Tuesday, February 24, 2009
Taman Cahaya Bumi Selamat, perlu penataan
Lama tidak berkunjung ke Taman Cahaya Bumi Selamat (TCBS) Martapura, ternyata ada perubahan yang terjadi pada taman kebanggaan masyarakat Kota Intan tersebut. Perubahan tersebut berupa adanya tambahan bangunan yang menyerupai gazebo yang sepertinya dimaksudkan untuk tempat santai pengunjung yang teduh dengan atap peneduh dan duduk secara lesehan. Walaupun sebenarnya peneduh seperti ini malah menambah kesan mempersempit ruang terbuka, yang dipakai sebagai lahan bermain dan bersantai keluarga. Namun terlepas dari peneduh (gazebo) yang baru dibangun, banyak hal lain yang terasa mengurangi fungsi dari Taman Cahaya Bumi Selamat (TCBS) sebagai salah satu ruang terbuka publik yang digunakan oleh masyarakat Kota Martapura dan sekitarnya.
1. Kenyamanan dan Kesan
Kesan pertama kali ketika masuk ke area TCBS adalah semrawutnya pedagang kaki lima (PKL) yang secara bebas berdagang di dalam area taman. Mereka dengan enaknya menggelar dagangan di atas paving dan rumput, bahkan ada yang menggunakan tenda, meja dan kursi, lengkap seperti warung-warung di pasar. Sempat penulis amati, hampir semua pedagang memiliki mesin genset, yang berarti mereka beraktivitas sampai malam hari. Belum lagi pedagang asongan yang bertebaran di semua sudut, posisi mereka dimana-mana, mencari konsumennya masing-masing. Dengan kondisi demikian, pengunjung yang semula bertujuan untuk mencari suasana segar dan santai, malah akan melihat lebih suntuk dengan adanya aktivitas PKL yang tidak tertata demikian.
Dalam hal keamanan, penulis tidak menjumpai adanya petugas keamanan yang berjaga atau piket. Walaupun sebenarnya tidak terlalu urgen, tetapi pengalaman penulis di TCBS beberapa tahun lalu, sempat beberapa orang pemuda saling cekcok dan bahkan ada yang mengeluarkan senjata tajam. Pengunjung TCBS yang sebagian besar anak-anak tentunya merasa terganggu kejadian seperti ini. Untungnya pada saat itu, tenyata salah satu pengunjung ada seorang polisi yang sedang membawa keluarganya bersantai, beliau yang berinisiatif mengamankan beberapa pemuda yang kelihatannya juga sedang mabuk.
Selain itu, sangat diperlukan petugas kebersihan yang stand by di area TCBS. Karena jika area dibersihkan hanya sekali sehari, maka pada waktu sore hari beberapa sampah telah bertebaran di semua lokasi. Memang fasilitas bak sampah sudah memadai, namun sosialisasi terhadap pengunjung supaya buang sampah di bak sampah nampaknya harus lebih diintesifkan. Bahkan ada bak sampah yang dipakai oleh pedagang untuk bak cucian ...
Sebenarnya secara umum karakteristik fisik TCBS sudah bagus sebagai ruang terbuka hijau. Adanya rumput sebagai vegetasi bawah yang didukung beberapa pepohonan yang membuat TCBS terasa “hijau”. Artinya komponen lunak (tanaman) masih terlihat mendominasi dibanding komponen keras (areal yang dibangun). Hanya adanya dua buah gazebo yang terasa memakan tempat, agak kurang efektif untuk dirasakan manfaatnya. Yang perlu ditekankan adalah pada perawatan tanaman dengan penyiraman, pemotongan, pemeliharaan, dan penggantian pada tanaman yang mati.
2. Penggunaan dan Aktivitas
Dilihat dari sarana yang dibangun sudah mencukupi, dengan orientasi pada sarana bermain anak-anak. Namun dari beberapa sarana, cukup memprihatinkan hanya sebagian yang bisa digunakan, selebihnya rusak. Sarana bermain yang rusak seperti ayunan, jungkitan, dan nampaknya beberapa alat yang tinggal besinya saja. Dampaknya adalah anak-anak berebutan menggunakan alat yang dapat dipakai. Selain itu, kursi yang berbentuk batangan besi, nampaknya kurang begitu disukai oleh pengunjung, karena mungkin susah untuk duduk. Secara estetik mungkin bagus, namun tidak fungsional. Malah pengunjung lebih suka menduduki meja gazebo yang sebenarnya meja lesehan.
Sebagai ruang terbuka publik, manfaat TCBS sudah dapat dinikmati oleh pengunjung. Ini terlihat dari beberapa aktivitas yang dilakukan, seperti anak-anak yang bermain sambil ditunggu oleh orang tua, yang sedang duduk santai menikmati kesegaran suasana. Beberapa orang yang lain sedang duduk sambil berbincang-bincang, mungkin mendiskusikan sesuatu.
3. Akses dan Keterhubungan
TCBS memiliki lokasi yang strategis, dengan demikian sangat cocok sebagai ruang terbuka publik yang memiliki akses terbuka bagi semua lapisan masyarakat. Masyarakat dari manapun dapat datang ke lokasi dengan akses yang mudah dan tidak terbatas. TCBS yang berada di pinggir jalan utama Kota Martapura sangat mudah didatangi, baik dengan angkutan umum atau kendaraan pribadi. Dekat dengan terminal, pasar dan Masjid Al Karomah sebagai masjid jami’ Kota Martapura dan sekitarnya. Selain itu, TCBS berada tepat dihadapan Kantor Bupati Banjar dan beberapa perkantoran lainnya.
Namun yang perlu diperhatikan adalah lokasi parkir yang disediakan. Pada saat penulis berkunjung, tidak ada petugas parkir yang membantu pengunjung untuk memarkir kendaraan dan menjaga parkiran. Sehingga penulis merasa harus lebih sering melihat ke areal parkir, mengantisipasi agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Dan yang membuat TCBS lebih semrawut adalah adanya pengunjung yang parkir di dalam areal taman. Mungkin ini dampak dari tidak adanya petugas parkir, sehingga pengunjung khawatir, oleh sebab itu mereka nekad memarkir kendaraannya di dekat sarana bermain anak. Padahal infrastruktur parkir cukup tersedia, dengan luasan yang cukup untuk parkir sepeda motor dan mobil.
4. Sosiabilitas
Secara sosiabilitas, TCBS sudah memenuhi sebagai tempat untuk saling menikmati kesegaran suasana, interaksi sosial antar pengunjung, suasana bermain yang gembira, tidak adanya batas sosial antar pengunjung. Namun penulis tidak mengetahui karakteristik pengunjung pada saat malam hari. Apakah pada malam hari terjadi aktivitas tertentu, dengan pengunjung tertentu pula?
Diharapkan pengelola TCBS dapat melakukan penataan yang berorientasi pada fungsionalitas ruang terbuka hijau sebagai ruang terbuka publik yang merupakan milik masyarakat, dan mereka berhak untuk menikmatinya.
Mudahan tulisan ini memberikan sumbangan pemikiran yang berarti. Terima kasih.
Thursday, February 19, 2009
Eksoterm dan Endoterm
Ketika pada kesempatan berkunjung ke salah satu teman sejawat di SMAN 1 Banjarbaru, tanpa disangka malah bertemu dengan salah satu senior Guru Kimia yang telah purna bakti, yang akrab dipanggil Bu Wid. Dalam perbincangan singkat tersebut, masih sempat beliau menurunkan “ilmu”. Beliau menuturkan “gunakanlah benda-benda yang ada di kehidupan sehari-hari untuk menerangkan terjadinya proses kimia”.
“Misalnya untuk reaksi eksoterm dan endoterm”, kata beliau, “Saya biasanya menggunakan produk larutan penyegar “AS” yang dilarutkan ke dalam air, lalu saya suruh siswa memegang gelas yang berisi larutan tersebut”, imbuh beliau.
“Kalau untuk laju reaksi, biasanya saya menggunakan produk vitamin C “XYZ”. Satu tablet ditumbuk sedangkan satu tablet dalam bentuk kepingan, dilarutkan dalam air maka dapat dihitung kecepatan pelarutan masing-masing”, kata beliau.
Dan diskusi singkat tentang topik tersebut berakhir, karena beliau mengatakan ingin pulang dan beristirahat. Dengan dipapah beliau berjalan keluar dari ruangan (... kira-kira sejak tiga tahun yang lalu, beliau terserang stroke...)
Terima kasih Bu Wid... telah memberikan tauladan yang baik bagi juniormu. Selamat menikmati hari-harimu ...Mudahan Ibu selalu diberi keselamatan dan kesehatan... dan keikhlasan Ibu mengajar berbuah emas untuk masa depan siswa-siswa ...
Untuk SMAN 1 Banjarbaru, selamat HUT yang ke-46, tambah jaya dan prestasi selalu ...
Dari pertemuan singkat dengan Bu Wid, kira-kira prosedur pengamatan untuk “Reaksi Eksoterm dan Endoterm” adalah sebagai berkut :
1. Siapkan dua buah gelas berisi dengan air (aquades)
2. Siswa mengukur suhu larutan kedua gelas (bisa dengan meraba gelas atau kalau ada termometer lebih bagus lagi ...)
3. Larutkan produk bubuk larutan penyegar sebanyak 1 bungkus ke gelas pertama, kemudian diukur suhunya (dengan di raba atau dengan termometer ...)
4. Sedangkan untuk gelas kedua, larutkan bubuk kapur, juga diukur suhunya
5. Catat hasil pengukuran
Sedangkan untuk “Laju Reaksi” adalah sebagai berikut a;
1. Siapkan dua buah gelas berisi air (aquades)
2. Siapkan dua tablet produk vitamin C “XYZ”, yang salah satunya ditumbuk (dihaluskan) menjadi bubuk, dan juga stopwatch (atau jam tangan).
3. Pada gelas pertama, larutkan satu tablet, ukur waktu pelarutan mulai dari tablet dimasukkan sampai habisnya gelembung pada saat pelarutan.
4. Pada gelas kedua, larutkan bubuk vitamin C tersebut, dan ukur waktu pelarutan.
5. Catat hasil pengamatan
Namun Bu Wid sempat berkata,“Mungkin cara saya salah bagi teman-teman yang lain, namun itulah yang biasanya saya lakukan”.
Monday, February 16, 2009
Halaman Download
Silakan mengunduh file berikut :
1. Wilayah Sebagai Salah Satu elemen Spasial dan Klasifikasi Wilayah
2. Perencanaan Alokatif
3. Model Proses Perencanaan
4. BUMDes Sebagai Penggerak Perekonomian Perdesaaan
1. Wilayah Sebagai Salah Satu elemen Spasial dan Klasifikasi Wilayah
2. Perencanaan Alokatif
3. Model Proses Perencanaan
4. BUMDes Sebagai Penggerak Perekonomian Perdesaaan
Potensi BUMDes
Oleh : Ilham Alfian Nor*, 2008
Potensi BUMDes
Menurut Saragi (2005) ada beberapa potensi yang terangkum dalam pembentukan kegiatan BUMDes yaitu :
1. Akumulasi Kapital internal
Akumulasi kapital yang menonjol baru sebatas kapital ekonomi (simpanan dari anggota), padahal masih banyak jenis kapital lainnya misalnya bagaimana pengembangan manusianya, bagaimana pengelolaan kapital fisik desa (pasar desa, tanah kas desa) yang dapat juga dimanfaatkan sebagai kapital usaha produktif serta bagaimana kapital sosialnya terutama jaringan kerja. Salah satu kapital sosial yang penting yaitu kepercayaan, hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah simpanan anggota terutama simpanan sukarela, dan bertambahnya jumlah anggota Bumdes.
2. Distribusi Kapital eksternal
Kapital yang masuk ke desa (BUMDes) barulah kapital ekonomi yang berasal dari pemerintah kabupaten dan pihak ketiga. Padahal masih banyak jenis kapital eksternal lainnya yang dapat diperoleh bila kewenangan desa dan kewenangan BUMDes sudah ditetapkan. Saragi (2005) dalam makalahnya berjudul “Model Hipotetik Revitalisasi Kelembagaan Desa” menyebutkan diantara lebih dari 200 kewenangan yang terdapat dalam positif list yang disusun oleh Departemen Dalam Negeri, bidang-bidang kewenangan yang dapat didistribusikan ke BUMDes yaitu bidang perindustrian, pertambangan dan energi, pariwisata, perhubungan dan pekerjaan Umum (pembangunan prasarana desa)
Kewenangan BUMDes di bidang perindustrian ada 3, yaitu pengelolaan pemasaran hasil industri, pengembangan hasil industri, pengelolaan pasar desa dan tempat pelelangan ikan. Bidang Pertambangan dan energi, hanya satu yang dapat dijadikan kewenangan BUMDes yaitu pengelolaan pertambangan bahan galian golongan C dibawah satu hektar tanpa memakai alat berat. Bidang pariwisata, ada 3 butir kewenangan yaitu pengelolaan obyek wisata dalam desa diluar rencana induk pariwisata, pengelolaan lokasi perkemahan dalam desa, pengelolaan tempat rekreasi dan hiburan umum dalam desa. Bidang Perhubungan, ada 4 butir yang dapat dijadikan kewenangan BUMDes yaitu pengelolaan parkir/pemangkalan kendaraan dipasar, tempat wisata dan lokasi lainnya yang ada dalam desa, pembangunan dan pemeliharaan jalan desa, pembangunan terminal angkutan desa, pengelolaan angkutan lintas sungai. Bidang Pekerjaan Umum, ada 5 kewenangan BUMDes. Butir kewenangan dimaksud yaitu pemeliharaan rutin jalan kabupaten yang berada di desa yang terdiri dari pembersihan semak, pembersihan saluran/bandar, irigasi desa meliputi pembangunan, pengawasan dan pemeliharaan, pengelolaan dan pemanfaatan air bersih, pengelolaan dan pemeliharaan pompanisasi, jaringan irigasi yang ada di desa, pemeliharaan. Distribusi kewenangan ini dilakukan sejalan dengan distribusi keuangan.
3. Keanggotaan Bumdes juga adalah Lembaga
BUMDes sebaiknya menjadi mitra ataupun payung dari beberapa organisasi pelaku ekonomi di desa. Jadi BUMDes tidak hanya kumpulan individu-individu yang melakukan usaha bersama. Beberapa organisasi lain seperti Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Pokmas IDT, Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Kelompok Tani (KTN), Koperasi Unit Desa (KUD), Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Kelompok Tani Hutan (KTH), dan lain-lain.
4. Unit Usaha dan Kemitraan
Pengembangan unit usaha baru dapat dilakukan merujuk pada kewenangan BUMDes. Salah satu peluang yang dapat dikembangkan misalnya dalam bidang industri yang mengarah pada pemasaraan, BUMDes dapat membentuk unit usaha Pemasaran Hasil Desa. Unit ini bekerjasama dengan kelompok-kelompok industri, kelompok tani atau produsen lainnya yang ada di desa. Begitu pula sebaliknya, BUMDes dituntut untuk melakukan kemitraan dengan badan-badan usaha lainnya dalam rangka memperkuat posisi tawar misalnya kemitraan dengan pemasok sarana produksi pertanian atau menjadi supplier bagi usaha hilir lainnya (Pengusaha Lokal) diaras desa.
5. Pembagian Sisa Hasil usaha (SHU)
Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) merupakan bagian dari yang penting dalam pengembangan BUMDes. Hal inilah yang membedakan BUMDes dari badan usaha lainnya seperi pengusaha individu (CV) atau PT, Koperasi, dan lain-lain. Saragi (2004) dalam bukunya menyebutkan ada 5 tujuan pembentukan BUMDes yaitu
a. Peningkatan kemampuan keuangan desa
b. Pengembangan usaha masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan
c. Mendorong tumbuhnya usaha masyarakat
d. Penyedia jaminan sosial
e. Penyedia pelayanan bagi masyarakat desa.
Tujuan peningkatan kemampuan keuangan desa dan penyedia jaminan sosial sangat ditentukan bagaimana pengalokasian SHU yang diperoleh. Dengan demikian maka alokasi SHU harus diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan BUMDes seperti Pemerintah Desa, Pengurus BUMDes, LSM dan Masyarakat (individu/keluarga atau organisasi sebagai anggota) merumuskan bersama distribusi SHU tersebut.
Namun Hal-hal yang pokok dapat dipertimbangkan adalah :
a. Bahwa ada bagian tertentu yang dialokasikan untuk Kas Desa
b. Jasa Pengurus
c. Bagian untuk anggota
d. Cadangan modal
e. Jaminan sosial.
Alokasi SHU untuk jaminan sosial sangat penting mengingat kekayaan desa (khususnya Kapital Fisik) yang digunakan BUMDes dalam kegiatan usaha merupakan milik/hak setiap warga desa, oleh karenanya mereka berhak atas perolehan keuntungan yang dihasilkan dengan memanfaatkan kekayaan tersebut.
Dana-dana untuk jaminan sosial tersebut diserahkan BUMDes pada lembaga sosial yang ada di desa seperti panti asuhan, yatim piatu, orang jompo dan lain-lain. Dana tersebut dapat digunakan untuk santunan/jaminan hidup, beasiswa, bantuan perbaikan rumah/lingkungan pemukiman dan lain-lain. Dengan demikian BUMDs berkontribusi bagi upaya-upaya pengentasan kemiskinan di desa.
Kendala Pembentukan dan Pelaksanaan BUMDes
Ada beberapa kendala yang ditemui dalam rencana pembentukan serta pelaksanaan BUMDes selama ini :
1. Tidak adanya atau kurangnya modal. Masyarakat desa yang tergolong miskin pada umumnya adalah orang-orang yang tidak memiliki modal dalam berusaha. Mereka hanya mengandalkan sumber daya manusia dalam mencukupi kehidupan sehari-hari. Sehingga mereka sendiri sulit untuk berkembang dan berinisiatif dalam mencari dan menemukan potensi sumber pendapatan lainnya.
Tetapi hal ini dapat diatasi jika pemerintah desa lebih tanggap dengan mendatangkan investor yang mau menanamkan modalnya dalam BUMDes.
2. Masyarakat cenderung akan memikirkan kesejahteraan masing-masing secara priorotas. Sehingga menjadi kendala dalam memberikan sosialisasi tentang manfaat dari BUMDes ini. Karena masyarakat akan menilai bahwa keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari BUMDes nantinya hanya dinikmati oleh para pemilik modal, sedangkan masyarakat hanya dianggap sebagai pekerja yang mendapat gaji.
Untuk hal ini pemerintah khususnya pemerintah desa harus lebih aktif dalam mensosialisasikan tentang prinsip-prinsip BUMDes dan memberikan kejelasan tentang hasil-hasil yang didapat masyarakat jika usaha tersebut berjalan.
3. Desa tidak memiliki sumber daya manusia yang baik, sehingga dalam pengelolaannya terjadi pengelolaan tradisional yang mengandalkan keuntungan semata tanpa memperhitungkan kondisi-kondisi akan datang, apakah ada kompetitor? Menipisnya bahan baku? Jarak pemasaran yang jauh? Dan lain-lain.
Dalam awal pengelolaan diharapkan adanya pembinaan dari pemerintah atau pihak lainnya seperti LSM. Bahkan kalu perlu pemerintah dapat melakukan proteksi terhadap usaha-usaha lain agar BUMDes memiliki kesempatan untuk bersaing dengan jenis-jenis usaha lainnya.
4. Belum terintegrasinya potensi-potensi desa dan sumber daya yang memiliki nilai jual kompetitif.
Pemilihan jenis usaha yang tepat dan sesuai dengan potensi desa akan lebih memacu pertumuhan usaha. Jadi perlu adanya pendataan dan survey potensi-potensi desa serta pertimbanganpertimbangn yang bersifat memilih dan memprioritaskan jenis usaha yang ana yang lebih bisa dijalankan dan lebih menguntungkan.
Pembenahan BUMDes
Untuk mewujudkan gagasan pengembangan BUMDes Saragi (2005) mengusulkan berbagai perubahan dan perbaikan. Perubahan tersebut diantaranya adalah :
1. Reformulasi Kebijakan Pemerintah Daerah
Sudah menjadi kesepakatan nasional bahwa salah satu asas penyelenggaraan negara adalah memberikan keleluasaan pemerintah daerah untuk berkreasi melalui paket kebijakan desentralisasi yang dikenal dengan UU No 32 dan 33 tahun 2004. Meskipun banyak pihak yang belum sepakat dengan berbagai substansi pengaturan yang dikandung kedua UU tersebut namun satu hal dapat dikatakan bahwa peran daerah (kabupaten/kota) perlu dioptimalkan. Reformulasi kebijakan dimaksud diarahkan agar :
a. Pemerintah daerah (pemda) Kabupaten segera melakukan identifikasi, inventarisasi dan distribusi kewenangan serta alokasi dana ke desa dalam bentuk peraturan daerah
b. Pemerintah daerah membatasi intervensi pengusaha lokal khususnya kontraktor untuk berperan hanya pada proyek-proyek diatas desa saja, sementara proyek-proyek di desa dilakukan masyarakat desa sendiri. Tentunya dibutuhkan fasilitasi dari pemda kabupaten
c. Mengidentifikasi dan merevisi berbagai produk kebijakan daerah yang kurang sesuai dengan ide menjadikan BUMDes sebagai induk pelaku ekonomi desa serta mengusulkan revisi kebijakan nasional misalnya Keppres tentang pengadaan barang dan jasa. Syarat untuk menjadi rekanan tidak lagi didasarkan pada maksimal jumlah anggaran atau mengecualikan proyek/kegiatan yang dilaksanakan di desa
d. Merubah landasan berfikir instansi terkait bahwa proyek bukan berarti pembangunan fisik atau penyaluran uang/bantuan. Instansi terkait hendaknya bergeser perannya yang semula sebagai penyedia/pelaksana berbagai proyek dimaksud di desa menjadi pelaksana proyek yang mengarah pada peningkatan kapasitas masyarakat seperti pelatihan, membangun sistem pemantauan dan evaluasi (monitoring/evaluasi) yang menjamin berlangsungnya transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana yang bersumber dari APBD kabupaten, memfasilitasi proses Musyawarah rencana kerja desa (Musrenbang) dan penyusunan buku panduan. Mereka harus rela bahwa pelaksana kegiatan/proyek didesa adalah masyarakat melalui organisasi mereka di desa, sementara instansi cukup sebagai katalisator saja; Kalaupun sebagai pelaksana proyek cukup untuk kegiatan diaras desa (kecamatan dan kabupaten);
2. Sinergik Antar Pelaku
Pelaku pembangunan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya duduk sama-sama merancang kegiatan untuk membantu BUMDes berkembang. Peran aktor-aktor ini terutama pada upaya-upaya peningkatan kapasitas BUMDes seperti :
a. LSM Lokal dan Nasional berperan dalam pengembangan sumber daya manusia (managemen yang handal), pengaturan sistem dan mekanisme akumulasi dan distribusi kapital, perbaikan administrasi dan perancangan imbal jasa serta pembagian keuntungan, inisiator usaha-usaha baru dan pengembangan jaringan. Tentunya mereka ini patut didukung oleh Lembaga Dana/Lembaga Internasional
b. Pemerintah Kabupaten/ Ditjen PMD-Depdagri berperan untuk memfasilitasi reformulasi kebijakan yang mendukung tumbuh kembangnya Bumdes
c. Pengusaha lokal, berperan sebagai penampung hasil-hasil usaha masyarakat dan pemasok kebutuhan usaha masyarakat.
Versi Lengkap PDF
* Guru SMK Negeri 3 Banjarbaru
Potensi BUMDes
Menurut Saragi (2005) ada beberapa potensi yang terangkum dalam pembentukan kegiatan BUMDes yaitu :
1. Akumulasi Kapital internal
Akumulasi kapital yang menonjol baru sebatas kapital ekonomi (simpanan dari anggota), padahal masih banyak jenis kapital lainnya misalnya bagaimana pengembangan manusianya, bagaimana pengelolaan kapital fisik desa (pasar desa, tanah kas desa) yang dapat juga dimanfaatkan sebagai kapital usaha produktif serta bagaimana kapital sosialnya terutama jaringan kerja. Salah satu kapital sosial yang penting yaitu kepercayaan, hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah simpanan anggota terutama simpanan sukarela, dan bertambahnya jumlah anggota Bumdes.
2. Distribusi Kapital eksternal
Kapital yang masuk ke desa (BUMDes) barulah kapital ekonomi yang berasal dari pemerintah kabupaten dan pihak ketiga. Padahal masih banyak jenis kapital eksternal lainnya yang dapat diperoleh bila kewenangan desa dan kewenangan BUMDes sudah ditetapkan. Saragi (2005) dalam makalahnya berjudul “Model Hipotetik Revitalisasi Kelembagaan Desa” menyebutkan diantara lebih dari 200 kewenangan yang terdapat dalam positif list yang disusun oleh Departemen Dalam Negeri, bidang-bidang kewenangan yang dapat didistribusikan ke BUMDes yaitu bidang perindustrian, pertambangan dan energi, pariwisata, perhubungan dan pekerjaan Umum (pembangunan prasarana desa)
Kewenangan BUMDes di bidang perindustrian ada 3, yaitu pengelolaan pemasaran hasil industri, pengembangan hasil industri, pengelolaan pasar desa dan tempat pelelangan ikan. Bidang Pertambangan dan energi, hanya satu yang dapat dijadikan kewenangan BUMDes yaitu pengelolaan pertambangan bahan galian golongan C dibawah satu hektar tanpa memakai alat berat. Bidang pariwisata, ada 3 butir kewenangan yaitu pengelolaan obyek wisata dalam desa diluar rencana induk pariwisata, pengelolaan lokasi perkemahan dalam desa, pengelolaan tempat rekreasi dan hiburan umum dalam desa. Bidang Perhubungan, ada 4 butir yang dapat dijadikan kewenangan BUMDes yaitu pengelolaan parkir/pemangkalan kendaraan dipasar, tempat wisata dan lokasi lainnya yang ada dalam desa, pembangunan dan pemeliharaan jalan desa, pembangunan terminal angkutan desa, pengelolaan angkutan lintas sungai. Bidang Pekerjaan Umum, ada 5 kewenangan BUMDes. Butir kewenangan dimaksud yaitu pemeliharaan rutin jalan kabupaten yang berada di desa yang terdiri dari pembersihan semak, pembersihan saluran/bandar, irigasi desa meliputi pembangunan, pengawasan dan pemeliharaan, pengelolaan dan pemanfaatan air bersih, pengelolaan dan pemeliharaan pompanisasi, jaringan irigasi yang ada di desa, pemeliharaan. Distribusi kewenangan ini dilakukan sejalan dengan distribusi keuangan.
3. Keanggotaan Bumdes juga adalah Lembaga
BUMDes sebaiknya menjadi mitra ataupun payung dari beberapa organisasi pelaku ekonomi di desa. Jadi BUMDes tidak hanya kumpulan individu-individu yang melakukan usaha bersama. Beberapa organisasi lain seperti Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Pokmas IDT, Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Kelompok Tani (KTN), Koperasi Unit Desa (KUD), Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Kelompok Tani Hutan (KTH), dan lain-lain.
4. Unit Usaha dan Kemitraan
Pengembangan unit usaha baru dapat dilakukan merujuk pada kewenangan BUMDes. Salah satu peluang yang dapat dikembangkan misalnya dalam bidang industri yang mengarah pada pemasaraan, BUMDes dapat membentuk unit usaha Pemasaran Hasil Desa. Unit ini bekerjasama dengan kelompok-kelompok industri, kelompok tani atau produsen lainnya yang ada di desa. Begitu pula sebaliknya, BUMDes dituntut untuk melakukan kemitraan dengan badan-badan usaha lainnya dalam rangka memperkuat posisi tawar misalnya kemitraan dengan pemasok sarana produksi pertanian atau menjadi supplier bagi usaha hilir lainnya (Pengusaha Lokal) diaras desa.
5. Pembagian Sisa Hasil usaha (SHU)
Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) merupakan bagian dari yang penting dalam pengembangan BUMDes. Hal inilah yang membedakan BUMDes dari badan usaha lainnya seperi pengusaha individu (CV) atau PT, Koperasi, dan lain-lain. Saragi (2004) dalam bukunya menyebutkan ada 5 tujuan pembentukan BUMDes yaitu
a. Peningkatan kemampuan keuangan desa
b. Pengembangan usaha masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan
c. Mendorong tumbuhnya usaha masyarakat
d. Penyedia jaminan sosial
e. Penyedia pelayanan bagi masyarakat desa.
Tujuan peningkatan kemampuan keuangan desa dan penyedia jaminan sosial sangat ditentukan bagaimana pengalokasian SHU yang diperoleh. Dengan demikian maka alokasi SHU harus diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan BUMDes seperti Pemerintah Desa, Pengurus BUMDes, LSM dan Masyarakat (individu/keluarga atau organisasi sebagai anggota) merumuskan bersama distribusi SHU tersebut.
Namun Hal-hal yang pokok dapat dipertimbangkan adalah :
a. Bahwa ada bagian tertentu yang dialokasikan untuk Kas Desa
b. Jasa Pengurus
c. Bagian untuk anggota
d. Cadangan modal
e. Jaminan sosial.
Alokasi SHU untuk jaminan sosial sangat penting mengingat kekayaan desa (khususnya Kapital Fisik) yang digunakan BUMDes dalam kegiatan usaha merupakan milik/hak setiap warga desa, oleh karenanya mereka berhak atas perolehan keuntungan yang dihasilkan dengan memanfaatkan kekayaan tersebut.
Dana-dana untuk jaminan sosial tersebut diserahkan BUMDes pada lembaga sosial yang ada di desa seperti panti asuhan, yatim piatu, orang jompo dan lain-lain. Dana tersebut dapat digunakan untuk santunan/jaminan hidup, beasiswa, bantuan perbaikan rumah/lingkungan pemukiman dan lain-lain. Dengan demikian BUMDs berkontribusi bagi upaya-upaya pengentasan kemiskinan di desa.
Kendala Pembentukan dan Pelaksanaan BUMDes
Ada beberapa kendala yang ditemui dalam rencana pembentukan serta pelaksanaan BUMDes selama ini :
1. Tidak adanya atau kurangnya modal. Masyarakat desa yang tergolong miskin pada umumnya adalah orang-orang yang tidak memiliki modal dalam berusaha. Mereka hanya mengandalkan sumber daya manusia dalam mencukupi kehidupan sehari-hari. Sehingga mereka sendiri sulit untuk berkembang dan berinisiatif dalam mencari dan menemukan potensi sumber pendapatan lainnya.
Tetapi hal ini dapat diatasi jika pemerintah desa lebih tanggap dengan mendatangkan investor yang mau menanamkan modalnya dalam BUMDes.
2. Masyarakat cenderung akan memikirkan kesejahteraan masing-masing secara priorotas. Sehingga menjadi kendala dalam memberikan sosialisasi tentang manfaat dari BUMDes ini. Karena masyarakat akan menilai bahwa keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari BUMDes nantinya hanya dinikmati oleh para pemilik modal, sedangkan masyarakat hanya dianggap sebagai pekerja yang mendapat gaji.
Untuk hal ini pemerintah khususnya pemerintah desa harus lebih aktif dalam mensosialisasikan tentang prinsip-prinsip BUMDes dan memberikan kejelasan tentang hasil-hasil yang didapat masyarakat jika usaha tersebut berjalan.
3. Desa tidak memiliki sumber daya manusia yang baik, sehingga dalam pengelolaannya terjadi pengelolaan tradisional yang mengandalkan keuntungan semata tanpa memperhitungkan kondisi-kondisi akan datang, apakah ada kompetitor? Menipisnya bahan baku? Jarak pemasaran yang jauh? Dan lain-lain.
Dalam awal pengelolaan diharapkan adanya pembinaan dari pemerintah atau pihak lainnya seperti LSM. Bahkan kalu perlu pemerintah dapat melakukan proteksi terhadap usaha-usaha lain agar BUMDes memiliki kesempatan untuk bersaing dengan jenis-jenis usaha lainnya.
4. Belum terintegrasinya potensi-potensi desa dan sumber daya yang memiliki nilai jual kompetitif.
Pemilihan jenis usaha yang tepat dan sesuai dengan potensi desa akan lebih memacu pertumuhan usaha. Jadi perlu adanya pendataan dan survey potensi-potensi desa serta pertimbanganpertimbangn yang bersifat memilih dan memprioritaskan jenis usaha yang ana yang lebih bisa dijalankan dan lebih menguntungkan.
Pembenahan BUMDes
Untuk mewujudkan gagasan pengembangan BUMDes Saragi (2005) mengusulkan berbagai perubahan dan perbaikan. Perubahan tersebut diantaranya adalah :
1. Reformulasi Kebijakan Pemerintah Daerah
Sudah menjadi kesepakatan nasional bahwa salah satu asas penyelenggaraan negara adalah memberikan keleluasaan pemerintah daerah untuk berkreasi melalui paket kebijakan desentralisasi yang dikenal dengan UU No 32 dan 33 tahun 2004. Meskipun banyak pihak yang belum sepakat dengan berbagai substansi pengaturan yang dikandung kedua UU tersebut namun satu hal dapat dikatakan bahwa peran daerah (kabupaten/kota) perlu dioptimalkan. Reformulasi kebijakan dimaksud diarahkan agar :
a. Pemerintah daerah (pemda) Kabupaten segera melakukan identifikasi, inventarisasi dan distribusi kewenangan serta alokasi dana ke desa dalam bentuk peraturan daerah
b. Pemerintah daerah membatasi intervensi pengusaha lokal khususnya kontraktor untuk berperan hanya pada proyek-proyek diatas desa saja, sementara proyek-proyek di desa dilakukan masyarakat desa sendiri. Tentunya dibutuhkan fasilitasi dari pemda kabupaten
c. Mengidentifikasi dan merevisi berbagai produk kebijakan daerah yang kurang sesuai dengan ide menjadikan BUMDes sebagai induk pelaku ekonomi desa serta mengusulkan revisi kebijakan nasional misalnya Keppres tentang pengadaan barang dan jasa. Syarat untuk menjadi rekanan tidak lagi didasarkan pada maksimal jumlah anggaran atau mengecualikan proyek/kegiatan yang dilaksanakan di desa
d. Merubah landasan berfikir instansi terkait bahwa proyek bukan berarti pembangunan fisik atau penyaluran uang/bantuan. Instansi terkait hendaknya bergeser perannya yang semula sebagai penyedia/pelaksana berbagai proyek dimaksud di desa menjadi pelaksana proyek yang mengarah pada peningkatan kapasitas masyarakat seperti pelatihan, membangun sistem pemantauan dan evaluasi (monitoring/evaluasi) yang menjamin berlangsungnya transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana yang bersumber dari APBD kabupaten, memfasilitasi proses Musyawarah rencana kerja desa (Musrenbang) dan penyusunan buku panduan. Mereka harus rela bahwa pelaksana kegiatan/proyek didesa adalah masyarakat melalui organisasi mereka di desa, sementara instansi cukup sebagai katalisator saja; Kalaupun sebagai pelaksana proyek cukup untuk kegiatan diaras desa (kecamatan dan kabupaten);
2. Sinergik Antar Pelaku
Pelaku pembangunan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya duduk sama-sama merancang kegiatan untuk membantu BUMDes berkembang. Peran aktor-aktor ini terutama pada upaya-upaya peningkatan kapasitas BUMDes seperti :
a. LSM Lokal dan Nasional berperan dalam pengembangan sumber daya manusia (managemen yang handal), pengaturan sistem dan mekanisme akumulasi dan distribusi kapital, perbaikan administrasi dan perancangan imbal jasa serta pembagian keuntungan, inisiator usaha-usaha baru dan pengembangan jaringan. Tentunya mereka ini patut didukung oleh Lembaga Dana/Lembaga Internasional
b. Pemerintah Kabupaten/ Ditjen PMD-Depdagri berperan untuk memfasilitasi reformulasi kebijakan yang mendukung tumbuh kembangnya Bumdes
c. Pengusaha lokal, berperan sebagai penampung hasil-hasil usaha masyarakat dan pemasok kebutuhan usaha masyarakat.
Versi Lengkap PDF
* Guru SMK Negeri 3 Banjarbaru
Saturday, February 14, 2009
Kota yang Berkualitas
Oleh : Herlina Maulidah *
Melihat kota adalah melihat manusianya. Keberadaan kota harus membuat kualitas kehidupan masyarakatnya bagus. Standar kualitas hidup sebuah kota akan mencerminkan kondisi kemajuan perkembangan kota.
Banjarmasin sebagai sebuah kota, minimal harus memiliki pelayanan sektor publik yang bagus dan berkualitas. Minimal sarana dan prasarana publik seperti air siap minum, listrik antibyarpet, jalan mulus dan lebar.
Penataan ruang kota, termasuk memenuhi kewajiban amanat PP No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau (RTH). Ketentuan luasan 30 persen RTH di setiap perkotaan mesti dijalankan dengan adanya taman kota, termasuk pekarangan dan halaman rumah.
Selain itu, sektor pendidikan juga mesti jadi prioritas. Semakin tinggi tingkat HDI (human development indeks) akan mendukung wajah kota yang berkualitas. Kalau perlu dibentuk dewan perencanaan kota seperti di luar negeri, terdiri dari para tokoh dan cendikiawan yang ahli di berbagai bidang dalam menyusun tata kota.
Sebagai kota sungai perlu pembenahan yang komprehensif, tantang fungsi sungai dan perencanaan yang integratif sebagai kota sungai. Keberadaan sungai tidak hanya berfungsi sebagai septic tank, tapi bernilai ekonomis melalui eco tourism wisata sungai.
Mari bangun kota yang memiliki standar kualitas hidup yang tinggi, maka kita bangga menjadi urang banua.
* Staf BAPPEDA Hulu Sungai Selatan, saat ini sedang menyelesaikan tesis di bidang Perencanaan Pendidikan pada Program Pasca Sarjana Unibraw
* email: herlinamaulidah@yahoo.co.uk
Tulisan ini telah dimuat di SKH Banjarmasin Post
Profil BUMDes
Oleh : Ilham Alfian Nor*, 2008
Definisi BUMDes menurut Maryunani (2008) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan membangun kerekatan sosial masyarakat yang dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. Jadi BUMDes adalah suatu lembaga usaha yang artinya memiliki fungsi untuk melakukan usaha dalam rangka mendapatkan suatu hasil seperti keuntungan atau laba. Pengelolaan BUMDes sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah desa. Jadi pemerintah desa sebagi fasilitator dapat membentuk suatu kelompok kerja dalam mengoperasionalkan kegiatan BUMDes tersebut. Lalu tujuan didirikannya BUMDes adalah dalam rangka memperkuat perekonomian desa yang dalam arti detil adalah meningkatkan kesejahteraan dan kualitas penghidupan masyarakat desa tersebut, yang ditinjau dari segi ekonomi desa.
Definisi BUMDes menurut Maryunani (2008) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan membangun kerekatan sosial masyarakat yang dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. Jadi BUMDes adalah suatu lembaga usaha yang artinya memiliki fungsi untuk melakukan usaha dalam rangka mendapatkan suatu hasil seperti keuntungan atau laba. Pengelolaan BUMDes sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah desa. Jadi pemerintah desa sebagi fasilitator dapat membentuk suatu kelompok kerja dalam mengoperasionalkan kegiatan BUMDes tersebut. Lalu tujuan didirikannya BUMDes adalah dalam rangka memperkuat perekonomian desa yang dalam arti detil adalah meningkatkan kesejahteraan dan kualitas penghidupan masyarakat desa tersebut, yang ditinjau dari segi ekonomi desa.
Wednesday, February 11, 2009
BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) SEBAGAI PENGGERAK PEREKONOMIAN DI PERDESAAAN
Oleh : Ilham Alfian Nor*, 2008
Tulisan ini diperbolehkan untuk dikutip sebagian atau keseluruhan untuk kepentingan non-komersial
Sejak lahirnya UU No. 22 Tahun 1999, desa menjadi sorotan sebagai daerah yang memiliki lingkup paling kecil dalam sistem pemerintahan daerah. Otonomi daerah yang diusung semenjak dicetuskannya reformasi, membawa perubahan dalam paradigma pemikiran tentang sistem pemerintahan desa, yang disadari dari dulu sebenarnya desa merupakan wilayah otonom yang benar-benar melaksanakan otonomi sendiri. Tetapi selama era sentralisasi, desa benar-benar tidak diberi kesempatan dalam hal pengelolaan dan pembiayaan untuk diri sendiri. Hal ini karena adanya batasan-batasan yang didoktrin oleh pemerintahan masa itu, dan juga sistem politik yang begitu mengikat sehingga ide tentang desa sebagai daerah otonomi tidak bisa berkembang dan berdinamika.
Namun pada saat itu sempat juga dicetuskan oleh Prof. Selo Soemardjan untuk membentuk Pemerintah Daerah Tingkat III yaitu Pemerintahan Desa, yang masa itu disebutkan bahwa berada dibawah Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II. Tetapi ide itu juga tidak ada tanggaopan serius dari pemerintah pusat.
Ide berikutnya yaitu dari Ryaas Rasyid, yang mencetuskan untuk membentuk daerah otonom asli (self governing community) yaitu desa yang merupakan satu-kesatuan asli yang terbentuk di masyarakat karena lebih pada keaslian sosial budaya, atropologis dan kultural. Tampaknya Ryaas Rasyid ingin mengatakan bahwa kewenangan pengelolaan desa hendaknya diserahkan sepenuhnya ke pihak masyarakat desa itu sendiri, dan pengaruh dan tanggung jawab pemerintah daerah diminimalisasi.
Dari pakar ilmu tatahukum Universitas Brawijaya, Ibnu Tricahyo mengatakan sebaiknya desa ditempatkan sebagai daerah otonom langsung dibawah pemerintah pusat (negara). Jadi bukan berada dibawah kabupaten atau kota, atau desentralisasi hendaknya terjadi di tingkat desa, sehingga penyaluran dana pembangunan dari APBN langsung dikucurkan ke desa sebagai daerah otonom bukan ke tingkat kabupaten atau kota.
Namun perkembangan sekarang desa menjadi komunitas terkecil dalam hal pelaksanakan otonomi daerah yang dilakukan oleh pemrintah kabupaten. Desa sebagai wilayah kecil memang sangat ideal untuk dijadikan daerah otonom asli sebagai pemerintah lokal dan organisasi komunitas yang relatif homogen dan solidaritas masyarakat masih sangat baik.
Sesuai dengan prinsip otonomi daerah bahwa “kewenangan mengikuti pembiayaan”, maka desa memiliki hak untuk mengatur diri sendiri dan mengelola keuangan untuk pembiayaan pembangunan yang salah satu agendanya tentunya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa tersebut. Ini merupakan kesempatan yang sangat bagus bagi masyarakat unruk mengatur diri sendiri dan berusaha sendiri untuk meningkatkan kemakmuran dan kualitas hidup meraka.
Menurut Maryunani (2008), persentase desa yang masih tergolong miskin adalah sebesar 45,86 %, ini merupakan hampir setengah dari jumlah desa yang ada. Tentunya ini adalah kabar yang masih belum menggembirakan dalam gambaran kita tentang kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dari bagian tersebut, sebesar 3,89 % adalah tergolong desa sangat miskin. Yaitu desa yang hampir tidak memiliki fasilitas-fasilitas hidup yang layak, aksesbilitas untuk transportasi rendah serta jalur komunikasi ke pemerintah tidak ada. Tentunya ini sangat memprihatinkan, apalagi bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia.
Dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, ada beberapa langkah yang telah ditempuh oleh pemerintah. Banyak sudah program pengentasan kemiskinan sudah dijalankan, sedikit banyak ini sudah mulai mengangkat masyarakat Indonesia yang empat terpuruk pada era krisis moneter tahun 1997. Namun dari sekian banyak program pengentasan kemiskinan, sangat sedikit sekali partisipatif masyarakat diikutkan. Masyarakat hanya adijadikan obyek sebagi masyarakat miskin yang diberi bantuan untuk meningkatkan kesejahteraan. Salah satu upaya mandiri yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan pendapatan mereka adalah pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang merupakan badan usaha milik bersama yang dilakukan oleh masyarakat dan diawasi juga oleh masyarakat.
Versi Lengkap PDF
Penulis adalah Guru SMK Negeri 3 Banjarbaru, Kalsel
Tulisan ini diperbolehkan untuk dikutip sebagian atau keseluruhan untuk kepentingan non-komersial
Sejak lahirnya UU No. 22 Tahun 1999, desa menjadi sorotan sebagai daerah yang memiliki lingkup paling kecil dalam sistem pemerintahan daerah. Otonomi daerah yang diusung semenjak dicetuskannya reformasi, membawa perubahan dalam paradigma pemikiran tentang sistem pemerintahan desa, yang disadari dari dulu sebenarnya desa merupakan wilayah otonom yang benar-benar melaksanakan otonomi sendiri. Tetapi selama era sentralisasi, desa benar-benar tidak diberi kesempatan dalam hal pengelolaan dan pembiayaan untuk diri sendiri. Hal ini karena adanya batasan-batasan yang didoktrin oleh pemerintahan masa itu, dan juga sistem politik yang begitu mengikat sehingga ide tentang desa sebagai daerah otonomi tidak bisa berkembang dan berdinamika.
Namun pada saat itu sempat juga dicetuskan oleh Prof. Selo Soemardjan untuk membentuk Pemerintah Daerah Tingkat III yaitu Pemerintahan Desa, yang masa itu disebutkan bahwa berada dibawah Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II. Tetapi ide itu juga tidak ada tanggaopan serius dari pemerintah pusat.
Ide berikutnya yaitu dari Ryaas Rasyid, yang mencetuskan untuk membentuk daerah otonom asli (self governing community) yaitu desa yang merupakan satu-kesatuan asli yang terbentuk di masyarakat karena lebih pada keaslian sosial budaya, atropologis dan kultural. Tampaknya Ryaas Rasyid ingin mengatakan bahwa kewenangan pengelolaan desa hendaknya diserahkan sepenuhnya ke pihak masyarakat desa itu sendiri, dan pengaruh dan tanggung jawab pemerintah daerah diminimalisasi.
Dari pakar ilmu tatahukum Universitas Brawijaya, Ibnu Tricahyo mengatakan sebaiknya desa ditempatkan sebagai daerah otonom langsung dibawah pemerintah pusat (negara). Jadi bukan berada dibawah kabupaten atau kota, atau desentralisasi hendaknya terjadi di tingkat desa, sehingga penyaluran dana pembangunan dari APBN langsung dikucurkan ke desa sebagai daerah otonom bukan ke tingkat kabupaten atau kota.
Namun perkembangan sekarang desa menjadi komunitas terkecil dalam hal pelaksanakan otonomi daerah yang dilakukan oleh pemrintah kabupaten. Desa sebagai wilayah kecil memang sangat ideal untuk dijadikan daerah otonom asli sebagai pemerintah lokal dan organisasi komunitas yang relatif homogen dan solidaritas masyarakat masih sangat baik.
Sesuai dengan prinsip otonomi daerah bahwa “kewenangan mengikuti pembiayaan”, maka desa memiliki hak untuk mengatur diri sendiri dan mengelola keuangan untuk pembiayaan pembangunan yang salah satu agendanya tentunya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa tersebut. Ini merupakan kesempatan yang sangat bagus bagi masyarakat unruk mengatur diri sendiri dan berusaha sendiri untuk meningkatkan kemakmuran dan kualitas hidup meraka.
Menurut Maryunani (2008), persentase desa yang masih tergolong miskin adalah sebesar 45,86 %, ini merupakan hampir setengah dari jumlah desa yang ada. Tentunya ini adalah kabar yang masih belum menggembirakan dalam gambaran kita tentang kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dari bagian tersebut, sebesar 3,89 % adalah tergolong desa sangat miskin. Yaitu desa yang hampir tidak memiliki fasilitas-fasilitas hidup yang layak, aksesbilitas untuk transportasi rendah serta jalur komunikasi ke pemerintah tidak ada. Tentunya ini sangat memprihatinkan, apalagi bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia.
Dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, ada beberapa langkah yang telah ditempuh oleh pemerintah. Banyak sudah program pengentasan kemiskinan sudah dijalankan, sedikit banyak ini sudah mulai mengangkat masyarakat Indonesia yang empat terpuruk pada era krisis moneter tahun 1997. Namun dari sekian banyak program pengentasan kemiskinan, sangat sedikit sekali partisipatif masyarakat diikutkan. Masyarakat hanya adijadikan obyek sebagi masyarakat miskin yang diberi bantuan untuk meningkatkan kesejahteraan. Salah satu upaya mandiri yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan pendapatan mereka adalah pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang merupakan badan usaha milik bersama yang dilakukan oleh masyarakat dan diawasi juga oleh masyarakat.
Versi Lengkap PDF
Penulis adalah Guru SMK Negeri 3 Banjarbaru, Kalsel
Monday, February 9, 2009
Random Sampling : Teknik Pengambilan Sampel Online
Bagi rekan-rekan yang akan atau sedang melakukan penelitian (PTK) tentunya harus menentukan jumlah sampel dari populasi penelitian, sebagai salah satu tahapan persiapan sebelum pelaksanaan penelitian. Disini penulis tidak akan membicarakan tentang definisi atau penjelasan tentang teknik pengambilan sampel secara acak (random sampling). Tetapi hanya pada teknik penentuan sampel secara acak dengan menggunakan bantuan dunia maya (on line).
Kalau secara tradisional, diperlukan waktu dan tenaga ekstra dalam menentukan sampel acak. Apalagi jika jumlah sampel diatas 100, lumayah penat mengacak dan mengambil nomor sampel ...
Pengalaman ini penulis dapatkan juga dari saran seorang ahli statistik, yang menyarankan untuk meninggalkan cara tradisional dan mencoba menggunakan pengacakan secara online.
Oke, langsung ke contoh kasus saja, misalnya sebuah penelitian dengan jumlah populasi sebanyak 500 siswa. Dengan menggunakan perumusan Slovin (dengan tingkat kesalahan 5%) didapat jumlah sampel sebanyak 223. Sebelumnya buat dulu daftar populasi dengan nomor urut 1 sampai 500. Kemudian langkah berikutnya adalah :
1. Buka www.randomizer.org, anda akan dihadapkan pada halaman pembuka yang berisi kata pengantar dan lain sebagainya
2. Klik buton randomize now,
3. Isi How many sets of numbers do you want to generate? ... dengan angka jumlah kelompok sampel yang ingin kita dapatkan, pada kasus ini kita isi dengan angka 1.
4. Isi How many numbers per set?... dengan jumlah sampel pada setiap kelompok, pada kasus ini kita isi dengan angka 223.
5. Isi Number range.... dengan nomor urut populasi, yaitu mulai 1 sampai 500.
6. Do you wish each number in a set to remain unique? ... pilih Yes untuk memilih hasil berbentuk unik
7. Do you wish to sort the numbers that are generated?... dipilih No, maka angka hasil random tidak akan diurutkan, pilih ... untuk mengurutkan dari kecil ke besar atau sebaliknya.
8. How do you wish to view your random numbers? ... berbagai pilihan untuk menandai nomor sampel
9. Klik buton randomize now
10. Akan tampil jendela hasil random, yaitu nomor urut populasi sebanyak jumlah sampel.
11. Bisa dicetak atau di donlot dalam bentuk xls.
12. Selesai ..
Kalau secara tradisional, diperlukan waktu dan tenaga ekstra dalam menentukan sampel acak. Apalagi jika jumlah sampel diatas 100, lumayah penat mengacak dan mengambil nomor sampel ...
Pengalaman ini penulis dapatkan juga dari saran seorang ahli statistik, yang menyarankan untuk meninggalkan cara tradisional dan mencoba menggunakan pengacakan secara online.
Oke, langsung ke contoh kasus saja, misalnya sebuah penelitian dengan jumlah populasi sebanyak 500 siswa. Dengan menggunakan perumusan Slovin (dengan tingkat kesalahan 5%) didapat jumlah sampel sebanyak 223. Sebelumnya buat dulu daftar populasi dengan nomor urut 1 sampai 500. Kemudian langkah berikutnya adalah :
1. Buka www.randomizer.org, anda akan dihadapkan pada halaman pembuka yang berisi kata pengantar dan lain sebagainya
2. Klik buton randomize now,
3. Isi How many sets of numbers do you want to generate? ... dengan angka jumlah kelompok sampel yang ingin kita dapatkan, pada kasus ini kita isi dengan angka 1.
4. Isi How many numbers per set?... dengan jumlah sampel pada setiap kelompok, pada kasus ini kita isi dengan angka 223.
5. Isi Number range.... dengan nomor urut populasi, yaitu mulai 1 sampai 500.
6. Do you wish each number in a set to remain unique? ... pilih Yes untuk memilih hasil berbentuk unik
7. Do you wish to sort the numbers that are generated?... dipilih No, maka angka hasil random tidak akan diurutkan, pilih ... untuk mengurutkan dari kecil ke besar atau sebaliknya.
8. How do you wish to view your random numbers? ... berbagai pilihan untuk menandai nomor sampel
9. Klik buton randomize now
10. Akan tampil jendela hasil random, yaitu nomor urut populasi sebanyak jumlah sampel.
11. Bisa dicetak atau di donlot dalam bentuk xls.
12. Selesai ..
Friday, February 6, 2009
Tampilan baru : Merasa lebih elegan
Bosan dengan tampilan standar blogspot, saya coba googling mencari template blog tiga kolom. Setelah bergerilya dengan Om Google, akhirnya menemukan template yang sederhana, namun cukup elegan dengan warna hitamnya. Dengan bekal tutorial yang juga saya dapatkan dari hasil googling, akhirnya jadilah penampilan blog saya seperti yang anda lihat sekarang. Namun ada hal yang sedikit menjengkelkan setelah blog ini berganti wajah, yaitu hampir semua widget yang terpasang hilang.
Sebenarnya sudah saya coba mengantisipasi seperti tutorial yang saya baca disini, tapi entah ada kesalahan dimana sehingga saya harus menata kembali asesoris blog. Termasuk widget jumlah pengunjung dan komentar yang turut hilang ...
Untuk tutorial mengganti template, saya kira banyak sekali di dunia blog telah ditulis. Tapi sebagai pemula, saya juga boleh-kan menulis langkah-langkah mengganti template blogspot ...
1. Cari dan download template blog yang ingin anda gunakan, bisa di blog berikut.
2. Jika anda sudah sign in di blog anda, klik tab Tata Letak, kemudian klik tab Edit HTML,
3. Pada bagian Backup/Restore Template, klik buton browse untuk mencari file template yang sudah anda download, kemudian klik buton unggah
4. Baca betul-betul peringatan yang tampil, jika anda yakin klik simpan
5. Jika sudah selesai anda bisa melihat blog anda telah berubah
6. Selesai ...
Sebenarnya sudah saya coba mengantisipasi seperti tutorial yang saya baca disini, tapi entah ada kesalahan dimana sehingga saya harus menata kembali asesoris blog. Termasuk widget jumlah pengunjung dan komentar yang turut hilang ...
Untuk tutorial mengganti template, saya kira banyak sekali di dunia blog telah ditulis. Tapi sebagai pemula, saya juga boleh-kan menulis langkah-langkah mengganti template blogspot ...
1. Cari dan download template blog yang ingin anda gunakan, bisa di blog berikut.
2. Jika anda sudah sign in di blog anda, klik tab Tata Letak, kemudian klik tab Edit HTML,
3. Pada bagian Backup/Restore Template, klik buton browse untuk mencari file template yang sudah anda download, kemudian klik buton unggah
4. Baca betul-betul peringatan yang tampil, jika anda yakin klik simpan
5. Jika sudah selesai anda bisa melihat blog anda telah berubah
6. Selesai ...
Membuat Indikator Asam Basa dari Bahan Alami
Selama ini indikator asam basa banyak menggunakan zat kimia atau lakmus. Namun bagi sekolah yang tidak memiliki bahan tersebut tentunya akan kesulitan dalam prosedur pengamatan larutan asam basa. Selain itu, zat kimia atau lakmus, harganya cukup mahal. Diperlukan kreativitas Guru Kimia untuk menggunakan alat dan bahan yang tersedia di lingkungan sekitar.
Sebenarnya indikator asam basa dapat dibuat dengan menggunakan bahan dari lingkungan sekitar. Prinsip indikator adalah bahan yang memberikan warna berbeda pada lingkungan asam dan basa. Pada umumnya bahan yang memiliki warna menyolok memiliki sifat memberikan warna yang berbeda pada kedua suasana tersebut.
Dari pengalaman penulis, beberapa jenis bunga dengan warna menyolok dapat dijadikan menjadi indikator asam basa. Jenis bunga yang bagus adalah Bunga Sepatu, yang memiliki warna merah menyala. Prosedur pembuatannya adalah sebagai berikut :
1. Siapkan bahan, yaitu beberapa kuntum bunga
2. Siapkan alat, yaitu lumpang dan alu (uleg), kain saringan, beberapa gelas,
3. Kelopak bunga dihaluskan dengan lumpang dan alu, setelah cukup halus ditambahkan dengan aquades (air murni) sebanyak 30 mL.
4. Larutan di aduk sampai merata sehingga bewarna merah hitam, kemudian disaring dengan kain untuk memisahkan larutan dengan padatan, sehingga didapat larutan yang siap dipakai sebagai indikator alami.
5. Untuk prosedur pengujian, larutan yang akan diuji sebaiknya tidak terlalu banyak, cukup beberapa tetes dalam cekungan (plat tetes), kemudian ditambahkan larutan indikator 2-3 tetes.
Larutan indikator bunga sepatu akan memberikan warna merah hitam pada larutan asam, dan bewarna hijau tua pada larutan basa. Untuk uji coba dapat dilakukan pada larutan perasan jeruk sebagai larutan asam, dan air sabun sebagai larutan basa. Contoh larutan asam lainnya seperti larutan vitamin C, air aki, sedangkan contoh larutan basa, seperti cairan pembersih, cairan pemutih, dan beberapa larutan lainnya.
Bahan alami lain yang dapat digunakan sebagai indikator adalah kunyit dan bunga kertas, namun dari pengalaman, beberapa bahan seperti bunga terompet dan wortel memberikan perbedaan warna yang hampir sama, sehingga cukup sulit bagi siswa untuk membedakan dalam uji larutan.
Contoh LKS Siswa
Mohon tanggapan, usulan, ataupun kritik terhadap artikel ini, baik dari teman sejawat ataupun kimiawan lainnya. Silakakan posting komentar.
Sunday, February 1, 2009
Wisata : Air Terjun Janda
Dalam bahasa Jawa disebutkan sebagai Cuban Rondo. Terletak di Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dengan menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam dari Malang, diperjalanan kita disuguhi dengan lansekap alam yang begitu memukau dengan patahan-patahan bumi yang menghijau oleh tanaman rakyat atau hutan lebat. Jalan menuju lokasi wisata terbilang mulus, dengan tikungan-tikungan tajam di tebing pegunungan. Bahkan ada suatu tempat yang amat bagus untuk mengarahkan pandangan ke Kota Batu dari ketinggian.
Tiket masuk seharga Rp. 8.000 untuk satu orang dewasa di bayar pada loket masuk. Zona pertama yang ditemui adalah taman bermain dan pertokoan suvenir, sedangkan lokasi air terjun masih lebih naik lagi. Di lokasi wisata air terjun telah dibangun beberapa prasarana dasar untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan, diantaranya adalah lapangan parkir yang luas, pertokoan suvenir, warung makanan dan minuman, tempat ibadah, WC dan kamar mandi. Jalan menuju air terjun berupa jalan setapak berbatu, sedangkan dikiri kanan masih rimbun dengan pepohonan besar, sesekali terlihat beberapa monyet kecil yang nampaknya sudah jinak.Dari lapangan parkir ke lokasi air terjun tidaklah terlalu jauh, mungkin sekitar 100 m.
Disebelah kanan jalan terdapat sungai kecil yang berasal dari air terjun. Dinginnya air yang mengalir di sungai kecil membuat badan lumayan menggigil. Sangat disarankan bagi anda yang mudah masuk angin agar tetap memakai jaket, karena selain suhu air yang sangat dingin, turbulensi udara di lembah air terjun juga sangat deras. Percikan air memenuhi lembah air terjun.
Karakteristik air terjun Cuban Rondo seperti yang tertera pada papan informasi di lokasi wisata adalah berada pada ketinggian 1.135 m di permukaan laut, tinggi air terjun sepanjang 84 m, suhu air rata-rata sekitar 22oC, curah hujan sebesar 1.721 mm/tahun menghasilkan debit air mencapai 150 L/detik. Air terjun ini bersumber pada mata air Cemoro Dudo.
Air terjun ini juga menyimpan legenda menarik terkait dengan namanya yang unik. Diceritakan pada suatu masa sepasang pengantin yang baru melangsungkan pernikahannya, yaitu Raden Baron Kusumo dari Gunung Anjasmoro dengan Dewi Anjarwati dari Gunung Kawi, melakukan perjalanan setelah 36 hari pernikahan mereka ke Gunung Anjasmoro. Ditengah perjalanan mereka bertemu dengan seorang lelaki yang bernama Joko Lelono, yang ternyata terpikat dengan kecantikan Dewi Anjarwati. Perkelahianpun tak dapat dihindarkan, Raden Baron Kusumo memerintahkan pengawalnya untuk menyelamatkan sang istri ke sebuah air terjun (coban) untuk bersembunyi. Perkelahian kedua laki-laki tersebut menyebabkan keduanya terluka parah dan tewas . Sedangkan Dewi Anjarwati yang telah menjanda (rondo) tetap berada di dekat air terjun terus menunggu sang suami yang sebenarnya sudah tewas. Dengan demikian terkenalah air terjun tersebut dengan nama Coban Rondo.
Bagi anda yang berkesempatan ke Coban Rondo bisa mencarter mobil atau bis. Sedangkan angkutan umum tidak mencapai lokasi wisata.
Subscribe to:
Posts (Atom)