuk kepentingan keadilan sosial
Dari beberapa teori dan pendapat di atas pengembangan sumber daya manusia sangat penting, hal ini ditujukan untuk mengelola potensi yang dimiliki wilayah, sehingga setiap pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah bermanfaat sangat besar pada komunitas masyarakat yang ada di wilayahnya.
Perencanaan pendidikan menurut Combs (1982) dalam Saud et all (2005), “Perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari analisa sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.
Perencanaan pendidikan menurut Saud et all (2005), “Perencanaan pendidikan adalah suatu kegiatan melihat masa depan dalam hal menentukan kebijkanan, prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik untuk mengembangkan system pendidikan Negara dan peserta didik yang dilayani”.
Dari definisi diatas, ada beberapa unsur penting yang terkandung dalam perencanaan pendidikan :
1. Penggunaan analisa yang bersifat rasional dan sistematik dalam perencanaan pendidikan
2. Proses pembangunan dan pengembangan pendidikan
3. Prinsip efektif dan efisiensi, artinya dalam perencanaan pendidikan pemikiran ekonomis sangat menonjol.
4. Kebutuhan dan tujuan peserta didik dan masyarakat, artinya perencanaan pendidikan mencakup aspek internal dan eksternal dari keorganisasian sistem pendidikan itu sendiri.
Perencanaan pendidikan sudah pasti harus memperhatikan faktor lingkungan, situasi perekonomian dan faktor kebutuhan sosial politik, karena pendidikan pembentukan watak manusia. Oleh karena itu perencanaan pendidikan yang dilakukan harus menyeluruh dan terpadu serta disusun secara logis dan rasional mencakup berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Selain itu perencanaan pendidikan juga harus menggunakan sumber data yang tepat.
Data dasar (base line data) untuk perencana pendidikan mempunyai fungsi yang amat penting, sebab tanpa data perencanaan tidak mungkin dapat menegembangkan perencanaan pendidikan dengan baik. Data dasar ini mencakup berbagai aspek di dalam dan di luar yang mempunyai hubungan erat dengan pendidikan. Menurut Saud et all (2005) data dasar yang diperlukan dapat dikelompokkan :
1. Kependudukan
2. Data ekonomi
3. Kebijakan nasional
4. Data kependidikan
5. Data ketenagakerjaan
6. Nilai dan sosial budaya
Salah satu pendekatan dalam perencanaan pendidikan adalah analisis kebutuhan sosial. Dalam hal ini perencanaan pendidikan harus memperhitungkan kebutuhan pada masa sekarang dan yang akan datang. Jenis pendidikan di Indonesia sebagaimana terdapat pada Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Di samping juga satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan sejenis sangat dibutuhkan keberadaannya. Disamping juga keberadaan pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Dalam rumusan tujuan perencanaan dalam bentuk yang lebih konkrit didasari dengan informasi yang akurat bukan hanya mengenai keadaan yang sekarang melainkan juga lebih dikembangkan proses perencanaan di masa mendatang, (Muljana: 2001).
Saturday, September 25, 2010
Kompetensi Guru dalam Efektivitas Sumber Belajar
Oleh : Ilham Alfian Nor, 2010
Diperlukan kompetensi yang baik dalam penerapan strategi penggunaan RTH sekolah sebagai sumber belajar. Pengetahuan yang luas tentang karakteristik RTH sekolah sangat membantu dalam efektivitas dan efisiensi dalam pemanfaatannya sebagai sumber belajar. Karena tidak semua materi pembelajaran dapat menggunakan RTH sekolah sebagai sumber belajar. Diperlukan suatu kemampuan (kompetensi) untuk merancang dan mengorganisasikan agar RTH sekolah dapat diadopsi sebagai salah satu sumber belajar. Dengan demikian, guru harus selalu menambah kemampuan penguasaan terhadap materi pembelajaran ataupun strategi pembelajarannya, termasuk kemampuan dalam pengelolaan kelas. Hal yang demikian juga diperkuat dengan tulisan Murwani (2006) yang mengatakah bahwa guru harus terus menerus mengaktualisasikan diri, belajar memperluas dan memperdalam pengetahuannya agar dapat memfasilitasi siswa dalam belajar. Guru harus membuat dirinya kompeten dan profesional. Hal ini berarti guru perlu secara terus menerus mengembangkan kemampuannya dalam menguasai disiplin ilmu yang diajarkannya serta metode pembelajarannya.
Salah satu fungsi guru adalah sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar. Sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa (Muhibbuddin : 2008). Sehingga kemampuan pengelolaan kelas sangat penting untuk dikuasai oleh guru, apalagi untuk model pembelajaran di luar kelas. Karena dalam pembelajaran di luar kelas, misalnya di RTH sekolah, siswa merasa lebih bebas dan cenderung mudah melakukan kegiatan tidak terarah. Jika hal demikian tidak dikelola, maka proses pembelajaran akan terganggu, bahkan nyaris tidak memiliki nilai lebih dibanding dengan pembelajaran di kelas.
Agar tercapai optimalisasi proses pembelajaran, sangat diperlukan motivasi seorang guru. Karena motivasi guru dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran semakin tinggi motivasi kerja guru, maka semakin meningkat pula kinerja guru tersebut. Sehingga dengan motivasi yang tinggi, diharapkan proses pembelajaran dengan menggunakan RTH sekolah sebagai sumber belajar akan optimal.
Dalam hal pemberian insentif bagi guru yang menggunakan RTH sebagai sumber pembelajaran merupakan salah satu upaya dalam memotivasi guru agar dapat merubah proses pembelajaran agar lebih berkualitas. Karena secara naluri, seseorang yang ingin mendapatkan imbalan maka akan berupaya untuk menghasilkan sesuatu dengan lebih baik. Menurut Rahardja (2004), beberapa hal yang mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi guru, antara kesesuaian imbalan yang diterima dan keahlian yang dimiliki, latar belakang pendidikan dan pekerjaan misalnya: bidang studi yang diajarkan, serta kepuasan karena terpenuhinya kebutuhan. Sehingga pemberian insentif termasuk hal yang penting dilakukan dalam upaya merubah gaya pembelajaran untuk menggunakan sumber belajar selain guru, misalnya RTH sekolah.
Sebanyak 69,7% responden menyatakan bahwa seorang guru harus memiliki kompetensi bidang studi dalam menggunakan sumber belajar ruang terbuka hijau sekolah (Alfian Nor : 2009)
Diperlukan kompetensi yang baik dalam penerapan strategi penggunaan RTH sekolah sebagai sumber belajar. Pengetahuan yang luas tentang karakteristik RTH sekolah sangat membantu dalam efektivitas dan efisiensi dalam pemanfaatannya sebagai sumber belajar. Karena tidak semua materi pembelajaran dapat menggunakan RTH sekolah sebagai sumber belajar. Diperlukan suatu kemampuan (kompetensi) untuk merancang dan mengorganisasikan agar RTH sekolah dapat diadopsi sebagai salah satu sumber belajar. Dengan demikian, guru harus selalu menambah kemampuan penguasaan terhadap materi pembelajaran ataupun strategi pembelajarannya, termasuk kemampuan dalam pengelolaan kelas. Hal yang demikian juga diperkuat dengan tulisan Murwani (2006) yang mengatakah bahwa guru harus terus menerus mengaktualisasikan diri, belajar memperluas dan memperdalam pengetahuannya agar dapat memfasilitasi siswa dalam belajar. Guru harus membuat dirinya kompeten dan profesional. Hal ini berarti guru perlu secara terus menerus mengembangkan kemampuannya dalam menguasai disiplin ilmu yang diajarkannya serta metode pembelajarannya.
Salah satu fungsi guru adalah sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar. Sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa (Muhibbuddin : 2008). Sehingga kemampuan pengelolaan kelas sangat penting untuk dikuasai oleh guru, apalagi untuk model pembelajaran di luar kelas. Karena dalam pembelajaran di luar kelas, misalnya di RTH sekolah, siswa merasa lebih bebas dan cenderung mudah melakukan kegiatan tidak terarah. Jika hal demikian tidak dikelola, maka proses pembelajaran akan terganggu, bahkan nyaris tidak memiliki nilai lebih dibanding dengan pembelajaran di kelas.
Agar tercapai optimalisasi proses pembelajaran, sangat diperlukan motivasi seorang guru. Karena motivasi guru dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran semakin tinggi motivasi kerja guru, maka semakin meningkat pula kinerja guru tersebut. Sehingga dengan motivasi yang tinggi, diharapkan proses pembelajaran dengan menggunakan RTH sekolah sebagai sumber belajar akan optimal.
Dalam hal pemberian insentif bagi guru yang menggunakan RTH sebagai sumber pembelajaran merupakan salah satu upaya dalam memotivasi guru agar dapat merubah proses pembelajaran agar lebih berkualitas. Karena secara naluri, seseorang yang ingin mendapatkan imbalan maka akan berupaya untuk menghasilkan sesuatu dengan lebih baik. Menurut Rahardja (2004), beberapa hal yang mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi guru, antara kesesuaian imbalan yang diterima dan keahlian yang dimiliki, latar belakang pendidikan dan pekerjaan misalnya: bidang studi yang diajarkan, serta kepuasan karena terpenuhinya kebutuhan. Sehingga pemberian insentif termasuk hal yang penting dilakukan dalam upaya merubah gaya pembelajaran untuk menggunakan sumber belajar selain guru, misalnya RTH sekolah.
Friday, September 24, 2010
Sarana dan Prasarana Pendidikan
Oleh : Herlina maulidah (2009)
Perencanaan sarana pendidikan haruslah bertitik tolak dari perundangan-undangana pendidikan yang akan dicapai. Sarana pendidikan berupa sekolah (ruang kelas) harus memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan serta sikap secara optimal. Pendidikan merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk memberikan penjagaan terhadap lingkungan, sehingga lingkungan yang baik dan efisien akan terpelihara.
Sarana pendidikan terdiri dari Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP/MTs) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA/SMK/MA). Dalam Pedoman Tehnik Pembangunan Prasarana dan Sarana Lingkungan Perumahan Perdesaan dan Kota Kecil Tahun 2000 (Dwiari, 2008) disebut pokok-pokok standar dalam pembangunan sarana prasarana di bidang pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1. Pra-sekolahPra-sekolah adalah tingkatan sebelum anak memasuki dunia sekolah yang dikenal dengan Kelompok Bermain (Play Group), Taman Kanak-Kanak (TK), dan Raudhatul Athfal (RA) adalah fasilitas pendidikan yang dipergunakan untuk anak-anak usia 5 sampai 6 tahun. Untuk menentukan kebutuhan ruang belajar haruslah melihat pada :
Standar kebutuhan TK dapat dilihat sebagai berikut :
Sekolah Dasar (SD) terdiri dari Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidayah (MI), yang merupakan kelanjutan dari tingkatan Pra-sekolah. Sekolah Dasar adalah fasilitas pendidikan yang dipergunakan untuk anak usia 6 sampai 12 tahun. Untuk menentukan kebutuhan ruang belajar harus dipertimbangkan :
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP/MTs) merupakan tingkatan pendidikan kelanjutan dari sekolah dasar. Di Indonesia SMP/MTs adalah termasuk sekolah dasar, karena usia anak yang masuk SMP/MTs adalah usia wajib belajar sekolah dasar. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP/MTs) terdiri dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) adalah fasilitas pendidikan yang dipergunakan untuk menampung lulusan Sekolah Dasar. Untuk mempertimbangkan pembangunan SMP/MTS haruslah dilihat dari :
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA/SMK/MA) adalah fasilitas pendidikan untuk menampung lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP/MTs). Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA/SMK/MA) terdiri dari Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Untuk menentukan kebutuhan ruang belajar SMA/SMK/MA, perlu diperhatikan antara lain :
Perencanaan sarana pendidikan haruslah bertitik tolak dari perundangan-undangana pendidikan yang akan dicapai. Sarana pendidikan berupa sekolah (ruang kelas) harus memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan serta sikap secara optimal. Pendidikan merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk memberikan penjagaan terhadap lingkungan, sehingga lingkungan yang baik dan efisien akan terpelihara.
Sarana pendidikan terdiri dari Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP/MTs) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA/SMK/MA). Dalam Pedoman Tehnik Pembangunan Prasarana dan Sarana Lingkungan Perumahan Perdesaan dan Kota Kecil Tahun 2000 (Dwiari, 2008) disebut pokok-pokok standar dalam pembangunan sarana prasarana di bidang pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1. Pra-sekolahPra-sekolah adalah tingkatan sebelum anak memasuki dunia sekolah yang dikenal dengan Kelompok Bermain (Play Group), Taman Kanak-Kanak (TK), dan Raudhatul Athfal (RA) adalah fasilitas pendidikan yang dipergunakan untuk anak-anak usia 5 sampai 6 tahun. Untuk menentukan kebutuhan ruang belajar haruslah melihat pada :
- Jumlah anak usia pra-sekolah yang ada dalam lingkungan sekitar maksimal dalam pencapaian radius 500 m; dan
- Jumlah anak usia pra-sekolah dalam proyeksi 5 tahun mendatang.
Standar kebutuhan TK dapat dilihat sebagai berikut :
- Minimum penduduk yang mendukung sarana ini adalah 1000 penduduk dengan jumlah anak usia 5 – 6 tahun minimal 8 %;
- Luas tanah yang diperlukan adalah seluas 1200 m2 dengan luas lantai seluas 252 m2;
- Minimal 2 ruang belajar dengan kapasitas 35 sampai 40 anak; dan
- Radius pencapaian dari area yang dilayani maksimal sejauh 500 m.
Sekolah Dasar (SD) terdiri dari Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidayah (MI), yang merupakan kelanjutan dari tingkatan Pra-sekolah. Sekolah Dasar adalah fasilitas pendidikan yang dipergunakan untuk anak usia 6 sampai 12 tahun. Untuk menentukan kebutuhan ruang belajar harus dipertimbangkan :
- Jumlah anak usia SD yang ada dalam lingkungan sekitar maksimal dalam pencapaian radius 1000 m; dan
- Jumlah anak usia SD dalam proyeksi 5 tahun mendatang.
- Minimal penduduk yang mendukung sarana ini adalah 1600 penduduk;
- Luas lahan 3600 m2 dengan luas lantai 400 sampai 600 m2;
- Minimal terdiri dari 6 ruang kelas, masing-masing dapat menampung 30 murid dan dilengkapi ruang-ruang lain; dan
- Radius pencapaian dari area yang dilayani maksimal sejauh 1000 m.
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP/MTs) merupakan tingkatan pendidikan kelanjutan dari sekolah dasar. Di Indonesia SMP/MTs adalah termasuk sekolah dasar, karena usia anak yang masuk SMP/MTs adalah usia wajib belajar sekolah dasar. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP/MTs) terdiri dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) adalah fasilitas pendidikan yang dipergunakan untuk menampung lulusan Sekolah Dasar. Untuk mempertimbangkan pembangunan SMP/MTS haruslah dilihat dari :
- Jumlah lulusan SD dalam lingkungan sekitar;
- Jumlah lulusan SD yang diproyeksikan dalam 5 tahun mendatang; dan
- Persentase lulusan SD yang melanjutkan sekolah ke SMP/MTs.
- Minimum penduduk yang mendukung sarana ini adalah 4800 penduduk;
- Minimal terdiri dari 3 ruang kelas, masing-masing dapat menampung 30 murid dan dilengkapi ruang-ruang lain; dan
- Luas lantai untuk SMP/MTs Umum adalah 1514 m2 dan luas tanah 2700 m2, sedangkan untuk SMP/MTs Khusus luas lantai 2551 m2 dan luas tanah 5000 m2.
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA/SMK/MA) adalah fasilitas pendidikan untuk menampung lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP/MTs). Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA/SMK/MA) terdiri dari Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Untuk menentukan kebutuhan ruang belajar SMA/SMK/MA, perlu diperhatikan antara lain :
- Jumlah lulusan SMP/MTs di lingkungan sekitar;
- Jumlah lulusan SMP/MTs dalam proyeksi 5 tahun mendatang;
- Persentase lulusan SMP/MTs yang melanjutkan ke SMA/SMK/MA; dan
- Daya tampung satu unit ruang belajar yang paling efektif dan efisien berdasarkan situasi dan kondisi lingkungan pemukiman.
- Minimum penduduk yang mendukung sarana ini adalah 6000 penduduk;
- Minimal terdiri dari 6 ruang kelas, masing-masing dapat menampung 40 murid dan dilengkapi ruang-ruang lain; dan
- Untuk SMA/SMK/MA, luas tanah yang diperlukan 2700 m2 dengan luas lantai 1514 m2, sedangkan untuk SMA/SMK/MA Khusus luas tanah yang diperlukan adalah 5000 m2 dengan luas lantai 2551 m2.
Tuesday, August 24, 2010
Metode Location Quotient (LQ)
http://bicarawisata.wordpress.com/ |
LQ = (Vik/Vk) / (Vip/Vp)
Keterangan:
- Vik :Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kota misalnya) dalam pembentukan Produk Domestik Regional Riil (PDRR) daerah studi k.
- Vk :Produk Domestik Regional Bruto total semua sector di daerah studi k
- Vip :Nilai output (PDRB) sektor i daerah referensi p (provinsi misalnya) dalam pembentukan PDRR daerah referensi p.
- Vp :Produk Domestik Regional Bruto total semua sector di daerah referensi p.
Monday, August 2, 2010
Komponen Ekosistem
Ekosistem dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik atau interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Selain itu ekosistem merupakan tingkatan organisasi kehidupan yang mencakup organisme dan lingkungan tak hidup, dimana kedua komponen tersebut saling mempengaruhi dan berinteraksi.
Komponen penyusun ekosistem terdiri atas dua macam, yaitu komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik adalah komponen yang terdiri atas makhluk hidup, sedangkan komponen abiotik adalah komponen yang terdiri atas benda mati. Seluruh komponen biotik dalam suatu ekosistem membentuk komunitas. Dengan demikian, ekosistem dapat diartikan sebagai kesatuan antara komunitas dengan lingkungan abiotiknya.
Komponen penyusun ekosistem terdiri atas dua macam, yaitu komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik adalah komponen yang terdiri atas makhluk hidup, sedangkan komponen abiotik adalah komponen yang terdiri atas benda mati. Seluruh komponen biotik dalam suatu ekosistem membentuk komunitas. Dengan demikian, ekosistem dapat diartikan sebagai kesatuan antara komunitas dengan lingkungan abiotiknya.
- Komponen Biotik
- Produsen, yang berarti penghasil. Produsen merupakan organisme yang mampu menghasilkan zat makanan sendiri (autotrof) melalui fotosintesis. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah tumbuhan hijau atau tumbuhan yang mempunyai klorofil. Produsen ini kemudian dimanfaatkan oleh organisme-organisme yang tidak bisa menghasilkan makanan (heterotrof) yang berperan sebagai konsumen.
- Konsumen, yang berarti pemakai, yaitu organisme yang tidak dapat menghasilkan zat makanan sendiri tetapi menggunakan zat makanan yang dibuat oleh organisme lain. Organisme yang secara langsung mengambil zat makanan dari tumbuhan hijau adalah herbivora. Oleh karena itu, herbivora sering disebut konsumen tingkat pertama. Karnivora yang mendapatkann makanan dengan memangsa herbivora disebut konsumen tingkat kedua. Karnivora yang memangsa konsumen tingkat kedua disebut konsumen tingkat ketiga dan seterusnya. Proses makan dan dimakan di dalam ekosistem akan membentuk rantai makanan. Perhatikan contoh sebuah rantai makanan ini: daun berwarna hijau (Produsen) –> ulat (Konsumen I) –> ayam (Konsumen II) –> musang (Konsumen III) –> macan (Konsumen IV/Puncak). Dalam ekosistem, banyak proses rantai makanan yang terjadi sehingga membentuk jaring-jaring makanan (food web) yang merupakan kumpulan dari beberapa rantai makanan.
- Dekomposer atau pengurai. Dekomposer adalah jasad renik yang berperan menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme yang telah mati ataupun hasil pembuangan sisa pencernaan. Dengan adanya organisme pengurai, organisme akan terurai dan meresap ke dalam tanah menjadi unsur hara yang kemudian diserap oleh tumbuhan (produsen). Selain itu aktivitas pengurai juga akan menghasilkan gas karbon dioksida yang akan dipakai dalam proses fotositesis.
- Komponen abiotik merupakan komponen tak hidup dalam suatu ekosistem. Komponen abiotik sangat menentukan jenis makhluk hidup yang menghuni suatu lingkungan. Komponen abiotik banyak ragamnya, antara lain: tanah, air, udara, suhu, dan lain-lain.
- Suhu Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu.
- Sinar matahari Sinar matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis.
- Air Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan penyebaran biji; bagi hewan dan manusia, air diperlukan sebagai air minum dan sarana hidup lain, misalnya transportasi bagi manusia, dan tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur abiotik lain, misalnya tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk.
- Tanah Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. . Tanah juga menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama tumbuhan.
- Angin Angin selain berperan dalam menentukan kelembapan juga berperan dalam penyebaran biji tumbuhan tertentu.
- Garis lintang Garis lintang yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda pula. Garis lintang secara tak langsung menyebabkan perbedaan distribusi organisme di permukaan bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis lintang tertentu saja.
Tuesday, July 27, 2010
Rotasi Bumi
Bumi melakukan beberapa gerak yang alami, yaitu gerak rotasi dan revolusi. Gerak rotasi bumi merupakan gerak berputarnya bumi pada porosnya (sumbu). Gerakan rotasi ini menyebabkan daerah sepanjang equator bergerak cepat, sedangkan di daerah kutub hampir-hampir tidak mengalami pergerakan. Bumi yang berbentuk bulat mengalami perubahan bentuk akibat gerakan rotasi yang dilakukan. Perubahan tersebut adalah terbentuknya daerah agak pepat di kedua kutubnya dan seakan-akan sebagian massa bumi tertumpuk di daerah equator. Bentuk ini disebabkan rotasi bumi yaitu perputaran bumi pada porosnya. Gerak rotasi bumi terjadi dari arah barat ke timur. Jika dilihat dari kutub utara, rotasi bumi memiliki arah berlawanan arah jarum jam. Sedangkan jika dilihat dari arah kutub selatan arah rotasi bumi searah dengan arah jarum jam.
Poros (sumbu) bumi merupakan garis khayal yang menandakan sumbu rotasi dari bumi, yang melalui kutub utara dan kutub selatan. Poros bumi tidaklah tegak lurus, tetapi mengalami kemiringan sebesar 23,5o dari garis tegaknya.
Waktu rotasi bumi dalam satu putaran adalah 23 jam 56 menit. Akibat dari rotasi bumi, menimbulkan beberapa gejala alam seperti (a) terjadinya pergantian siang dan malam, (b) perbedaan waktu di berbagai tempat di muka bumi, (c) gerak semu harian bintang, (d) perbedaan besar gaya gravitasi di berbagai tempat di bumi, dan (e) terjadinya pembelokan arah angin.
1. Terjadinya Pergantian Siang dan Malam
Daerah bumi yang terkena sinar matahari dinamakan siang, sedangkan daerah bumi dibelakangnya, yang tidak terkena sinar matahari dinamakan malam. Akibat adanya rotasi menyebabkan terjadinya pergiliran daerah siang dan malam secara bergantian. Jika rotasi bumi terjadi selama 24 jam, maka lama siang dan malam masing-masing terjadi selama 12 jam.
Pengecualian di daerah dekat kutub, lama siang dan malam dapat lebih atau kurang dari 12 jam, tergantung posisi bumi ketika berevolusi mengelilingi matahari.
2. Perbedaan waktu di berbagai tempat
Akibat gerakan rotasi bumi dari barat ke timur menyebabkan daerah sebelah timur akan menjumpai siang terlebih dahulu, dibanding daerah barat. Perbedaan ini menyebabkan adanya perbedaan waktu di setiap bagian bumi.
Karena rotasi bumi maka permukaan bumi di sebelah timur akan melihat matahari terbit dan terbenam lebih cepat daripada daerah di sebelah barat. Oleh karena itu setiap tempat di berbagai belahan bumi akan memiliki waktu yang berbeda. Untuk menyamakan waktu secara internasional digunakan waktu GMT (Greenwich Mean Time). Waktu ini sesuai dengan waktu di kota Greenwich.
Pengecualian di daerah dekat kutub, lama siang dan malam dapat lebih atau kurang dari 12 jam, tergantung posisi bumi ketika berevolusi mengelilingi matahari.
Ditetapkan bahwa kota Greenwich sebagai bujur 0o. Garis bujur di sebelah timur Greenwich dinamakan garis bujur timur (BT), sedangkan garis bujur disebelah baratnya dinamakan garis bujur barat (BB). Garis bujur 180o BT berimpit dengan garis 180o BB, yang melewati Negara Hawaii, Amerika Serikat..
Garis ini digunakan sebagai batas penanggalan, wilayah di bujur timur lebih terdahulu tanggalnya disbanding wilayah di bujur barat. Seluruh wilayah di bumi dibagi dalam 24 zona waktu, setiap 15o garis bujur ditentukan sebagai 1 jam.
Di Indonesia, ada 3 zona waktu yaitu Waktu Indonesia Barat (WIB), yang meliputi Sumatera, Jawa, Madura, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah; Waktu Indonesia Tengah (WITA), meliputi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur; dan Waktu Indonesia Timur (WIT), meliputi Maluku dan Papua. Perhitungannya adalah WIT = GMT + 7; WITA = GMT + 8; dan WIT = GMT + 9.
3. Pergerakan semu bintang
Akibat rotasi bumi dari arah barat ke timur maka bintang-bintang (termasuk matahari) tampak seperti bergerak dari timur ke barat. Namun sebenarnya bintang-bintang tersebut tidak bergerak. Oleh karena itu maka gerakan bintang ini disebut sebagai gerak semu. Karena gerak semu ini dapat dilihat setiap hari maka disebut gerak semu harian. Dengan gerak semu harian ini maka matahari tampak terbit di timur dan terbenam di barat demikian juga dengan bintang-bintang pada malam hari.
Waktu yang diperlukan bintang untuk menempuh lintasan peredaran semunya adalah 23 jam 56 menit atau satu hari bintang. Periode peredaran semu harian matahati dan bulan tidak 23 jam 56 menit. Satu hari matahari tepat 24 jam sedang satu hari bulan lebih lambat lagi yaitu 24 jam 50 menit, hal ini disebabkan karena kedudukan bintang sejati di langit selalu tetap.
Matahari memiliki periode semu harian yang berbeda akibat revolusi, sedangkan bulan sebagai satelit bumi memiliki peredaran bulanan mengitari bumi.
4. Perbedaan percepatan gravitasi di permukaan bumi
Selama bumi mengalami pembekuan dari gas menjadi cair kemudian menjadi padat, Bumi berotasi terus pada porosnya. Ini menyebabkan menggebungan di khatulistiwa dan pemepatan di kedua kutub bumi sehingga seperti keadaannya sekarang. Karena percepatan gravitasi benbanding terbalik dengan kuadrat jari-jari, maka percepatan gravitasi tempat-tempat di kutub lebih besar daripada disekitar khatulistiwa, karena jarak permukaan bumi di kutub lebih dekat ke pusat bumi. Akibatnya, berat benda yang sama akan berbeda jika ditimbang di khatulistiwa dan di kutub.
5. Pembelokan arah angin
Menurut Hukum Buys Ballot, udara akan bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Di daerah kutub yang bertekanan tinggi, maka udara cenderung akan bergerak ke daerah khatulistiwa. Namun akibat rotasi bumi, udara yang bergerak menuju khatulistiwa akan berbelok kearah timur mengikuti arah rotasi bumi, ini berpotensi membentuk angin siklon.
Poros (sumbu) bumi merupakan garis khayal yang menandakan sumbu rotasi dari bumi, yang melalui kutub utara dan kutub selatan. Poros bumi tidaklah tegak lurus, tetapi mengalami kemiringan sebesar 23,5o dari garis tegaknya.
Waktu rotasi bumi dalam satu putaran adalah 23 jam 56 menit. Akibat dari rotasi bumi, menimbulkan beberapa gejala alam seperti (a) terjadinya pergantian siang dan malam, (b) perbedaan waktu di berbagai tempat di muka bumi, (c) gerak semu harian bintang, (d) perbedaan besar gaya gravitasi di berbagai tempat di bumi, dan (e) terjadinya pembelokan arah angin.
1. Terjadinya Pergantian Siang dan Malam
Daerah bumi yang terkena sinar matahari dinamakan siang, sedangkan daerah bumi dibelakangnya, yang tidak terkena sinar matahari dinamakan malam. Akibat adanya rotasi menyebabkan terjadinya pergiliran daerah siang dan malam secara bergantian. Jika rotasi bumi terjadi selama 24 jam, maka lama siang dan malam masing-masing terjadi selama 12 jam.
Pengecualian di daerah dekat kutub, lama siang dan malam dapat lebih atau kurang dari 12 jam, tergantung posisi bumi ketika berevolusi mengelilingi matahari.
2. Perbedaan waktu di berbagai tempat
Akibat gerakan rotasi bumi dari barat ke timur menyebabkan daerah sebelah timur akan menjumpai siang terlebih dahulu, dibanding daerah barat. Perbedaan ini menyebabkan adanya perbedaan waktu di setiap bagian bumi.
Karena rotasi bumi maka permukaan bumi di sebelah timur akan melihat matahari terbit dan terbenam lebih cepat daripada daerah di sebelah barat. Oleh karena itu setiap tempat di berbagai belahan bumi akan memiliki waktu yang berbeda. Untuk menyamakan waktu secara internasional digunakan waktu GMT (Greenwich Mean Time). Waktu ini sesuai dengan waktu di kota Greenwich.
Pengecualian di daerah dekat kutub, lama siang dan malam dapat lebih atau kurang dari 12 jam, tergantung posisi bumi ketika berevolusi mengelilingi matahari.
Ditetapkan bahwa kota Greenwich sebagai bujur 0o. Garis bujur di sebelah timur Greenwich dinamakan garis bujur timur (BT), sedangkan garis bujur disebelah baratnya dinamakan garis bujur barat (BB). Garis bujur 180o BT berimpit dengan garis 180o BB, yang melewati Negara Hawaii, Amerika Serikat..
Garis ini digunakan sebagai batas penanggalan, wilayah di bujur timur lebih terdahulu tanggalnya disbanding wilayah di bujur barat. Seluruh wilayah di bumi dibagi dalam 24 zona waktu, setiap 15o garis bujur ditentukan sebagai 1 jam.
Di Indonesia, ada 3 zona waktu yaitu Waktu Indonesia Barat (WIB), yang meliputi Sumatera, Jawa, Madura, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah; Waktu Indonesia Tengah (WITA), meliputi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur; dan Waktu Indonesia Timur (WIT), meliputi Maluku dan Papua. Perhitungannya adalah WIT = GMT + 7; WITA = GMT + 8; dan WIT = GMT + 9.
3. Pergerakan semu bintang
Akibat rotasi bumi dari arah barat ke timur maka bintang-bintang (termasuk matahari) tampak seperti bergerak dari timur ke barat. Namun sebenarnya bintang-bintang tersebut tidak bergerak. Oleh karena itu maka gerakan bintang ini disebut sebagai gerak semu. Karena gerak semu ini dapat dilihat setiap hari maka disebut gerak semu harian. Dengan gerak semu harian ini maka matahari tampak terbit di timur dan terbenam di barat demikian juga dengan bintang-bintang pada malam hari.
Waktu yang diperlukan bintang untuk menempuh lintasan peredaran semunya adalah 23 jam 56 menit atau satu hari bintang. Periode peredaran semu harian matahati dan bulan tidak 23 jam 56 menit. Satu hari matahari tepat 24 jam sedang satu hari bulan lebih lambat lagi yaitu 24 jam 50 menit, hal ini disebabkan karena kedudukan bintang sejati di langit selalu tetap.
Matahari memiliki periode semu harian yang berbeda akibat revolusi, sedangkan bulan sebagai satelit bumi memiliki peredaran bulanan mengitari bumi.
4. Perbedaan percepatan gravitasi di permukaan bumi
Selama bumi mengalami pembekuan dari gas menjadi cair kemudian menjadi padat, Bumi berotasi terus pada porosnya. Ini menyebabkan menggebungan di khatulistiwa dan pemepatan di kedua kutub bumi sehingga seperti keadaannya sekarang. Karena percepatan gravitasi benbanding terbalik dengan kuadrat jari-jari, maka percepatan gravitasi tempat-tempat di kutub lebih besar daripada disekitar khatulistiwa, karena jarak permukaan bumi di kutub lebih dekat ke pusat bumi. Akibatnya, berat benda yang sama akan berbeda jika ditimbang di khatulistiwa dan di kutub.
5. Pembelokan arah angin
Menurut Hukum Buys Ballot, udara akan bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Di daerah kutub yang bertekanan tinggi, maka udara cenderung akan bergerak ke daerah khatulistiwa. Namun akibat rotasi bumi, udara yang bergerak menuju khatulistiwa akan berbelok kearah timur mengikuti arah rotasi bumi, ini berpotensi membentuk angin siklon.
Saturday, July 24, 2010
PEMBELAJARAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL UNTUK SLTA DI KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN
Oleh : Herlina Maulidah (2009)
Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Kata kunci : keunggulan lokal dan SLTA.
Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Abstrak
Tujuan penelitian adalah menganalisis karakteristik potensi sektor pertanian tanaman bahan pangan dan karakteristik sekolah tingkat SLTA, menganalisis dan menentukan komoditi tanaman bahan pangan unggulan lokal apa yang bisa digunakan sebagai pembelajaran untuk SLTA di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Metode yang dipergunakan adalah Location Quotient (LQ) dan kemampuan lahan. Selain itu juga dipergunakan analisis skalogram, pola permukiman, sentralis, jarak terdekat, dan isoline. Setelah itu, overlay hasil dari analisis karakteristik potensi pertanian tanaman bahan pangan dan karakteristik sekolah tersebut serta Importance Performance Analysis (IPA). Hasil studi adalah bahwa tanaman bahan pangan berpotensi untuk dilakukan ekspor. Lahannya cocok untuk pertanian tanaman pangan tersebut. Indeks fungsi pola permukiman dan sentralitas tertinggi berada di Kecamatan Kandangan. Di Kecamatan Kalumpang dan Telaga Langsat tidak terdapat SLTA, maka kesempatan terdekat yaitu di Kecamatan Simpur dan Angkinang. Isoline SLTA meliputi hampir semua wilayah kabupaten. Komoditi tanaman bahan pangan unggulan lokal yang bisa digunakan sebagai pembelajaran di setiap SLTA adalah padi, palawija atau padi-palawija. Variabel penataan proses pembelajaran muatan lokal, penataan kerjasama dengan instansi/pihak terkait, dan penambahan pelajaran kewirausahaan merupakan prioritas utama untuk dibenahi dalam usaha pengembangan materi keunggulan lokal (pertanian tanaman pangan) pada SLTA di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.Kata kunci : keunggulan lokal dan SLTA.
Thursday, June 24, 2010
Strategi Penerapan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal Pada SMP di Kabupaten Balangan
Oleh : Suprapto (2009)
Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai dengan pendekatan deskriptif. Metode analisis untuk mengidentifikasi sektor unggulan daerah adalah analisis LQ dan analisis kesesuaian lahan. Sedangkan untuk identifikasi kesiapan sekolah digunakan analisis evaluatif yaitu analisis tingkat layanan sarana standar, wilayah layanan dan indeks sentralitas. Analisis dengan matriks Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats (SWOT) untuk menentukan langkah penerapan PBKL pada jenjang SMP.
Dari hasil penelitian diketahui potensi unggulan di Kabupaten Balangan adalah sub sektor pertanian tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan dengan nilai LQ masing-masing 1,08 dan 1,20. Kedua sub sektor tersebut didukung oleh produksi beberapa komoditas dari tiap kecamatan. Komoditas unggulan dari Kecamatan Lampihong adalah padi sawah dan aren; dari Kecamatan Batumandi adalah padi sawah dan kopi; dari Kecamatan Awayan adalah kacang tanah dan kelapa; dari Kecamatan Tebing Tinggi adalah kacanag tanah dan kemiri; dari Kecamatan Paringin dan Paringin Selatan adalah jagung dan karet; Kecamatan Juai adalah ubi kayu dan aren sedangkan Kecamatan Halong adalah ubi kayu dan kopi. Komoditas yang menjadi sektor basis dan dapat dikembangkan, berbeda pada tiap kecamatan, sehingga penerapan PBKL di tiap kecamatan dapat berbeda. Penerapan PBKL pada SMP diperlukan kesiapan yang cukup dari beberapa aspek. Sekolah yang memiliki kesiapan tinggi untuk penerapan PBKL adalah SMPN 1 Paringin di Kecamatan Paringin Selatan, SMPN 1 Batumandi di Kecamatan Batumandi. Sekolah tersebut memiliki kesiapan tinggi pada aspek ketersediaan ruang kelas, wilayah pelayanan dan ketersediaan jumlah guru. Sedangkan guru muatan lokal bidang pertanian belum tersedia di Kecamatan Paringin, Kecamatan Awayan dan Kecamatan Halong. PBKL diharapkan dapat diterapkan pada SMP yang memiliki kesiapan cukup dengan langkah yang dilakukan yaitu penetapan kebijakan keunggulan lokal, menyusun kurikulum yang berisi keunggulan lokal; penyediaan sarana pembelajaran, pelatihan guru muatan lokal serta peningkatan kerjasama dengan masyarakat
Kata kunci: keunggulan lokal, kesiapan sekolah, strategi
Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Abstrak
Dalam Rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional tahun 2004-2009 disebutkan bahwa perluasan satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal (PBKL) dilaksanakan oleh pemerintah daerah secara bertahap. Pada tahun 2009, setiap kabupaten diharapkan telah memiliki sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan yang melaksanakan PBKL pada setiap jenis, jenjang dan jalur pendidikan. PBKL di Kabupaten Balangan belum dilaksanakan semestinya pada jenjang SMP. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan arahan penyelenggaraan PBKL pada jenjang SMP. Agar arahan penerapan PBKL lebih baik, sebelumnya harus diidentifikasi sektor unggulan daerah dan kesiapan sekolah.Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai dengan pendekatan deskriptif. Metode analisis untuk mengidentifikasi sektor unggulan daerah adalah analisis LQ dan analisis kesesuaian lahan. Sedangkan untuk identifikasi kesiapan sekolah digunakan analisis evaluatif yaitu analisis tingkat layanan sarana standar, wilayah layanan dan indeks sentralitas. Analisis dengan matriks Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats (SWOT) untuk menentukan langkah penerapan PBKL pada jenjang SMP.
Dari hasil penelitian diketahui potensi unggulan di Kabupaten Balangan adalah sub sektor pertanian tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan dengan nilai LQ masing-masing 1,08 dan 1,20. Kedua sub sektor tersebut didukung oleh produksi beberapa komoditas dari tiap kecamatan. Komoditas unggulan dari Kecamatan Lampihong adalah padi sawah dan aren; dari Kecamatan Batumandi adalah padi sawah dan kopi; dari Kecamatan Awayan adalah kacang tanah dan kelapa; dari Kecamatan Tebing Tinggi adalah kacanag tanah dan kemiri; dari Kecamatan Paringin dan Paringin Selatan adalah jagung dan karet; Kecamatan Juai adalah ubi kayu dan aren sedangkan Kecamatan Halong adalah ubi kayu dan kopi. Komoditas yang menjadi sektor basis dan dapat dikembangkan, berbeda pada tiap kecamatan, sehingga penerapan PBKL di tiap kecamatan dapat berbeda. Penerapan PBKL pada SMP diperlukan kesiapan yang cukup dari beberapa aspek. Sekolah yang memiliki kesiapan tinggi untuk penerapan PBKL adalah SMPN 1 Paringin di Kecamatan Paringin Selatan, SMPN 1 Batumandi di Kecamatan Batumandi. Sekolah tersebut memiliki kesiapan tinggi pada aspek ketersediaan ruang kelas, wilayah pelayanan dan ketersediaan jumlah guru. Sedangkan guru muatan lokal bidang pertanian belum tersedia di Kecamatan Paringin, Kecamatan Awayan dan Kecamatan Halong. PBKL diharapkan dapat diterapkan pada SMP yang memiliki kesiapan cukup dengan langkah yang dilakukan yaitu penetapan kebijakan keunggulan lokal, menyusun kurikulum yang berisi keunggulan lokal; penyediaan sarana pembelajaran, pelatihan guru muatan lokal serta peningkatan kerjasama dengan masyarakat
Kata kunci: keunggulan lokal, kesiapan sekolah, strategi
Sunday, June 20, 2010
STRATEGI PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI SMA DI KOTA BANJARBARU
Oleh : Imam Almadi (2009)
Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Braijaya
Penelitian ini bertujuan untukmengidentifikasi karakteristik hutan kota dan karakteristik pembelajaran biologi SMA di Kota Banjarbaru, mengetahui belum/telah berfungsi sebagai sumber belajar biologi SMA di Kota Banjarbaru dan mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhinya, dan menyusun strategi pengembangan hutan kota sebagai sumber belajar biologi SMA di Kota Banjarbaru.
Metode analisis dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis karakteristik hutan kota dan karakteristik pembelajaran biologi SMA, analisis evaluatif digunakan untuk menganalisis belum/telah berfungsinya hutan kota sebagai sumber belajar biologi SMA, analisis korelasi digunakan untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi berfungsinya hutan kota sebagai sumber belajar biologi SMA, analisis IPA serta analisis SWOT IFAS/EFAS untuk menentukan strategi pengembangan hutan kota sebagai sumber belajar biologi SMA.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa berdasarkan proses terbentuknya Hutan Mentaos 1 dan Mentaos 2 merupakan hutan buatan, berdasarkan bentuk yang dikaitkan dengan luas lahan adalah hutan kota berbentuk tegakan hutan kompak, berkaitan dengan tataguna lahannya adalah tipe rekreasi, berdasarkan strukturnya masuk dalam klasifikasi hutan kota berstruktur banyak, dan berdasarkan asal pohon termasuk dalam klasifikasi exote yaitu pohon didatangkan dari luar.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa guru- guru biologi SMA di Kota Banjarbaru yang selalu membuat Silabus dan RPP adalah sebesar 62,5% , selalu membuat LKS 25%, sering membuat bahan ajar berbasis TIK 37,5%, selalu mengaplikasikan silabus 75%, selalu mengaplikasikan RPP 62,5%, sering mengaplikasikan bahan ajar berbasis TIK 37,5%, sering menggunakan laboraturium biologi 75%, sering menggunakan LKS 75%, sering menggunakan metode pembelajaran di luar kelas 25% dan telah menggunakan hutan kota sebagai sumber belajar adalah sebesar 50% dengan kategori kadang- kadang.
Berdasarkan hasil analisis IPA, analisis SWOT dan IFAS EFAS dapat diketahui bahwa posisi strategi pengembangan hutan kota sebagai sumber belajar biologi SMA di Kota Banjarbaru berada pada posisi Agressive Maintenance Strategy dimana pengelola objek melaksanakan pengembangan secara aktif dan agresif. Strategi yang dapat dilakukan untuk memberikan solusi terhadap berbagai kelemahan dan ancaman hutan kota sebagai sumber belajar biologi SMA di Kota Banjarbaru melalui rezonasi hutan kota secara terpadu.
Kata kunci: hutan kota, sumber belajar biologi
Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Braijaya
Abstrak
Banjarbaru sebagai salah satu kota kecil di Indonesia, memiliki hutan kota yang relatif lebih luas dibanding kota-kota yang sederajat di Kalimantan Selatan. Hutan kota adalah tumbuhan berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar- besarnya dalam kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan khusus lainnya. Di dalam Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota Pasal 3 disebutkan bahwa fungsi hutan kota adalah: (1) memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika; (2) meresapkan air; menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; (4) mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Selanjutnya Pada Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa Hutan kota dapat dimanfaatkan antara lain untuk keperluan pendidikan.Penelitian ini bertujuan untukmengidentifikasi karakteristik hutan kota dan karakteristik pembelajaran biologi SMA di Kota Banjarbaru, mengetahui belum/telah berfungsi sebagai sumber belajar biologi SMA di Kota Banjarbaru dan mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhinya, dan menyusun strategi pengembangan hutan kota sebagai sumber belajar biologi SMA di Kota Banjarbaru.
Metode analisis dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis karakteristik hutan kota dan karakteristik pembelajaran biologi SMA, analisis evaluatif digunakan untuk menganalisis belum/telah berfungsinya hutan kota sebagai sumber belajar biologi SMA, analisis korelasi digunakan untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi berfungsinya hutan kota sebagai sumber belajar biologi SMA, analisis IPA serta analisis SWOT IFAS/EFAS untuk menentukan strategi pengembangan hutan kota sebagai sumber belajar biologi SMA.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa berdasarkan proses terbentuknya Hutan Mentaos 1 dan Mentaos 2 merupakan hutan buatan, berdasarkan bentuk yang dikaitkan dengan luas lahan adalah hutan kota berbentuk tegakan hutan kompak, berkaitan dengan tataguna lahannya adalah tipe rekreasi, berdasarkan strukturnya masuk dalam klasifikasi hutan kota berstruktur banyak, dan berdasarkan asal pohon termasuk dalam klasifikasi exote yaitu pohon didatangkan dari luar.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa guru- guru biologi SMA di Kota Banjarbaru yang selalu membuat Silabus dan RPP adalah sebesar 62,5% , selalu membuat LKS 25%, sering membuat bahan ajar berbasis TIK 37,5%, selalu mengaplikasikan silabus 75%, selalu mengaplikasikan RPP 62,5%, sering mengaplikasikan bahan ajar berbasis TIK 37,5%, sering menggunakan laboraturium biologi 75%, sering menggunakan LKS 75%, sering menggunakan metode pembelajaran di luar kelas 25% dan telah menggunakan hutan kota sebagai sumber belajar adalah sebesar 50% dengan kategori kadang- kadang.
Berdasarkan hasil analisis IPA, analisis SWOT dan IFAS EFAS dapat diketahui bahwa posisi strategi pengembangan hutan kota sebagai sumber belajar biologi SMA di Kota Banjarbaru berada pada posisi Agressive Maintenance Strategy dimana pengelola objek melaksanakan pengembangan secara aktif dan agresif. Strategi yang dapat dilakukan untuk memberikan solusi terhadap berbagai kelemahan dan ancaman hutan kota sebagai sumber belajar biologi SMA di Kota Banjarbaru melalui rezonasi hutan kota secara terpadu.
Kata kunci: hutan kota, sumber belajar biologi
Monday, May 31, 2010
Konsep Perencanaan Pendidikan
Dalam menjalankan program pendidikan, prinsip yang harus disertakan adalah berkelanjutan, artinya proses pendidikan harus terus-menerus dijalankan dari generasi ke generasi berikutnya. Hal ini tidak terlepas dari konsep pendidikan seumur hidup. Untuk itu diperlukan suatu manajemen perencanaan yang terukur dan terarah di bidang pendidikan. Perencanaan sumber daya manusia memfokuskan perhatian pada langkah-langkah tertentu yang diambil oleh manajemen guna lebih menjamin bahwa dalam organisasi tersedia tenaga kerja yang tepat untuk menduduki berbagai kedudukan, jabatan dan pekerjaan yang tepat pada waktu yang tepat, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran yang telah dan akan ditetapkan (Taqiyuddin : 2006).
Menurut catatan Sukardika (2001), kualitas pendidikan Indonesia sampai saat ini berada pada posisi bawah bila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, Philipina, Singapura, bahkan dengan Vetnam sekalipun. Hal ini dapat dipahami mengingat salah satu penyebabnya adalah bahwa perencanaan pendidikan saat ini belum ditunjang oleh data dan informasi yang memadai. Perencanaan yang baik hanya dapat terwujud apabila didukung dengan data dan informasi yang cepat, tepat dan akurat.
Sebagai bagian dari manajemen, langkah perencanaan sangatlah penting, apalagi bidang yang direncanakan adalah bidang yang sangat subtansial yaitu pendidikan, yang merupakan langkah awal dalam pembentukan kerangka sumber daya manusia. Dari pandangan ini, berarti diperlukan perencanaan terpadu secara horizontal [antarsektor] dan vertikal [antar jenjang – bottom-up dan top-down planning], pendidikan harus berorientasi pada peserta didik dan pendidikan harus bersifat multikultural serta pendidikan dengan perspektif global” (Fasli Jalal dalam Sanaky : 2003)
Sejalan dengan perkembangan kemajuan teknologi, khususnya di bidang informasi, perencanaan bidang pendidikan juga harus mengantisipasi perubahan kondisi seperti saat sekarang ini. Jadi perencanaan pendidikan harus lebih kreatif dalam beradaptasi dan berkembang sesuai dengan improvisasi yang tepat. Pendidikan selalu dituntut untuk cepat tanggap atas perubahan yang terjadi dan melakukan upaya yang tepat secara normatif sesuai dengan cita-cita masyarakat madani Indonesia. Maka, pendidikan selalu bersifat progresif tidak resisten terhadap perubahan, sehingga mampu mengendalikan dan mengantisipasi arah perubahan (Sanaky : 2003).
Menurut catatan Sukardika (2001), kualitas pendidikan Indonesia sampai saat ini berada pada posisi bawah bila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, Philipina, Singapura, bahkan dengan Vetnam sekalipun. Hal ini dapat dipahami mengingat salah satu penyebabnya adalah bahwa perencanaan pendidikan saat ini belum ditunjang oleh data dan informasi yang memadai. Perencanaan yang baik hanya dapat terwujud apabila didukung dengan data dan informasi yang cepat, tepat dan akurat.
Sebagai bagian dari manajemen, langkah perencanaan sangatlah penting, apalagi bidang yang direncanakan adalah bidang yang sangat subtansial yaitu pendidikan, yang merupakan langkah awal dalam pembentukan kerangka sumber daya manusia. Dari pandangan ini, berarti diperlukan perencanaan terpadu secara horizontal [antarsektor] dan vertikal [antar jenjang – bottom-up dan top-down planning], pendidikan harus berorientasi pada peserta didik dan pendidikan harus bersifat multikultural serta pendidikan dengan perspektif global” (Fasli Jalal dalam Sanaky : 2003)
Sejalan dengan perkembangan kemajuan teknologi, khususnya di bidang informasi, perencanaan bidang pendidikan juga harus mengantisipasi perubahan kondisi seperti saat sekarang ini. Jadi perencanaan pendidikan harus lebih kreatif dalam beradaptasi dan berkembang sesuai dengan improvisasi yang tepat. Pendidikan selalu dituntut untuk cepat tanggap atas perubahan yang terjadi dan melakukan upaya yang tepat secara normatif sesuai dengan cita-cita masyarakat madani Indonesia. Maka, pendidikan selalu bersifat progresif tidak resisten terhadap perubahan, sehingga mampu mengendalikan dan mengantisipasi arah perubahan (Sanaky : 2003).
Monday, May 24, 2010
Strategi Pengembangan Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi SMA di Kabupaten Kapuas
Oleh : Sidik Widiantoro (2009)
Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Karakteristik SMA di Kabupaten Kapuas, potensi dan masalah dalam pembelajaran berbasis TIK dan strategi pengembangan apa yang tepat untuk diterapkan di Kabupaten Kapuas sesuai kondisi existing yang ada. Sehingga penelitian ini dapat memberikan alternatif arahan pengembangan dan kebijakan pada instansi terkait 5 tahun ke depan.
Jenis penelitian termasuk dalam penelitian survei dengan analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif dan analisis evaluatif development. Analisis deskriptif, dimana analisis yang digunakan berupa teknik pengolahan data seperti pengecekan data dan tabulasi serta membaca tabel, grafik atau angka-angka yang tersedia. Analisis evaluatif digunakan dalam menentukan potensi masalah dalam penerapan pembelajaran berbasis TIK di SMA. Penelitian ini meliputi analisis deskriptif terhadap karakteristik SMA di Kabupaten Kapuas, analisis potensi masalah untuk menentukan kesiapan sekolah terhadap pengembangan pembelajaran berbasis TIK terkait kondisi existing SMA di Kabupaten Kapuas serta analisis SWOT untuk mengetahui apa saja potensi atau kekuatan yang mendukung dalam rangka pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA di Kabupaten Kapuasl, kelemahan-kelemahan yang ada, kesempatan terbuka yang dapat diraih dan juga ancaman yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan di masa yang akan datang. Sebagai alat bantu penelitian digunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan SPSS 11,5.
Berdasarkan hasil penelitian 17 SMA di Kabupaten Kapuas secara umum sarana prasarana SMA yang 100% terpenuhi adalah ruang kelas, perpustakaan, ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang tata usaha dan jamban. Sarana prasarana penunjang pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi SMA di Kabupaten Kapuas masih sangat rendah yaitu hanya 7 SMA yang sudah memenuhi. Untuk kompetensi guru 10,5 % tidak dapat mengoperasikan komputer dan penerapan dalam pembelajaran ditemukan bahwa 69,3% guru pernah memberikan tugas ke siswa dengan memanfaatkan TIK, 89,3% memanfaatkan TIK untuk pembuatan silabus, 30,7% digunakan untuk analisis soal dan 50% guru memanfaatkan TIK untuk menyampaikan materi belajar pada siswa.
. Berdasarkan kedudukannya dalam kuadran SWOT, maka pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA Kabupaten Kapuas terletak pada kuadran II yang memiliki strategi pengembangan, yaitu: Ruang C dengan Agressive Maintenance Strategy dimana pengelola obyek melaksanakan pengembangan secara agresiff dan strategis. Hal ini berarti Instansi terkait harus lebih aktif dalam pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA yang mempunyai peluang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan secara optimal dalam pengembangannya kedepan. Peluang yang ada hendaknya digunakan untuk menyelesaikan segala permasalahan/ kelemahan dalam pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA di Kabupaten Kapuas. Sehingga diharapkan pembelajaran berbasis TIK SMA akan menaikkan kualitas pendidikan dan muaranya adalah kualitas masyarakat dan bangsa.
Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Abstrak
Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah dilatarbelakangi kenyataan bahwa kehidupan dimasa mendatang, sektor teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan sektor yang sangat dominan dimana berbeda dengan era agraris dan industri, kemajuan suatu bangsa dalam era informasi sangat tergantung pada kemampuan masyarakatnya dalam memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan produktivitasnya.Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Karakteristik SMA di Kabupaten Kapuas, potensi dan masalah dalam pembelajaran berbasis TIK dan strategi pengembangan apa yang tepat untuk diterapkan di Kabupaten Kapuas sesuai kondisi existing yang ada. Sehingga penelitian ini dapat memberikan alternatif arahan pengembangan dan kebijakan pada instansi terkait 5 tahun ke depan.
Jenis penelitian termasuk dalam penelitian survei dengan analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif dan analisis evaluatif development. Analisis deskriptif, dimana analisis yang digunakan berupa teknik pengolahan data seperti pengecekan data dan tabulasi serta membaca tabel, grafik atau angka-angka yang tersedia. Analisis evaluatif digunakan dalam menentukan potensi masalah dalam penerapan pembelajaran berbasis TIK di SMA. Penelitian ini meliputi analisis deskriptif terhadap karakteristik SMA di Kabupaten Kapuas, analisis potensi masalah untuk menentukan kesiapan sekolah terhadap pengembangan pembelajaran berbasis TIK terkait kondisi existing SMA di Kabupaten Kapuas serta analisis SWOT untuk mengetahui apa saja potensi atau kekuatan yang mendukung dalam rangka pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA di Kabupaten Kapuasl, kelemahan-kelemahan yang ada, kesempatan terbuka yang dapat diraih dan juga ancaman yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan di masa yang akan datang. Sebagai alat bantu penelitian digunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan SPSS 11,5.
Berdasarkan hasil penelitian 17 SMA di Kabupaten Kapuas secara umum sarana prasarana SMA yang 100% terpenuhi adalah ruang kelas, perpustakaan, ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang tata usaha dan jamban. Sarana prasarana penunjang pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi SMA di Kabupaten Kapuas masih sangat rendah yaitu hanya 7 SMA yang sudah memenuhi. Untuk kompetensi guru 10,5 % tidak dapat mengoperasikan komputer dan penerapan dalam pembelajaran ditemukan bahwa 69,3% guru pernah memberikan tugas ke siswa dengan memanfaatkan TIK, 89,3% memanfaatkan TIK untuk pembuatan silabus, 30,7% digunakan untuk analisis soal dan 50% guru memanfaatkan TIK untuk menyampaikan materi belajar pada siswa.
. Berdasarkan kedudukannya dalam kuadran SWOT, maka pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA Kabupaten Kapuas terletak pada kuadran II yang memiliki strategi pengembangan, yaitu: Ruang C dengan Agressive Maintenance Strategy dimana pengelola obyek melaksanakan pengembangan secara agresiff dan strategis. Hal ini berarti Instansi terkait harus lebih aktif dalam pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA yang mempunyai peluang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan secara optimal dalam pengembangannya kedepan. Peluang yang ada hendaknya digunakan untuk menyelesaikan segala permasalahan/ kelemahan dalam pengembangan pembelajaran berbasis TIK SMA di Kabupaten Kapuas. Sehingga diharapkan pembelajaran berbasis TIK SMA akan menaikkan kualitas pendidikan dan muaranya adalah kualitas masyarakat dan bangsa.
Tuesday, April 27, 2010
PENGEMBANGAN AKSESIBILITAS PENDIDIKAN MENENGAH DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
Agus Basrawiyanta
Fakultas Teknik Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, 2009
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat aksesibilitas pendidikan menengah, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas pendidikan menengah dan mendeskripsikan pengembangan aksesibilitas pendidikan menengah di Kab. Kotawaringin Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan data primer dan sekunder. Metode yang dipergunakan antara lain metode analisis indeks sentralitas, analisis tetangga terdekat, analisis tingkat pelayanan jumlah sarana berdasarkan standard, analisis wilayah pelayanan (isoline) dan analisis sistem transportasi, analisis faktor dan analisis SWOT IFAS - EFAS. Hasil studi ini adalah tingkat aksesibilitas pendidikan menengah cukup baik, kondisi jaringan jalan yang melalui sekolah 78%, pelayanan angkutan umum belum dapat melayani pendidikan menengah, rute angkutan umum masih ada 3 kecamatan dan 8 pendidikan menengah yang belum mendapatkan pelayanan. Pelayanan sarana pendidikan menengah dari hirarki tinggi ke rendah adalah Kecaman Arut Selatan, Kumai, Pangkalan Banteng, Pangkalan Lada, Kotawaringin Lama dan Arut Utara. Pola persebaran permukiman adalah acak sedangkan pola persebaran sekolah, mengelompok. Berdasarkan standard jenjang SLTA masih dalam kondisi buruk. Faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas pendidikan menengah yaitu; faktor fasilitas pendidikan, faktor sarana prasarana transportasi, faktor manajemen transportasi, faktor sosial ekonomi dan faktor tarif angkutan. Berdasarkan analisis SWOT IFAS-EFAS yaitu memanfaatkan potensi yang ada untuk menangkap peluang dengan mengatasi kelemahan berdasarkan skala prioritas.
Kata Kunci : pengembangan, aksesibilitas, dan pendidikan menengah
Purpose of this research is to analyze accessibility level of secondary school, to identify factors affecting secondary education accessibility, and to describe accessibility development of secondary education in West Kotawaringin County. The used method is centrality index analysis, closest neighbor analysis, service level analysis on the number of means based on the standard, service area analysis (isoline) and transportation system analysis, factor analysis, and SWOT IFAS-EFAS analysis. The research result shows that accountability level of secondary level is good enough. Street network condition pass through the school is 78%. Public transportation service cannot service secondary education. There are still 3 sub-districts and 8 secondary-education public transportation routes, which do not get services. Secondary education means services from high to low hierarchy are South Arut, Kumai, Pangkalan Banteng, Pangkalan Lada, Old Kotawaringin and North Arut sub-districts. Residence distribution pattern is randomly while school distribution pattern is cliquish. Based on the standard, senior high school level is still in bad condition. Factors affecting secondary education accessibility are education facilities, transportation means, transportation management, social-economy, and transportation cost factors. Based on SWOT IFAS-EFAS analysis, it is utilizing the existing potency to grasp the opportunity by solving the weaknesses based on the priority scale.
Keyword: development, accessibility, and secondary education
Fakultas Teknik Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, 2009
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat aksesibilitas pendidikan menengah, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas pendidikan menengah dan mendeskripsikan pengembangan aksesibilitas pendidikan menengah di Kab. Kotawaringin Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan data primer dan sekunder. Metode yang dipergunakan antara lain metode analisis indeks sentralitas, analisis tetangga terdekat, analisis tingkat pelayanan jumlah sarana berdasarkan standard, analisis wilayah pelayanan (isoline) dan analisis sistem transportasi, analisis faktor dan analisis SWOT IFAS - EFAS. Hasil studi ini adalah tingkat aksesibilitas pendidikan menengah cukup baik, kondisi jaringan jalan yang melalui sekolah 78%, pelayanan angkutan umum belum dapat melayani pendidikan menengah, rute angkutan umum masih ada 3 kecamatan dan 8 pendidikan menengah yang belum mendapatkan pelayanan. Pelayanan sarana pendidikan menengah dari hirarki tinggi ke rendah adalah Kecaman Arut Selatan, Kumai, Pangkalan Banteng, Pangkalan Lada, Kotawaringin Lama dan Arut Utara. Pola persebaran permukiman adalah acak sedangkan pola persebaran sekolah, mengelompok. Berdasarkan standard jenjang SLTA masih dalam kondisi buruk. Faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas pendidikan menengah yaitu; faktor fasilitas pendidikan, faktor sarana prasarana transportasi, faktor manajemen transportasi, faktor sosial ekonomi dan faktor tarif angkutan. Berdasarkan analisis SWOT IFAS-EFAS yaitu memanfaatkan potensi yang ada untuk menangkap peluang dengan mengatasi kelemahan berdasarkan skala prioritas.
Kata Kunci : pengembangan, aksesibilitas, dan pendidikan menengah
Purpose of this research is to analyze accessibility level of secondary school, to identify factors affecting secondary education accessibility, and to describe accessibility development of secondary education in West Kotawaringin County. The used method is centrality index analysis, closest neighbor analysis, service level analysis on the number of means based on the standard, service area analysis (isoline) and transportation system analysis, factor analysis, and SWOT IFAS-EFAS analysis. The research result shows that accountability level of secondary level is good enough. Street network condition pass through the school is 78%. Public transportation service cannot service secondary education. There are still 3 sub-districts and 8 secondary-education public transportation routes, which do not get services. Secondary education means services from high to low hierarchy are South Arut, Kumai, Pangkalan Banteng, Pangkalan Lada, Old Kotawaringin and North Arut sub-districts. Residence distribution pattern is randomly while school distribution pattern is cliquish. Based on the standard, senior high school level is still in bad condition. Factors affecting secondary education accessibility are education facilities, transportation means, transportation management, social-economy, and transportation cost factors. Based on SWOT IFAS-EFAS analysis, it is utilizing the existing potency to grasp the opportunity by solving the weaknesses based on the priority scale.
Keyword: development, accessibility, and secondary education
Monday, April 26, 2010
Analisis Shift Share
Pelaksanaan pembangunan ekonomi akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi. Suatu sektor bisa menjadi kurang penting peranannya dalam pembentukan PDRB/PDB digeser oleh sektor lainnya sesuai dengan kondisi ekonomi yang sedang terjadi saat itu. Proses transformasi ekonomi ini bisa berbeda antar propinsi yang selanjutnya bisa mengubah posisi suatu propinsi di dalam perekonomian nasional. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan seperti penyediaan bahan baku, teknologi, investasi, dan sumber daya manusia. Dengan adanya perbedaan tersebut maka diketahui transformasi ekonomi di suatu wilayah adalah penting terutama untuk pedoman dalam mengalokasikan dana pembangunan yang terbatas, sumberdaya manusia, teknologi dan input-input penting untuk produksi antar propinsi. Dalam hal ini analisis yang umumnya digunakan untuk mengevaluasi perubahan struktur adalah analisis shift-share.
Analisis shift share membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor industri di daerah dengan wilayah nasional (Tarigan, 2005:85). Analisis shift-share mempunyai empat kegunaan yaitu :
1. mengetahui sejauh mana peranan petumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
2. mengetahui sejauhmana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan suatu sektor.
3. mengetahui komponen yang mempengaruhi kesempatan kerja nyata.
4. mengetahui pergeseran ekonomi regional sebagai akibat perubahan ekonomi nasional maupun ekonomi regional itu sendiri.
Kerangka analisis ini dikemukakan oleh Dunn (1960) dan kemudian dikembangkan oleh Perloff (1960). Menurut metode ini pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen utama, yakni pertumbuhan nasional (national growth component), pertumbuhan sektoral atau bauran industri (industrial mix component), dan pertumbuhan daya saing (competitive effect component).
Komponen pertumbuhan nasional adalah banyaknya pertambahan pendapatan atau tingkat produksi suatu daerah (kabupaten/kota) agar bisa tumbuh paling tidak sama dengan laju pertumbuhan daerah acuan (propinsi) dalam suatu periode tertentu. Hal ini merupakan kriteria untuk mengukur penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di suatu daerah. Penyimpangan tersebut dapat diketahui dari komponen shift netto setiap daerah yang terdiri dari struktur shift-share yang mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh komposis sektor-sektor industri di daerah yang bersangkutan. Komposisi ini positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor tertentu yang secara nasional tumbuh dengan cepat, dan negatif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor tertentu yang secara nasional tumbuh dengan lambat atau bahkan merosot. Komponen ini melihat pengaruh dari luar yang bekerja secara nasional. Location Shift-Share mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan daripada tingkat nasional. Jadi suatu daerah yang mempunyai keuntungan lokasional, maka akan mempunyai Location shift-share yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasi tidak menguntungkan akan mempunyai locatioan shif-share yang negatif.
Analisi shift-share juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (industri) di daerah dengan wilayah nasional. Akan tetapi, metode ini lebih tajam dibandingkan dengan metode LQ, metode shift-share memperinci penyebab perubahan atas beberapa variabel. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan ekonomi nasional. Ada juga yang menamakan model analisis ini sebagai industrial mix analysis, karena komposisi industri yang ada sangat mempengaruhi laju pertumbuhan wilayah tersebut. Artinya, apakah industri yang berlokasi di wilayah tersebut termasuk kedalam kelompok industri yang secara nasional memang berkembang pesat dan bahwa industri tersebut cocok berlokasi di wilayah itu atau tidak. Analisis shift share dapat menggunakan variabel lapangan kerja atau nilai tambah. Akan tetapi yang terbanyak digunakan adalah variabel lapangan kerja karena datanya lebih mudah diperoleh. Apabila menggunakan nilai tambah maka sebaiknya menggunakan data harga konstan dengan tahun dasar yang sama. Karena apabila tidak maka bobotnya bisa tidak sama dan perbandingan itu menjadi tidak valid (Tarigan, 2005:86)
Pertambahan lapangan kerja (employment) regional total (∆Er) dapat diurai menjadi komponen shift dan komponen share. Komponen share sering pula disebut komponen nasional share. Komponen share nasional (N) adalah banyaknya pertambahan lapangan kerja regional seandainya proporsi perubahannya sama dengan laju pertambahan nasionalselama periode studi. Hal ini dapat dipakai sebagai kriteria bagi daerah yang bersangkutan untuk mengukur apakah daerah itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari pertumbuhan nasional rata-rata.
Komponen shift adalah penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan lapangan kerja regional. Penyimpangan ini positif di daerah-daerah yang tumbuh lebih cepat dan negatif di daerah-daerah yang tumbuh lebih lambat/merosot dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja secara naional. Bagi setiap daerah, shift netto dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu proportional shift coponen (P) dan differential shift component (D).
Proportional shift component (P) kadang-kadang dikenal sebagai komponen struktural atau industrial mix, mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh komposisi sektor-sektor industri di daerah yang bersangkutan. Komponen ini positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh dengan lambat atau bahkan sedang merosot (Tarigan,2005:86)
Differential shift component (D) kadang-kadang dinamakan komponen lokasional atau regional adalah sisa kelebihan. Komponen ini mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan daripada tingkat nasional yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasional intern. Jadi, suatu daerah yang mempunyai keuntungan lokasional seperti sumber daya yang melimpah/efisien akan mempunyai differential shift component yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasional tidak menguntungkan akan mempunyai komponen yang negatif.
Kedua komponen shift ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat ekstern dan yang bersifat intern. Proportional Shift adalah akibat dari pengaruh unsur-unsur luar yang bekerja secara nasional, sedangkan differential shift adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja khusus di daerah yang bersangkutan.
Analisis shift share membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor industri di daerah dengan wilayah nasional (Tarigan, 2005:85). Analisis shift-share mempunyai empat kegunaan yaitu :
1. mengetahui sejauh mana peranan petumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
2. mengetahui sejauhmana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan suatu sektor.
3. mengetahui komponen yang mempengaruhi kesempatan kerja nyata.
4. mengetahui pergeseran ekonomi regional sebagai akibat perubahan ekonomi nasional maupun ekonomi regional itu sendiri.
Kerangka analisis ini dikemukakan oleh Dunn (1960) dan kemudian dikembangkan oleh Perloff (1960). Menurut metode ini pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen utama, yakni pertumbuhan nasional (national growth component), pertumbuhan sektoral atau bauran industri (industrial mix component), dan pertumbuhan daya saing (competitive effect component).
Komponen pertumbuhan nasional adalah banyaknya pertambahan pendapatan atau tingkat produksi suatu daerah (kabupaten/kota) agar bisa tumbuh paling tidak sama dengan laju pertumbuhan daerah acuan (propinsi) dalam suatu periode tertentu. Hal ini merupakan kriteria untuk mengukur penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di suatu daerah. Penyimpangan tersebut dapat diketahui dari komponen shift netto setiap daerah yang terdiri dari struktur shift-share yang mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh komposis sektor-sektor industri di daerah yang bersangkutan. Komposisi ini positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor tertentu yang secara nasional tumbuh dengan cepat, dan negatif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor tertentu yang secara nasional tumbuh dengan lambat atau bahkan merosot. Komponen ini melihat pengaruh dari luar yang bekerja secara nasional. Location Shift-Share mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan daripada tingkat nasional. Jadi suatu daerah yang mempunyai keuntungan lokasional, maka akan mempunyai Location shift-share yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasi tidak menguntungkan akan mempunyai locatioan shif-share yang negatif.
Analisi shift-share juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (industri) di daerah dengan wilayah nasional. Akan tetapi, metode ini lebih tajam dibandingkan dengan metode LQ, metode shift-share memperinci penyebab perubahan atas beberapa variabel. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan ekonomi nasional. Ada juga yang menamakan model analisis ini sebagai industrial mix analysis, karena komposisi industri yang ada sangat mempengaruhi laju pertumbuhan wilayah tersebut. Artinya, apakah industri yang berlokasi di wilayah tersebut termasuk kedalam kelompok industri yang secara nasional memang berkembang pesat dan bahwa industri tersebut cocok berlokasi di wilayah itu atau tidak. Analisis shift share dapat menggunakan variabel lapangan kerja atau nilai tambah. Akan tetapi yang terbanyak digunakan adalah variabel lapangan kerja karena datanya lebih mudah diperoleh. Apabila menggunakan nilai tambah maka sebaiknya menggunakan data harga konstan dengan tahun dasar yang sama. Karena apabila tidak maka bobotnya bisa tidak sama dan perbandingan itu menjadi tidak valid (Tarigan, 2005:86)
Pertambahan lapangan kerja (employment) regional total (∆Er) dapat diurai menjadi komponen shift dan komponen share. Komponen share sering pula disebut komponen nasional share. Komponen share nasional (N) adalah banyaknya pertambahan lapangan kerja regional seandainya proporsi perubahannya sama dengan laju pertambahan nasionalselama periode studi. Hal ini dapat dipakai sebagai kriteria bagi daerah yang bersangkutan untuk mengukur apakah daerah itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari pertumbuhan nasional rata-rata.
Komponen shift adalah penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan lapangan kerja regional. Penyimpangan ini positif di daerah-daerah yang tumbuh lebih cepat dan negatif di daerah-daerah yang tumbuh lebih lambat/merosot dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja secara naional. Bagi setiap daerah, shift netto dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu proportional shift coponen (P) dan differential shift component (D).
Proportional shift component (P) kadang-kadang dikenal sebagai komponen struktural atau industrial mix, mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh komposisi sektor-sektor industri di daerah yang bersangkutan. Komponen ini positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh dengan lambat atau bahkan sedang merosot (Tarigan,2005:86)
Differential shift component (D) kadang-kadang dinamakan komponen lokasional atau regional adalah sisa kelebihan. Komponen ini mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan daripada tingkat nasional yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasional intern. Jadi, suatu daerah yang mempunyai keuntungan lokasional seperti sumber daya yang melimpah/efisien akan mempunyai differential shift component yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasional tidak menguntungkan akan mempunyai komponen yang negatif.
Kedua komponen shift ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat ekstern dan yang bersifat intern. Proportional Shift adalah akibat dari pengaruh unsur-unsur luar yang bekerja secara nasional, sedangkan differential shift adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja khusus di daerah yang bersangkutan.
Tuesday, April 20, 2010
Mempersiapkan Guru untuk Masa Depan
Sungguhpun sudah begitu banyak upaya dan kegiatan untuk meningkatkan mutu guru, hasil-hasil evaluasi tahap akhir siswa menunjukkan bahwa nilai mereka belum mengalami kenaikan yang berarti. Meningkat Sudah barang tentu dapat disimpulkan bahwa penataran yang telah dilaksanakan telah berhasil meningkatkan mutu guru, tetapi belum berhasil meningkatkan mutu kerja guru, sehingga mutu siswa belum meningkat. Barangkali dilihat dari semboyan PKG: Dari Guru-Oleh Guru-Untuk Guru, tujuan PKG sudah dicapai. Mungkin semboyannya perlu diubah, menjadi: Dari Guru, Oleh Guru, Untuk Guru dan Siswa. Mengapa mutu guru telah berhasil ditingkatkan tetapi kemampuan kerja guru belum meningkat? Salah satu jawaban bisa kita kembalikan pada salah satu karakteristik kerja guru, yakni guru adalah pekerjaan yang tidak pernah mendapatkan umpan balik. Hal ini logis, karena tanpa umpan balik guru tidak tahu kualitas apa yang dikerjakan, tidak tahu di mana kelemahan dan kelebihannya, dan akibatnya guru tidak tahu mana yang perlu ditingkatkan.
Oleh karena itu, nampaknya di samping meneruskan kegiatan pembinaan yang telah ada selama ini, pembinaan guru diarahkan untuk mengembangkan suatu sistem dan teknik bagi guru untuk bisa mendapatkan umpan balik dari apa yang dikerjakan dalam proses belajar mengajar. Dua model peningkatan mutu yang perlu dipertimbangkan adalah a) memperkuat hidden curriculum dan b) mengembangkan teknik refleksi diri (sefl-reffection).
Hidden curriculum
Hidden curriculum adalah proses penanaman nilai-nilai dan sifat-sifat pada diri siswa. Proses ini dilaksanakan lewat perilaku guru selama melaksanakan proses belajar mengajar. Untuk menanamkan sikap disiplin, guru harus memberikan contoh bagaimana perilaku mengajar yang disiplin. Misalnya, memulai dan mengakhiri pelajaran tepat pada waktunya. Kalau guru bertujuan menanamkan kerja keras pada diri siswa, maka guru memberikan tugas-tugas yang memadai bagi siswa dan segera diperiksa dan dikembalikan kepada siswa dengan umpan balik. Pengembalian tugas-tugas siswa tanpa ada umpan balik pada kertas pekerjaan secara langsung akan menanamkan sifat tidak usah kerja keras. Karena siswa beranggapan kerja mereka tidak dibaca guru.
Kegiatan pembinaan yang diperlukan adalah:
1. Mengkaji secara lebih mendalam makna hidden curriculum.
2. Secara sadar merancang pelaksanaan hidden curriculum.
3. Mengidentifikasi momen untuk melaksanakan hidden curriculum.
Self-reflection
Self-reflection adalah suatu kegiatan untuk mengevaluasi proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan untuk mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dilakukan. Umpan balik tersebut antara lain berupa: a) pemahaman siswa tentang apa yang telah disampaikan, b) perilaku guru yang tidak efisien dan tidak efektif, c) perilaku guru yang efisien dan efektif, d) perilaku yang perlu diperbaiki, e) perilaku yang diinginkan oleh siswa dan, f) perilaku yang seharusnya dikerjakan. Berdasarkan self-reflection inilah guru akan memperbaiki perilaku dalam proses belajar mengajar.
Paling tidak ada dua cara bagi guru untuk melakukan self-reflection, yakni: a) guru menampung pendapat siswa pada setiap akhir kuartal dan, b) guru malaksanakan action research. Cara yang pertama dilakukan lewat cara guru mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang mengungkap bagaimana perilaku selama mengajar, dan memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk dijawab oleh siswa. Berdasarkan jawaban tersebut guru akan mendapatkan gambaran diri pada waktu melaksanakan proses belajar mengajar.
Action research, sebagai cara kedua, merupakan kegiatan meneliti sambil mengajar atau mengajar yang diteliti. Siapa yang mengajar dan siapa yang meneliti? Guru sendiri yang melakukan keduanya datam waktu yang sama.
Oleh karena itu, nampaknya di samping meneruskan kegiatan pembinaan yang telah ada selama ini, pembinaan guru diarahkan untuk mengembangkan suatu sistem dan teknik bagi guru untuk bisa mendapatkan umpan balik dari apa yang dikerjakan dalam proses belajar mengajar. Dua model peningkatan mutu yang perlu dipertimbangkan adalah a) memperkuat hidden curriculum dan b) mengembangkan teknik refleksi diri (sefl-reffection).
Hidden curriculum
Hidden curriculum adalah proses penanaman nilai-nilai dan sifat-sifat pada diri siswa. Proses ini dilaksanakan lewat perilaku guru selama melaksanakan proses belajar mengajar. Untuk menanamkan sikap disiplin, guru harus memberikan contoh bagaimana perilaku mengajar yang disiplin. Misalnya, memulai dan mengakhiri pelajaran tepat pada waktunya. Kalau guru bertujuan menanamkan kerja keras pada diri siswa, maka guru memberikan tugas-tugas yang memadai bagi siswa dan segera diperiksa dan dikembalikan kepada siswa dengan umpan balik. Pengembalian tugas-tugas siswa tanpa ada umpan balik pada kertas pekerjaan secara langsung akan menanamkan sifat tidak usah kerja keras. Karena siswa beranggapan kerja mereka tidak dibaca guru.
Kegiatan pembinaan yang diperlukan adalah:
1. Mengkaji secara lebih mendalam makna hidden curriculum.
2. Secara sadar merancang pelaksanaan hidden curriculum.
3. Mengidentifikasi momen untuk melaksanakan hidden curriculum.
Self-reflection
Self-reflection adalah suatu kegiatan untuk mengevaluasi proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan untuk mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dilakukan. Umpan balik tersebut antara lain berupa: a) pemahaman siswa tentang apa yang telah disampaikan, b) perilaku guru yang tidak efisien dan tidak efektif, c) perilaku guru yang efisien dan efektif, d) perilaku yang perlu diperbaiki, e) perilaku yang diinginkan oleh siswa dan, f) perilaku yang seharusnya dikerjakan. Berdasarkan self-reflection inilah guru akan memperbaiki perilaku dalam proses belajar mengajar.
Paling tidak ada dua cara bagi guru untuk melakukan self-reflection, yakni: a) guru menampung pendapat siswa pada setiap akhir kuartal dan, b) guru malaksanakan action research. Cara yang pertama dilakukan lewat cara guru mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang mengungkap bagaimana perilaku selama mengajar, dan memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk dijawab oleh siswa. Berdasarkan jawaban tersebut guru akan mendapatkan gambaran diri pada waktu melaksanakan proses belajar mengajar.
Action research, sebagai cara kedua, merupakan kegiatan meneliti sambil mengajar atau mengajar yang diteliti. Siapa yang mengajar dan siapa yang meneliti? Guru sendiri yang melakukan keduanya datam waktu yang sama.
Monday, March 29, 2010
EVALUASI
Oleh : Ilham Alfian Nor, 2007
A. PENDAHULUAN
Proses terakhir dalam kegiatan organisasi adalah penilaian atau evaluasi. Dengan melakukan penilaian, dapat diketahui efektivitas setiap kegiatan organisasi serta dapat diketahui kelemahan dan kelebihan selama berlangsungnya proses administrasi. Kelemahan yang ada dapat ditanggulangi dan kelebihannya dapat dipertahankan. Selain itu, dapat diketahui apakah rangkaian seluruh kegiatan dalam organisasi telah sesuai untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Penilaian atau yang biasa juga disebut dengan pengukuran adalah upaya sistematis mengumpulkan, menyusun, mengolah dan menafsirkan data, fakta dan informasi (yang dapat dipertanggung jawabkan) dengan tujuan menyimpulkan nilai atau peringkat kompetensi seseorang dalam satu jenis atau bidang keahlian keprofesian kependidikan seperti kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainya berdasarkan norma kriteria tertentu, serta menggunakan kesimpulan tersebut dalam proses pengambilan keputusan kinerja yang direkomendasikan (Sagala : 2007).
Menurut Suharsimi Arikunto, mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran, yang bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran relatif baik dan buruk, penilaian ini bersifat kualitatif. Lalu yang dikatakan mengadakan evaluasi adalah meliputi kedua langkah tersebut, yaitu mengukur dan menilai.
Penilaian merupakan metode yang digunakan untuk menilai kinerja individu atau kelompok atau program. Menurut Griffin dan Nix (1991), penilaian adalah suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu (Subdin Bina Dikmen : 2006).
Jadi secara sederhana dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan penilaian dan pengukuran yang berupa kegiatan mengumpulkan dan mengolah informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil suatu keputusan untuk langkah berikutnya.
B. TUJUAN EVALUASI
Dalam pelaksanaan evaluasi, bukan hanya sekadar melaksanakan tahapan akhir suatu proses atau kegiatan. Tetapi yang akan diketahui adalah tujuan dari pelaksanaan evaluasi tersebut, yaitu mengukur sejauh mana hasil pencapaian dari target tujuan organisasi tersebut. Yang tentunya hasil dari proses evaluasi tersebut yang sangat berguna bagi kemajuan atau peningkatan mutu suatu organisasi
Penilaian sebaiknya dilakukan secara berkala dan menyeluruh sehingga dapat dijadikan landasan untuk melakukan perbaikan pada semua bidang. Penilaian juga harus didukung oleh data-data yang dapat membawa ke arah perubahan yang positif serta memberikan cara terbaik untuk membuat keputusan. Setiap tahapan proses hendaknya dilakukan penilaian agar untuk tahapan berikutnya sudah dapat memberikan kontribusi peningkatan efektivitas, efisiensi dan produktivitas.
Beberapa tahap dalam penilaian adalah menentukan aspek-aspek yang akan dinilai, menentukan kriteria penilaian, kemudian mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan kriteria tersebut. Semua data yang terkumpul diakumulasikan sehingga diperoleh kesimpulan yang akhirnya dapat menjadi suatu keputusan. Pada umumnya akan ditemui tiga jenis hasil penilaian yaitu :
- Hasil yang dicapai melebihi harapan dan target.
- Hasil yang dicapai sama dengan harapan dan target.
- Hasil yang dicapai kurang dari harapan dan target.
Tindak lanjut yang dilakukan disesuaikan dengan hasil penilaian tersebut. Semua informasi yang diperoleh dari hasil evaluasi harus dijadikan umpan balik. Sehingga tercipta suatu sistem umpan balik yang harus melibatkan seluruh komponen organisasi, agar keberhasilan organisasi bisa terwujud dengan total, bukan parsial.
C. SASARAN EVALUASI
Secara sederhana sasaran evaluasi adalah pada masukan, proses dan keluaran. Semua proses kegiatan organisasi selalu melalui ketiga tahapan tersebut. Dalam lembaga pendidikan yang termasuk obyek dari masukan adalah siswa, yang merupakan bahan mentah sewaktu akan memasuki proses belajar di sekolah. Selain itu guru, kurikulum, metode mengajar, sarana prasarana, dan lingkungan juga termasuk masukan. Sedangkan hasil keluaran adalah siswa yang telah lulus dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan.
D. EVALUASI DI LEMBAGA PENDIDIKAN
Meskipun kini memiliki makna yang lebih luas, namun pada awalnya pengertian evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi siswa. Definisi pertama dikembangkan oleh Ralph Tyler (1950) yang mengatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan di bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Sedangkan Cronbach dan Stufflebeam menambahkan bahawa proses evaluasi bukan sekadar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan.
Dalam organisasi pendidikan di sekolah, penilaian dilakukan oleh kepala sekolah dengan bantuan guru, petugas tata usaha, komite, atau tenaga kependidikan lainnya yang berkompeten. Semua bagian yang dilibatkan dalam penilaian ini harus memiliki kesamaan pandangan dan bertanggung jawab atas terwujudnya tujuan yang diharapkan oleh sekolah. Setelah melakukan penilaian, masing-masing harus memberikan laporan hasil penilaiannya kepada kepala sekolah, kemudian secara bersama-sama membahas penilaian tersebut dan membuat kesimpulan.
Penilaian dilakukan secara berkala, serta mencakup semua lingkup yang ada di sekolah dan dilakukan secara menyeluruh. Dengan adanya penilaian ini, sekolah akan mampu menyediakan kebutuhan siswa, menentukan program pendidikan yang sesuai dengan siswanya dan menghasilkan lulusan-lulusan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik. Di samping itu, penilaian dalam organisasi pendidikan di sekolah dapat mendeteksi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh personal di sekolah, sehingga penyimpangan itu tidak bertambah luas. Keuntungan lainnya dalam melakukan penilaian adalah dapat mengetahui apakah metode yang telah dilaksanakan telah dipraktikkan dengan baik dan berhasil guna, apakah kemajuan belajar siswa terus meningkat, apakah lulusannya memperoleh pengetahuan yang baik, apakah kesukaran dan kelemahan yang ada dalam sekolah dapat teratasi, apakah perlu mengubah metode yang telah digunakan, dan hal lainnya.
Ada dua macam evaluasi yang sering dilakukan yaitu :
- Evaluasi Internal, yaitu evaluasi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan tenaga kependidikan. Evaluasi jenis ini cenderung subyektif, karena dipengaruhi oleh keinginan untuk dikatakan berhasil. Namun evaluasi ini mudah untuk dilaksanakan dan personal evaluasi sangat memahami detil tentang kegiatan di sekolah tersebut.
- Evaluasi Eksternal, yaitu evaluasi yang dilakukan oleh suatu badan independen atau badan penilai dari luar sekolah. Evaluasi ini bersifat lebih obyektif. Misalnya dalam penetapan status akreditasi suatu lembaga oleh badan akreditasi, atau penetapan ISO 9000 oleh lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikat tersebut.
Evaluasi merupakan bagian proses peningkatan mutu kinerja sekolah atau untuk pencapaian kompetensi siswa secara keseluruhan. Tujuan dari pelaksanaan evaluasi ini adalah :
- Penyusunan profil lembaga secara komorehensif.
- Perencanaan dan perbaikan diri secara berkelanjutan.
- Penjaminan mutu lembaga.
- Persiapan evaluasi oleh pihak luar (akreditasi).
Sedangkat manfaat yang dapat diperoleh dari proses ini adalah :
- Melakukan identifikasi masalah dan penilaian program serta pencapaian sasaran.
- Memperkuat budaya evaluasi kelembagaan.
- Memperkecil kesenjangan antara tujuan pribadi dan lembaga dan mendorong keterbukaan.
- Menghasilkan kader baru bagi lembaga.
- Menimbulkan inisiatif dan peninjauan kembali kebijakan yang tidak efektif.
- Memberikan informasi tentang lembaga untuk dibandingkan dengan lembaga lain (bechmarking).
Sedangkan sasaran yang akan dicapai dalam evaluasi internal adalah keseluruhan sistem lembaga, mencakup masukan, proses dan keluaran. Secara rinci adalah :
- Visi dan misi lembaga.
- Seluruh pengelola lembaga, termasuk fungsi dan tugas pokoknya.
- Siswa dan penerima layanan.
- Sarana dan prasarana
- Kurikulum, rancangan, isi dan pelaksanaannya.
- Proses belajar mengajar.
Semua informasi yang didapat dari hasil evaluasi, merupakan data yang sangat penting dan berharga bagi kemajuan lembaga pendidikan tersebut. Data tersebut dapat dipakai sebagai umpan balik untuk lebih mengoreksi kelemahan-kelemahan dan menyempurnakan kekuatan-kekuatan yang telah ada. Umpan balik ini tidak hanya berguna bagi pihak internal lembaga pendidikan, seperti kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi juga pihak di luar sekolah, seperti pemerintah dam masyarakat akan berkepentingan dengan umpan balik tersebut.
E. KESIMPULAN
Sebagai proses terakhir dalam kegiatan organisasi adalah evaluasi atau penilaian. Evaluasi akan mengukur sejauh mana pencapaian hasil terhadap target tujuan organisasi yang sebelumnya telah diputuskan, apakah tercapai atau tidak. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi-informasi yang selanjutnya informasi tersebut dipakai dalam mempertimbangkan suatu keputusan.
Sasaran evaluasi adalah sistem dari organisasi tersebut, yaitu berupa masukan, proses dan keluaran. Setiap sistem organisasi memiliki karakteristik masing-masing. Sedangkan tujuan dari pelaksanaan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil terhadap tujuan organisasi.
Pada lembaga pendidikan, evaluasi secara internal dilakukan oleh kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya. Kemudian hasil evaluasi didiskusikan bersama untuk dapat disepakati keputusan-keputusan yang berguna bagi peningkatan mutu lembaga tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2003, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), Bumi Aksara, Jakarta.
Burhanuddin, Yusak. 1998, Administrasi Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung.
Sagala, Syaiful. 2007, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Alfabeta, Bandung
Siagian, Sondang P. 2002, Manajemen Stratejik, Bumi Aksara, Jakarta
Subdin Bina Dikmen, 2006, Petunjuk Teknis Penilaian, Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan, Banjarmasin
Thursday, March 11, 2010
Persepsi
Oleh : Ilham Alfian Nor (2009)
Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt dalam Sobur : 2003). Persepsi menunjuk pada kesan seseorang terhadap objek, yang didasari pada penilaian, kemampuan dan aktifitas (Sears : 1985 dalam Sofiani : 1998). Persepsi merupakan proses aktifitas individu, dimulai dengan menerima rangsangan atau informasi melalui pancaindera dan diinterpretasikan sehingga bermakna bagi individu tersebut (Matheson : 1982 dalam Sofiani : 1998). Menurut Molan (2002), persepsi adalah proses yang ditempuh seorang individu untuk memilih, merumuskan dan menafsirkan masukan informasi atau kesan-kesan indera guna menciptakan suatu gambaran yang berarti bagi dunia, agar memberi makna bagi lingkungannya.
Menurut Craven (1996), persepsi didefinisikan sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasi dan mengintepretasikan stimulus ke dalam gambaran yang mempunyai arti dan masuk akal sehingga dapat dimengerti. Sedangkan Kotler (1997) memberikan definisi persepsi adalah proses bagaimana individu memilih, mengorganisasikan, dan mengintepretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya. Proses pemahaman ini melalui penglihatan, pendengaran, penyentuhan perasaan dan penciuman. Jika informasi berasal dari suatu situasi yang telah diketahui oleh seseorang, maka informasi yang datang tersebut akan mempengaruhi cara seseorang mengorganisasikan persepsinya. Hasil pengorganisasian persepsinya mengenai suatu informasi dapat berupa pengertian tentang sesuatu obyek tersebut.
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimulus inderawi (Desiderato dalam Rakhmat : 2007). Slameto (2003) menulis, bahwa persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus melakukan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan melalui panca indera, yaitu penglihatan, pendengaran, peraba, perasa dan pencium.
Flemming dan Levie (1981) dalam Hanafi (2008) mengartikan persepsi sebagai proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Chaplin (1999) dalam Hanafi (2008) memandang persepsi sebagai proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera.
Persepsi merupakan proses pengorganisiasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu (Walgito : 2003). Hanafi (2008) menyimpulkan persepsi merupakan proses penilaian dan penginterpreatsian suatu objek atau peristiwa yang diperoleh dari lingkungan dengan bantuan indera.
Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt dalam Sobur : 2003). Persepsi menunjuk pada kesan seseorang terhadap objek, yang didasari pada penilaian, kemampuan dan aktifitas (Sears : 1985 dalam Sofiani : 1998). Persepsi merupakan proses aktifitas individu, dimulai dengan menerima rangsangan atau informasi melalui pancaindera dan diinterpretasikan sehingga bermakna bagi individu tersebut (Matheson : 1982 dalam Sofiani : 1998). Menurut Molan (2002), persepsi adalah proses yang ditempuh seorang individu untuk memilih, merumuskan dan menafsirkan masukan informasi atau kesan-kesan indera guna menciptakan suatu gambaran yang berarti bagi dunia, agar memberi makna bagi lingkungannya.
Menurut Craven (1996), persepsi didefinisikan sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasi dan mengintepretasikan stimulus ke dalam gambaran yang mempunyai arti dan masuk akal sehingga dapat dimengerti. Sedangkan Kotler (1997) memberikan definisi persepsi adalah proses bagaimana individu memilih, mengorganisasikan, dan mengintepretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya. Proses pemahaman ini melalui penglihatan, pendengaran, penyentuhan perasaan dan penciuman. Jika informasi berasal dari suatu situasi yang telah diketahui oleh seseorang, maka informasi yang datang tersebut akan mempengaruhi cara seseorang mengorganisasikan persepsinya. Hasil pengorganisasian persepsinya mengenai suatu informasi dapat berupa pengertian tentang sesuatu obyek tersebut.
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimulus inderawi (Desiderato dalam Rakhmat : 2007). Slameto (2003) menulis, bahwa persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus melakukan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan melalui panca indera, yaitu penglihatan, pendengaran, peraba, perasa dan pencium.
Flemming dan Levie (1981) dalam Hanafi (2008) mengartikan persepsi sebagai proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Chaplin (1999) dalam Hanafi (2008) memandang persepsi sebagai proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera.
Persepsi merupakan proses pengorganisiasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu (Walgito : 2003). Hanafi (2008) menyimpulkan persepsi merupakan proses penilaian dan penginterpreatsian suatu objek atau peristiwa yang diperoleh dari lingkungan dengan bantuan indera.
Saturday, February 20, 2010
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Oleh : Ilham Alfian Nor (2009)
Menurut Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, dituliskan bahwa ruang terbuka hijau perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Selanjutnya disebutkan pula bahwa dalam ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman.
Menurut Rahmi (2002), ruang terbuka hijau adalah lahan tidak terbangun yang tertutup oleh tumbuhan. Sedangkan Muchlis (2006) menulis, kawasan terbuka hijau ialah sebuah kawasan yang difungsikan untuk ditanami tumbuh-tumbuhan. Kawasan terbuka hijau dapat berupa taman, hutan kota, trotoar jalan yang ditanami pohon, areal sawah atau perkebunan.
Beberapa karakteristik dari ruang terbuka hijau dapat diuraikan sebagai berikut, yaitu :
- Luasan ruang terbuka hijau, menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa RTH minimal harus memiliki luasan 30% dari luas total wilayah, dengan porsi 20% sebagai RTH publik.
- Bentuk ruang terbuka hijau, ada dua bentuk RTH yaitu bentuk jalur atau memanjang dan bentuk pulau atau mengelompok. RTH berbentuk jalur biasanya mengikuti pola ruang yang berdampingan, misalnya jalur hijau di pinggir atau di median jalan, jalur hijau di sempadan sungai, jalur hijau sepanjang rel kereta api, jalur hijau dibawah SUTET, dan sabuk hijau kota. Sedangkan RTH yang berbentuk mengelompok seperti taman, hutan kota, tempat pemakaman umum, pengaman bandara, dan kebun raya.
- Elemen vegetasi atau tanaman merupakan unsur yang dominan dalam RTH. Vegetasi dapat ditata sedemikian rupa sehingga mampu berfungsi sebagai pembentuk ruang, pengendalian suhu udara, memperbaiki kondisi tanah dan sebagainya. Vegetasi dapat menghadirkan estetika tertentu yang terkesan alamiah dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma yang ditimbukan dari daun, bunga maupun buahnya. Untuk memaksimalkan fungsi RTH, hendaknya dipilih tanaman berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh baik dan dapat menanggulangi masalah lingkungan yang muncul. Aspek hortikultural sangat penting dipertimbangkan dalam pemilihan jenis tanaman untuk RTH. Selain itu guna menunjang estetika urban design, pemilihan jenis vegetasi untuk RTH juga harus mempertimbangkan aspek arsitektural dan artistik visual. Beberapa persayaratan bagi vegetasi yang ditujukan untuk RTH adalah :a) disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota, b) mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar), c) cepat tumbuh dan mempunyai umur yang panjang, d) perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang, e) tidak mempunyai akar yang besar di permukaan tanah, f) dahan dan ranting tidak mudah patah, g) buah tidak terlalu besar, h) tidak gugur daun (serasah yang dihasilkan sedikit), i) cukup teduh, tetapi tidak terlalu gelap, j) luka akibat benturan mobil mudah sembuh, k) tahan terhadap pencemar dari kendaraan bermotor dan industri, l) tahan terhadap gangguan fisik, m) dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota, n) bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat, o) mempunyai bentuk yang indah, p) ketika dewasa sesuai dengan ruang yang ada, q) kompatibel dengan tanaman lain, r) serbuk sarinya tidak bersifat alergis, s) daun, bunga, buah, batang dan percabangannya secara keseluruhan indah/artistik, baik ditinjaudari bentuk, warna, tekstur maupun aromanya, dan t) prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal. Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota tersebut menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional.
Wednesday, February 3, 2010
Media Pembelajaran
Oleh : Ilham Alfian Nor (2009)*
Gagne dalam Sadiman et al (2008) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya dalam belajar. Jadi segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sehingga terjadi suatu proses pembelajaran dapat dikategorikan sebagai media pembelajaran.
Pengalaman belajar akan menghasilkan konsep pemahaman yang berbeda-beda tergantung dari proses mendapatkan pengalaman tersebut. Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman belajar dari tingkatan kongkrit ke tingkat abstrak. Tingkatan ini menggambarkan bentuk media yang digunakan dengan hasil pengalaman belajar yang didapat. Klasifikasi ini dinamakan dengan kerucut pengalaman (cone of experience), yang masih dipahami sampai sekarang dalam penentuan media yang sesuai dengan tingkat pengalaman belajar.
Pada bagan kerucut pengalaman terlihat bahwa kondisi media pembelajaran yang membentuk konsep pengalaman belajar yang cenderung kongkrit adalah dibagian dasar dari kerucut yaitu pengalaman langsung, observasi, partisipasi, demonstrasi dan wisata. Kondisi pembelajaran tersebut hanya dapat dilakukan di lingkungan luar kelas atau di ruang terbuka.
Beberapa kegunaan dari media pembelajaran menurut Sadiman et al (2008) adalah :
- Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
- Mengatasi keterbasan ruang, waktu dan daya indera.
- Mengatasi sifat pasif pada siswa
- Memberikan persepsi dan pengalaman yang sama pada siswa, dengan latar belakang lingkungan dan kecepatan penyerapan konsep yang beraneka ragam
- Menghemat biaya, karena memanfaatkan benda-benda yang telah ada di ingkungan.
- Praktis dan mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus seperti listrik.
- Memberikan pengalaman yang riil kepada siswa, pelajaran menjadi lebih konkrit, tidak verbalistik.
- Karena benda-benda tersebut berasal dari lingkungan siswa, maka benda-benda tersebut akan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Hal ini juga sesuai dengan konsep pembelajaran kontekstual.
- Pelajaran lebih aplikatif, maksudnya materi belajar yang diperoleh siswa melalui media lingkungan kemungkinan besar akan dapat diaplikasikan langsung, karena siswa akan sering menemui benda-benda atau peristiwa serupa dalam kehidupannya sehari-hari.
- Media lingkungan memberikan pengalaman langsung kepada siswa. Dengan media lingkungan, siswa dapat berinteraksi secara langsung dengan benda, lokasi atau peristiwa sesungguhnya secara alamiah.
- Lebih komunikatif, sebab benda dan peristiwa yang ada di lingkungan siswa biasanya mudah dicerna oleh siswa, dibandingkan dengan media yang dikemas (didesain).
- Memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk lebih memahami konsep, prinsip, dan ketrampilan tertentu dengan menggunakan media yang paling tepat menurut sifat bahan ajar.
- Memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi sehingga lebih merangsang minat dan motivasi peserta didik untuk belajar.
- Menumbuhkan sikap dan ketrampilan tertentu dalam teknologi karena peserta didik tertarik untuk menggunakan atau mengoperasikan media tertentu.
- Menciptakan situasi belajar yang tidak dapat dilupakan peserta didik.
- Memperjelas informasi atau pesan pembelajaran.
- Meningkatkan kualitas belajar mengajar.
- Media yang dibuat harus sesuai dengan tujuan dan fungsi penggunaannya.
- Dapat membantu memberikan pemahaman terhadap suatu konsep tertentu, terutama konsep yang abstrak.
- Dapat mendorong kreatifitas siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksperimen dan bereksplorasi (menemukan sendiri)
- Media yang dibuat harus mempertimbangkan faktor keamanan, tidak mengandung unsur yang membahayakan siswa.
- Dapat digunakan secara individual, kelompok dan klasikal
- Usahakan memenuhi unsur kebenaran substansial dan kemenarikan
- Media belajar hendaknya mudah dipergunakan baik oleh guru maupun siswa
- Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat hendaknya dipilih agar mudah diperoleh di lingkungan sekitar dengan biaya yang relatif murah
- Jenis media yang dibuat harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan sasaran didik
- Kesesuaian, yaitu antara fungsi media dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai.
- Mewakili, yaitu media dapat mewakili konsep yang abstrak.
- Ekonomis dan praktis, yaitu media tidak memerlukan biaya yang mahal serta mudah dalam penggunaan.
- Keamanan, yaitu tidak mengakibatkan kecelakaan, atau hal-hal yang dapat mencederai siswa.
- Keindahan, yaitu media berbentuk menarik dan bernilai estetika.
Sunday, January 24, 2010
Poligon Thiessen di dalam Sistem Informasi Geografis (SIG)
Diagram voronoi (thiessen tessellation) mempresentasikan bagian-bagian (regions) dari bidang datar yang letaknya lebih dekat terhadap posisi titik-titik tertentu (sebagian titik yang terdapat di dalam bidang datar yang sama) ketimbang terhadap posisi titik-titik yang lain. Jika bagian-bagian yang melingkupi titik-titik ini diberi batas-batas hingga tertutup sempurna oleh garis-garis, maka terbentuklah poligon-poligon voronoi (Prahasta, 2004).
Poligon voronoi atau thiessen mendefinisikan individu area yang dipengaruhi oleh sekumpulan titik yang terdapat di sekitarnya. Poligon ini merupakan pendekatan terhadap informasi titik yang diperluas (titik menjadi poligon) dengan asumsi bahwa informasi yang terbaik untuk suatu lokasi yang tidak terdapat pengamatan (pengukuran) di dalamnya adalah informasi yang terdapat pada titik terdekat dimana hasil pengamatannya diketahui. Oleh karena itu, poligon ini pada umumnya digunakan untuk memprediksi nilai-nilai yang terdapat di sekitarnya (Prahasta, 2004). Contoh yang sering dibahas di dalam literatur adalah analisis data iklim yang tercermin pada alat ukur yang terdapat pada stasiun cuaca (misalnya curah hujan dan lain sebagainya).
Pada software ArcView, dikenal extensions ‘Create Thiessen Polygons’ yang dipresentatifkan dengan button ’ Thiessen Polygons’. Untuk memakainya, pengguna hanya perlu menekan button tersebut.
Poligon voronoi atau thiessen mendefinisikan individu area yang dipengaruhi oleh sekumpulan titik yang terdapat di sekitarnya. Poligon ini merupakan pendekatan terhadap informasi titik yang diperluas (titik menjadi poligon) dengan asumsi bahwa informasi yang terbaik untuk suatu lokasi yang tidak terdapat pengamatan (pengukuran) di dalamnya adalah informasi yang terdapat pada titik terdekat dimana hasil pengamatannya diketahui. Oleh karena itu, poligon ini pada umumnya digunakan untuk memprediksi nilai-nilai yang terdapat di sekitarnya (Prahasta, 2004). Contoh yang sering dibahas di dalam literatur adalah analisis data iklim yang tercermin pada alat ukur yang terdapat pada stasiun cuaca (misalnya curah hujan dan lain sebagainya).
Pada software ArcView, dikenal extensions ‘Create Thiessen Polygons’ yang dipresentatifkan dengan button ’ Thiessen Polygons’. Untuk memakainya, pengguna hanya perlu menekan button tersebut.
Subscribe to:
Posts (Atom)